Dunia hiburan Jepang tengah dilanda duka mendalam, mangaka Ninja Hattori telah tutup usia pada 7 April 2022 di kediamannya daerah Kawasaki, Jepang. Ia bernama lengkap Motoo Abiko, sang pemilik nama pena dari Fujiko A. Fujio.
Diberitakan TBS News, sebelum meninggal dunia, polisi sempat menerima telepon darurat dari kediaman sang mangaka. Namun setelah polisi tiba di lokasi, Fujiko A. Fujio sudah dalam kondisi tak sadarkan diri.
Semasa hidupnya, Fujiko A. Fujio telah menghasilkan banyak manga dan anime ternama, termasuk Doraemon dan Obake no Q-Taro. Seraya menghormati kepergian sang mangaka legendaris, simak tapak tilas perjalanan karier Fujiko A. Fujio dari masa sekolah hingga terkenal.
1. Kenal dengan Fujiko F. Fujio di masa sekolah
Lahir di Toyama pada 10 Maret 1934, Abiko pertama kali berkenalan dengan Hiroshi Fujimoto setelah dirinya pindah ke sekolah dasar di kota Takaoka, tempat Fujimoto mengenyam pendidikan. Hiroshi Fujimoto dikenal dengan nama pena Fujiko F. Fujio.
Kedua mangaka hebat ini berasal dari Prefektur yang sama di daerah Jepang, yakni Toyama. Secara tidak sengaja, Abiko melihat gambar Fujimoto di buku catatan dan tertarik dengan gambar tersebut.
2. Pertemuan awal berubah menjadi persahabatan
Pertemuan awal Abiko dengan Fujimoto membawanya pada sebuah persahabatan yang erat dan jalinan kerja sama di bidang manga. Selama bertahun-tahun, keduanya sering menyembunyikan hasil karya mereka dari teman-teman sekelas karena malu.
Baru selepas SMP, karya Osamu Tezuka menjadi pelecut bagi Fujiko F. Fujio dan Fujiko A. Fujio untuk berkarya. Akhirnya, duo Fujiko Fujio ini melahirkan karya kolaboratif berjudul Tenkuma dan mengirimkan karya mereka ke Manga Shonen.
3. Membuka tabungan bersama Fujiko F. Fujio
Hasil karya mereka disambut baik, duo Fujiko Fujio mendapatkan penghasilan pertama dan membuka rekening tabungan bersama lewat Japan Post. Penghasilan tersebut mereka gunakan untuk membeli perlengkapan menggambar.
Layaknya sebuah partner yang sehat, keduanya membagi semua pendapatan dan pengeluaran secara merata satu sama lain. Hal tersebut keduanya terapkan terus-menerus selama jalinan kerja sama berlangsung.
4. Memulai debut profesional di penerbitan
Setelah duduk di bangku SMA, Fujiko A. Fujio bersama rekannya memulai debut profesional dengan penerbitan berjudul Tenshi no Tama-Chan. Karya tersebut diadaptasi ke serial oleh Mainichi Shogkusei Shimbun pada 1951 silam.
Di tahun yang sama, keduanya berkunjung ke rumah Tezuka di Takarazuka, Hyogo demi memperlihatkan karya selanjutnya berjudul Ben Hur. Ia memuji ilustrasi tersebut dan mengetahui jika mereka akan menjadi tokoh utama dari industri manga di Jepang.
5. Pernah bekerja di perusahaan selepas SMA
Tahun 1952, duo Fujiko Fujio memutuskan bekerja di sebuah perusahaan, karena mereka adalah putra tertua. Fujimoto bekerja di perusahaan kue, sementara Abiko mendapatkan pekerjaan di perusahaan surat kabar Toyama.
Namun, sebuah insiden mencederai lengan Fujimoto dan ia berhenti dari perusahaan tersebut. Kemudian, Fujimoto mendedikasikan waktunya untuk mengirimkan karya ke majalah sambil dibantu oleh Abiko saat akhir pekan. Keduanya sempat memiliki nama duet Ashizuka Fujio dan merilis seri manga berjudul Utopia: The Last World War.
6. Pindah ke Tokyo atas permohonan rekannya
Selepas seri mereka rilis, Fujimoto memohon kepada Abiko untuk pindah ke Tokyo, Jepang pada 1954 untuk berproses sebagai seniman manga. Awalnya, Abiko menolak karena ia memiliki pekerjaan tetap di perusahaan surat kabar tersebut.
Namun, Fujimoto terus mendesak sang rekan dan akhirnya disetujui oleh Abiko. Tempat tinggal pertama mereka di Tokyo di sebuah toko jam tangan, tepatnya kamar lantai dua beralaskan tikar tatami. Kemudian, keduanya pindah ke kompleks apartemen Tokiwa saat Tenzuka memberikan penawaran kamar, tempat ia pindah.
Dari sini, duo Fujiko Fujio bertemu dengan beberapa seniman manga. Mereka membuat enam serial dalam sebulan untuk diterbitkan. Fujiko A. Fujio juga sempat menjadi asisten seniman Tenzuka.
7. Kehilangan kredibilitas dengan penerbitan
Padatnya pekerjaan yang mereka geluti sebagai seniman manga memberikan dampak buruk. Duo Fujiko Fujio harus kehilangan kredibilitas dengan penerbitan, karena melewati tenggat waktu penyerahan serial pada 1955.
Hilangnya kredibilitas dengan penerbit mengganggu performa dari duo Fujiko Fujio selama setahun. Selama waktu itu, mereka fokus pada proyek solo dan membuat film independen dengan kamera 8mm. Pada tahun 1959, mereka memutuskan untuk meninggalkan Tokiwa dan pindah ke kawasan Kawasaki, prefektur Kanagawa.
8. Mendirikan perusahaan studio manga bersama
Setelah pindah, duo Fujiko Fujio mendirikan Studio Zero dengan Shin'ichi Suzuki, Shotaro Ishinomori, Jiro Tsunoda, dan Kiyoichi Tsunoda pada tahun 1963 silam. Studio tersebut mempekerjakan sekitar 80 orang dan memproduksi beberapa film animasi seperti Astro Boy.
Baginya, pendirian studio manga menjadi tahun paling produktif mereka usai melewati masa suram di tahun 1955. Mereka juga merilis seri manga terbaru berjudul Obake no Q-Taro, yang akhirnya diangkat ke layar kaca.
Dari sini, Fujiko A. Fujio mulai membuat manga untuk audiens yang lebih dewasa. Ia berhasil menelurkan manga lain berjudul Teresa Tang dan The Laughing Salesman. Tahun 1966, sang mangaka legendaris menikah di usia 32 tahun.
9. Mengakhiri kerja sama dengan Fujiko F. Fujio
Berbeda dengan Fujiko A. Fujio, rekannya masih setia dengan manga khusus anak-anak dan menciptakan Doraemon pada 1969. Serial tersebut sukses dicintai oleh anak-anak di seluruh dunia.
Doraemon menjadi satu-satunya karya duo Fujiko Fujio yang mendapatkan rilis resmi di negara-negara berbahasa Inggris, terutama Amerika Serikat. Namun di tahun 1987, mereka memutuskan berpisah dengan alasan perbedaan kreativitas.
Tetapi menurut Fujiko A. Fujio, perpisahan tersebut dikarenakan Fujimoto mengetahui dirinya menderita kanker hati dan penyakit jantung sejak tahun 1986. Keinginan keduanya pula untuk menyelesaikan masalah hak cipta dan keuangan sebelum rekannya berpulang lebih dulu pada tahun 1996.
Bertahun-tahun bersama menghasilkan banyak karya manga ternama, kini duo Fujiko Fujio resmi mengakhiri perjalanan mereka ke tempat yang lebih abadi. Rest in Peace, Fujiko A. Fujio.