Peristiwa tak mengenakkan terjadi di Keraton Kasunanan Solo pada Jumat (23/12/2022) lalu. Malam itu, sekitar 50 orang datang bergerombol untuk mengunci Kamandungan atau akses pintu masuk ke dalam Keraton Solo. Di saat yang sama, pada beberapa titik terdapat sejumlah abdi dalem yang juga tengah berjaga.
Kedatangan mereka untuk mengunci Kamandungan memicu perlawanan. Akibat peristiwa ini, empat orang harus dilarikan ke Rumah Sakit Kustati. Korban lainnya mengalami luka-luka, termasuk Sri Susuhunan Pakubuwana XIII, GRAY Devi Lelyana Dewi. Ia mengaku dipukuli dan keponakannya ditodong pistol.
Peristiwa menggegerkan ini melibatkan Lembaga Dewan Adat (LDA) dengan pihak Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII. Dalam keterangannya pada Senin (26/12/2022), Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng mengungkapkan jika peristiwa ini dipicu dari pelanggaran kesepakatan.
Konflik Keraton Solo ini bukan kali pertama terjadi. Bermula dari wafatnya Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat bergelar Pakubuwono XII atau PB XII pada 2004 silam, konflik Keraton Solo telah berlarut hingga 18 tahun. Berikut kronologinya!
Permulaan konflik
Awal mula konflik menahun yang terus berlanjut hingga kini dimulai pada 12 Juni 2004. Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat bergelar Pakubuwono XII atau PB XII meninggal dunia. Sebagai raja yang tak memiliki permaisuri, ia juga tidak menunjuk putra mahkota untuk mewarisi tahta. Akibatnya, anak keturunannya—anak-anak dari selirnya—saling mendeklarasikan diri sebagai raja.
Adanya raja kembar
Pada 31 Agustus 2004, putra tertua PB XII dari selir ketiga, Sinuhun Hangabehi, mendeklarasikan dirinya sebagai raja. Ia bertahta dengan dukungan utama dari saudara satu ibunya, temasuk Gusti Moeng.
Kemudian, putra dari selir lain yakni Sinuhun Tedjowulan yang saat itu masih aktif sebagai anggota TNI berpangkat Letkol (Inf) juga menyatakan diri sebagai raja pada 9 November 2004. Kondisi ini membuat keraton memiliki dua raja alias raja kembar.
Sempat damai
Di tahun 2012, Joko Widodo (Wali Kota Solo saat itu) dan Mooryati Sudibyo (anggota DPR) mendamaikan kedua kubu tersebut. Di atas akta rekonsiliasi keduanya sepakat berdamai dengan Sinuhun Hangabehi berkedudukan sebagai raja dengan gelar Pakubuwono XIII atau PB XIII.
Sedangkan, Sinuhun Tedjowulan menjadi mahapatih dengan gelar KGPH (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo) Panembahan Agung. Namun, meski kedua raja telah menandatangani akta rekonsiliasi, kisruh di keraton masih terus berlanjut sebab beberapa keturunan PB XII menolak.
Penolakan terhadap rekonsiliasi membuat sejumlah keturunan PB XII mendirikan Lembaga Dewan Adat Keraton (LDA). Lembaga Dewan Adat sendiri didukung oleh GKR Wandansari, GKR Koes Moertiyah, GKR Retno Dumilah, GKR Indriyah, hingga GKR Timoer Rumbai Kusumadewayanti.
Kemudian, LDA melakukan kudeta terhadap PB XIII karena menilai sang raja melakukan tindak pelanggaran serta melarang PB XIII dan pendukungnya masuk area Keraton. Akibatnya, PB XIII yang telah bersatu dengan Tedjowulan tidak dapat bertahta di Sasana Sewaka Keraton Solo.
Kembali kisruh
Lima tahun kemudian, pada April 2017, konflik kembali memanas saat putri PB XIII, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani terkurung di dalam Keputren atau kediaman putri-putri raja bersama beberapa abdi dalem.
Tak tinggal diam, Presiden Jokowi pun mengutus anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jenderal TNI Purn Subagyo Hadisiswoyo untuk mendamaikan. Namun, upaya ini kembali gagal sebab PB XIII dan Tedjowulan tetap berseteru dengan LDA.
Lagi-lagi memanas
Kembali mencuri perhatian publik, pada Februari 2021, kisruh Keraton Solo kembali memanas ketika terdapat lima orang—termasuk di antaranya anak keturunan PB XII—terkurung di istana. Selama terkurung, mereka harus bertahan hidup tanpa listrik dan makan seadanya sebab kerabat Keraton Solo yang ingin mengantar makanan tak bisa masuk lantaran terkunci di luar pagar.
Itulah sejarah konflik Keraton Kasunanan Solo serta kronologi masalah terbaru yang menimpa keraton. Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa, menyebut jika Keraton Solo tidak pernah menghormati pemerintah. Menurutnya, penyelesaian konflik tergantung niat dari internal keraton. Pihak yang berselisih harus saling menghormati untuk mencapai titik terang.