Dalam Islam sudah dikatakan dengan jelas, bahwa apapun yang bernyawa pasti akan meninggalkan dunia. Setiap umat muslim yang wafat, wajib dikuburkan sesuai dengan syariat Islam.
Dimulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan hingga mengantarnya ke liang kubur adalah kewajiban sesama umat muslim. Saat pergi ke pemakaman, mungkin kamu sudah tidak lagi asing melihat berbagai bentuk kuburan.
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada umat muslim mengenai bentuk kuburan yang sesuai dengan syariat Islam. Lantas, apakah boleh membangun makam dengan keramik di atasnya?
Inilah jawaban yang telah Popbela rangkum dari berbagai sumber.
Bentuk kuburan yang diperbolehkan dalam Islam
Kuburan adalah tempat yang telah dipersiapkan untuk menguburkan jenazah. Dalam pembangunannya, Rasulullah SAW telah mengajarkan dan membahas mengenai bentuk kuburan yang diperbolehkan dalam Islam. Ada beberapa hadis yang telah meriwayatkan mengenai bentuk kuburan itu sendiri, di antaranya:
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
ุฃูููู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฃูููุญูุฏู ููููุตูุจู ุนููููููู ุงููููุจููู ููุตูุจูุงุ ููุฑูููุนู ููุจูุฑููู ู ููู ุงููุฃูุฑูุถู ููุญูููุง ู ููู ุดูุจูุฑู
"Bahwa nabi dimakamkan dalam liang lahat, diletakkan batu nisan di atasnya dan kuburannya ditinggikan dari permukaan tanah setinggi satu jengkal." (HR. Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
ููููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฃููู ููุฌูุตููุตู ุงููููุจูุฑู ููุฃููู ููููุนูุฏู ุนููููููู ููุฃููู ููุจูููู ุนููููููู
“Rasulullah telah melarang menyemen kuburan, duduk di atasnya dan membangun sesuatu di atasnya.” (HR. Muslim)
Dari Jundub bin Abdillah al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW pada saat lima hari sebelum beliau wafat, beliau bersabda:
ุฅูููู ุงูููู ููุฏู ุงุชููุฎูุฐูููู ุฎููููููุงู ููู ูุง ุงุชููุฎูุฐู ุฅูุจูุฑูุงููููู ู ุฎููููููุงู ูููููู ููููุชู ู ูุชููุฎูุฐูุง ู ููู ุฃูู ููุชูู ุฎููููููุงู ูุงูุชููุฎูุฐูุชู ุฃูุจูุง ุจูููุฑู ุฎูููููุงูุ ุฃููุงู ููุฅูููู ู ููู ููุงูู ููุจูููููู ู ููุงูููุง ููุชููุฎูุฐูููู ููุจููุฑู ุฃูููุจูููุงุฆูููู ู ููุตูุงููุญูููููู ู ู ูุณูุงุฌูุฏูุ ุฃููุงู ูููุงู ุชูุชููุฎูุฐููุง ุงููููุจููุฑู ู ูุณูุงุฌูุฏูุ ููุฅููููู ุฃูููููุงููู ู ุนููู ุฐููููู
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil (kekasih)-Nya sebagaimana Ia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku, maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para Nabi dan orang saleh di antara mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid (tempat ibadah), karena sesungguhnya aku melarang kalian untuk melakukan hal itu.”
Bentuk kuburan menurut ulama
Selain membaca hadis, tentunya kamu perlu mendengarkan penjelasan ulama agar semakin paham dan meluruskan hal-hal yang belum jelas. Dalam kitab al-Umm, Imam al-Syafi’i mengatakan, “Saya menyukai agar kuburan tidak diberi bangunan di atasnya dan tidak pula disemen. Sebab, hal semacam ini sama dengan menghias kuburan dan berbangga dengan kuburan. Sementara kematian sama sekali tidak layak untuk itu. Dan saya juga melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar, kuburan mereka tidak disemen.” (al-Umm, juz I, halaman 277)
Imam al-Nawawi selaku ulama besar dari mazhab Syafi’i, pernah berkata, “Yang sesuai ajaran Rasulullah, bahwa kuburan itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir terlihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam mazhab Syafi’i dan yang sepaham dengannya.” (Syarh Shahîh Muslim, juz VII, halaman 35)
Dalam kitab Kifayah al-Akhyar halaman 214, Imam Taqiyuddin juga menuliskan,
“Kuburan boleh dinaikan satu jengkal saja supaya ia dikenali dan mudah diziarahi, juga agar lebih dihormati oleh para peziarah.”
Apakah boleh membangun kuburan dengan keramik di atasnya?
Beberapa ulama telah memberikan jawaban terkait pertanyaan di atas. Jika membaca hadis Rasulullah SAW, para ulama mengarahkannya pada hukum makruh, ketika tidak ada hajat atau jenazah dikuburkan di makam milik pribadi.
Contohnya, mengkeramik kuburan dengan tujuan mencegah tanah amblas atau karena tidak ingin digali oleh hewan, hukumnya adalah makruh.
Ketika jenazah dikuburkan di pemakaman umum, mengkeramik kuburan hukumnya adalah haram. Hal ini disebabkan karena, saat menguburnya di pemakaman umum dapat menimbulkan monopoli tanah. Kondisi ini akan menyulitkan anggota keluarga lain saat ingin menguburkan anggota keluarganya yang telah wafat.
Dapat disimpulkan bahwa, memberikan keramik kuburan hukumnya bisa saja makruh ataupun haram tergantung situasinya. Jika tujuannya untuk pamer dan menonjolkan kemewahan semata-mata agar dipuji oleh orang lain, sebaiknya tidak dilakukan.