Belakangan ini, bisnis thrifting semakin digandrungi oleh masyarakat Indonesia, terutama kalangan anak muda masa kini. Thrifting sendiri mengacu kepada kegiatan belanja barang bekas yang dinilai masih mempunyai kualitas bagus seperti sepatu, pakaian, atau tas.
Ada sensasi menyenangkan saat berburu barang thrifting bak menemukan harta karun di lautan. Harganya pun cenderung ramah di kantong. Makanya, tidak mengherankan kalau anak muda masa kini gemar untuk berbelanja barang bekas dari luar negeri tersebut.
Kendati diminati banyak pihak, keberadaan bisnis thrifting dinilai ilegal dan Presiden Jokowi melarang barang bekas impor, karena menganggu UMKM di Indonesia. Lantas, bagaimana awal mula bisnis thrifting? Berasal dari negara mana bisnis thrifting ini? Ikuti fakta mengejutkan mengenai bisnis thrifting di sini.
1. Sudah ada sejak abad ke-19
Melansir dari berbagai sumber, bisnis thrifting diketahui sudah ada sejak tahun 1300-an di benua Eropa. Thrifting mulai berkembang pada pertengahan abad ke-19 karena lonjakan pendatang baru saat gelombang besat di Amerika.
Revolusi industri yang memproduksi pakaian secara massal membuat harga menjadi lebih murah dan dianggap sebagai barang sekali pakai. Apalagi masa perang dunia I dan II, permintaan thrifting berkembang pesat dan menyebar luas ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
2. Didominasi oleh negara Asia Timur
Mengutip merdeka.com, salah satu pedagang thrifting di pusat perbelanjaan mengaku bahwa pakaian impor banyak didominasi oleh negara Asia Timur, seperti Korea Selatan dan Jepang.
Dapat dikatakan, kedua negara tersebut merupakan kiblat fashion saat ini, karena model dan corak dari negara tersebut berkualitas. Bahkan, banyak pembeli lebih tertarik untuk memilih pakaian dari kedua negara itu.
Kendati tidak menutup kemungkinan, ada barang impor dari negara lain, yaitu Tiongkok dan Amerika. Beberapa negara tersebut memang menjadi pemasok terbesar thrifting di Indonesia.
3. Peminatnya berasal dari kalangan anak muda
Dahulu, kegiatan thrifting didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah karena dampak zaman perang. Namun, perkembangan teknologi dan zero waste membuat arah thrifting berubah menjadi kegiatan menyenangkan bagi anak muda masa kini.
Alasan utamanya karena generasi milenial dan Z menggandrungi kegiatan berburu barang atau pakaian thrift, baik secara daring atau luring. Kendati barang yang dibeli merupakan kondisinya bekas pakai, namun barang atau pakaian ini masih layak pakai.
Tak jarang, jika beruntung, kamu bisa menemukan barang atau pakaian bermerek dengan harga miring dan modelnya pun tidak pasaran, lho!
4. Memiliki harga yang terjangkau
Nggak hanya soal model dan coraknya yang tak pasaran, tetapi bisnis thrifting digemari di kalangan anak karena harganya yang terjangkau. Apalagi, generasi milenial dan Z senang bergonta-ganti fashion dan membuat mereka terlihat up to date terhadap perkembangan tren masa kini.
Dibandingkan dengan membeli barang atau pakaian baru, maka membeli barang thrifting jauh lebih hemat dan kualitas tidak jauh berbeda. Meski second, kamu juga harus piawai memilih atau menyortir barang atau pakaian yang dibeli dari thrifting untuk menghindari penyebaran penyakit dari pemilik sebelumnya.
5. Dipopulerkan oleh beberapa musisi Barat
Sebelum menjamur di Indonesia, berburu barang atau pakaian thrifting dipopulerkan oleh beberapa musisi rock yang berasal dari Amerika Serikat dan Inggris. Para musisi ini tidak secara sengaja memviralkan kebiasaan memakai baju bekas sebagai gaya atau identitas mereka saat tampil di sebuah acara atau berjalan santai.
Misalnya, Kurt Cobain yang memberikan identitas grunge pada dirinya dengan memakai gaya denim robek, kemeja flanel lusuh, atau berbagai layer di pakaiannya. Sementara di musisi Inggris, para musisi atau anak band senang tampil dalam balutan busana yang dibeli dari salah satu toko thrift.
6. Semakin populer berkat karena media sosial
Kini, Indonesia menjadi 'surganya' barang thrifting yang masuk dari berbagai negara. Hal ini didukung oleh media sosial dan kebutuhan anak muda yang 'haus' memakai barang bermerek, namun tetap ramah di kantong.
Fitur-fitur yang tersedia di media sosial membuat bisnis thrifting semakin viral dan mudah dijangkau oleh siapa saja yang membutuhkan. Contohnya, pemakaian fitur tagar (#) dan menjamurnya toko daring di berbagai platform.
Selain itu, memberikan berbagai diskon dan alternatif pembayaran membuat pelanggan tertarik untuk membeli barang atau pakaian second.
7. Dinilai mematikan produk lokal
Meski bisnis thrifting banyak digandrungi dan menjadi ladang 'cuan' bagi anak muda masa kini, namun kegiatan itu dinilai mematikan produk lokal. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang bisnis pakaian bekas impor secara tegas.
Presiden Joko Widodo meminta kepada jajarannya untuk menindak bisnis yang dianggap meresahkan industri tekstil di Indonesia. Mengutip merdeka.com, sepanjang tahun 2022, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menindak 234 impor baju bekas selundupan, yang totalnya mencapai 6.177 bal.
Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka juga memberikan pendapat serupa bahwa bisnis thrifting dalam mengganggu kemajuan UMKM Indonesia. Kabarnya, Pemerintah menindak tegas para pelaku usaha thrifting di beberapa toko daring.
Itulah fakta mengejutkan bisnis thrifting yang dinilai ilegal. Bagaimana menurut kamu, Bela?