Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) sukses menyelenggarakan acara Jakarta Film Week 2023. Acara tersebut berlangsung dari 25 - 29 Oktober 2023 di empat lokasi berbeda, yaitu CGV Grand Indonesia, Galeri Indonesia Kaya, Kineforum Taman Ismail Marzuki, dan Hotel Ashley Wahid Hasyim, Jakarta.
Pada 29 Oktober 2023, Jakarta Film Week 2023 mengadakan forum inspiratif bersama keempat pembicara perempuan hebat bertajuk Cinema & She: What's Up, Real, and Reel?, yang dipandu oleh aktris laga, Hannah Al Rasyid.
Forum yang berlangsung intim selama kurang lebih dua jam membuka mata para hadirin mengenai sosok perempuan di belakang layar industri perfilman. Seperti apa kisah para perempuan hebat untuk bisa berkembang di industri ini? Intip liputannya di bawah ini.
Memberikan ruang aman bagi perempuan berkarya
Tak dapat dipungkiri bahwa profesi di industri perfilman masih kental dengan laki-laki, tapi perlahan banyak produser perempuan yang terjun ke ranah ini. Hal ini bisa menjadi wadah yang tepat untuk perempuan berkarya. Ha Myung-Mi, seorang Director dan Producer asal Korea Selatan yang baru merilis film Her Hobby (2023) mengungkapkan:
"Sebagai pembuat film, perempuan di Korea belum memiliki kesempatan yang sama untuk bisa melakukan pekerjaan seperti ini. Jadi, saya ingin memberdayakan banyak perempuan bertalenta untuk ikut bergabung dan mengerjakan proyek ini bersama," ucap Sutradara Ha.
Sutradara Ha melanjutkan bahwa dirinya menemukan seorang sinematografer perempuan dan masih muda. Ia melihat potensi dalam sinematografer tersebut dan mempekerjakan, tapi rekannya banyak menentang keputusan itu.
Dalam industri film Korea, Sutradara Ha mengungkap belum terlalu banyak sinematografer perempuan yang bertalenta. Tidak memiliki kesempatan karier menjadi salah satu faktor utamanya.
Berangkat dari isu ini, Sutradara Ha mendirikan perusahaan sendiri dan mempekerjakan banyak kru perempuan. Ia berupaya menciptakan ruang yang aman untuk sinematografer perempuan muda untuk bekerja dan berkarya bersama para sinematografer laki-laki.
Menyuguhkan kisah perempuan yang berdaya
Chie Hayakawa, seorang Director dan Scriptwriter asal Jepang merilis sebuah film fiksi ilmiah berjudul Plan 75 (2022). Film ini membuka pandangan dunia mengenai masyarakat yang mulai intoleran terhadap lansia, penyandang disabilitas, dan orang berpenghasilan rendah.
Film Plan 75 mengisahkan seorang lansia berusia 70-an yang tinggal sebatang kara. Ia tak memiliki keluarga, anak, atau kerabat yang dapat diandalkan. Meski sendirian, Ia sangat mandiri dan memiliki kemampuan untuk bekerja.
"Saya berusaha untuk tidak menggambarkan perempuan sebagai sosok yang lemah, menyedihkan, korban, atau tidak mandiri. Hal ini semacam ini dapat memberikan stereotipe kepada penonton," tutur Chie.
Melalui film Plan 75, saya ingin menginterpretasikan sosok perempuan yang sudah tua dan terlihat lemah. Namun, sebenarnya sosok ini mandiri, kuat, dan cantik. Ini menjadi sarana Chie untuk mengubah kisah perempuan yang penuh eksploitasi.
Meletakkan nilai-nilai yang selaras
Menyuguhkan kisah perempuan yang segar tanpa terjebak eksploitasi memiliki tantangan tersendiri. Tan Si En, seorang produser film Singapura mengutarakan bahwa hal tersebut tergantung dari jenis dan negara asal proyek film.
"Saya berpikir bahwa kami menyadari bahwa kami ingin memiliki lebih banyak kru perempuan sebagai bagian dari tim. Tetapi, saya kembali berpikir bahwa hal itu tidak bisa terjadi di semua produksi film," tutur Si En.
Untuk bisa menciptakan kisah tersebut, hal pertama yang diperlukan menganalisa budaya apa yang ingin disampaikan, meletakkan nilai-nilai yang selaras dengan perempuan hebat, dan memastikan talent yang bekerja sama memberikan kemampuan terbaiknya.
Perempuan bisa menjadi pelopor di industri film
Terlepas dari berbagai peran yang dijalani dalam kehidupan, perempuan juga bisa menjadi pelopor dan memiliki karya luar biasa di industri perfilman. Sutradara Ha telah terjun ke dunia film sejak berusia 23 tahun, Ia merasa perempuan bisa menjadi ujung tombak dari industri ini
Chie Hayakawa sempat berasumsi betapa sulitnya menjadi sutradara film di Jepang, tapi sosok Kinuyo Tanaka menginspirasinya untuk menjadi pelopor sutradara perempuan di Negeri Sakura tersebut.
Tina Arwin selaku Senior Film Executive of Prime Video merasakan hal serupa. Ia sangat menghargai para pembuat film perempuan yang terus berkembang dengan pemikiran dan karyanya.
"Kamila Andini, sosok sutradara-penulis Indonesia yang passionate dan setia terhadap bidangnya. Ia memiliki ciri khas tersendiri yang tertuang dalam semua filmnya," tutur Tina Arwin.
Ta Si En merasa bukan perihal keberuntungan, tetapi tentang kesetaraan sebagai pembuat film perempuan di masa kini.
Mewadahi tontonan dengan program khusus
Saat ini, ada begitu banyak aplikasi streaming dengan berbagai tontonan menarik. Prime Video berupaya menjadi layanan yang mewadahi tontonan dengan program khusus, yang berkolaborasi dengan para pembuat film perempuan.
"Sebenarnya, menemukan sineas perempuan yang tepat, cerita yang dipimpin oleh perempuan hebat masih kurang di industri film Indonesia. Kami masih terus mencari secara aktif," ungkap Tina Arwin.
Induk Gajah bisa menjadi salah satu serial web Indonesia dengan kisah ringan dan lekat dengan budaya lokal Indonesia. Dikemas dengan komedi dan cara menyajikan yang tepat membuat isu perjodohan bisa ditertawakan. Tina mengungkapkan jika Prime Video masih terus menggali berbagai jenis cerita yang dapat ditampilkan ke publik.
Saat ini, para pembuat film memiliki peranan penting. Ini bukan tentang perempuan selalu berada di belakang dan laki-laki selalu berada di depan. Namun, kisah perempuan hebat di industri perfilman membuktikan bahwa perempuan itu berdaya dan mampu melakukan sesuatu yang lebih untuk dirinya sendiri dan masyarakat.