Jantje Friese dan Baran bo Odar tampaknya siap mengulang kesuksesan serial Dark (2017–2019) dengan serial 1899. Di Indonesia, tayangan berjumlah 8 episode itu sudah bisa disaksikan di Netflix mulai 17 November sore kemarin.
Dengan genre misteri yang diusungnya, 1899 lantas jadi perbincangan hangat di media sosial. Tak sedikit juga yang penasaran dengan ada fakta apa saja di baliknya. Biar sama-sama tahu, simak dulu informasinya di bawah ini, yuk, Bela!
1. Sinopsis 1899
Singkat cerita, 1899 mengisahkan perjalanan sebuah kapal uap imigran yang ditumpangi orang-orang dari berbagai ras. Mereka tengah menuju New York agar bisa memulai hidup baru di abad baru. Namun, kapal tersebut justru berpapasan dengan kapal migran lain yang hanyut di lautan. Perjalanan seketika berubah jadi mengerikan.
2. Gara-gara sebuah foto
Beberapa tahun lalu, Jantje menemukan foto seorang laki-laki yang berdarah-darah dengan kemeja putihnya. Di tangannya terdapat sebuah palu. Wajah lelaki tersebut pun dinilai cukup oleh aneh oleh Jantje.
"Ini adalah foto yang menarik perhatian dan membuatku bertanya: apa yang dia lakukan dengan palu itu? Dari mana asalnya? Mau ke mana dia? Apa maksud semua ini? Aku langsung terpikirkan ini mungkin seorang imigran di sebuah kapal. Namun, apa yang terjadi di kapal itu? Itu adalah tanda tanya besar," katanya, dikutip dari The Hollywood Reporter.
3. Mengapa pilih latar waktu tahun 1899?
Baran mengungkapkan betapa 1899 merupakan sebuah angka yang memiliki banyak tafsiran. Secara logika, latar waktu tahun 1899 diambil karena menjadi masa transisi antara abad 19 ke abad 20. Dalam periode tersebut, banyak perubahan terjadi dalam tatanan hidup, terutama benturan tradisi dan teknologi.
"Ini adalah sebuah waktu yang mengesankan yang sayangnya memunculkan banyak hal mengerikan yang terjadi sebaliknya. Dengan Perang Dunia I dan Perang Dunia II, sebagaimana orang-orang telah memasuki abad baru, ada banyak harapan dan juga ketakutan mengenai ide kuno dan ide baru. Dunia lama versus dunia baru. Ilmu pengetahuan dan agama banyak bentrok. Ini juga waktu yang bagus karena ada berbagai sudut pandang ekstrem. Aku terobsesi dengan sejarah, melihat bagaimana hal-hal saling terhubung, melihat alasan suatu hal," ujarnya.
Seolah tahu kalau penontonnya suka melakukan cocoklogi, Baran mengungkapkan makna lain 1899. Menurutnya, angka ini juga ajaib karena bisa dikaitkan dengan teori lainnya.
"Kami sudah dengar orang-orang bilang permasalahan di 1899 ada juga di masa kini. Namun, nomor itu juga jelas-jelas ajaib: 1899. Kamu bisa melakukan banyak hal dengan itu. Satu tambah delapan adalah sembilan. Jadi, kamu punya angka 999. Jika kamu membalikkan angkanya, itu jadi 666, angka terkutuk. Jadi itu (memang) ajaib," tambahnya.
4. Gunakan 12 bahasa
Dari segi dialog pun, 1899 dibuat serealistis mungkin dengan menggunakan 12 bahasa untuk mendukung suasana kapal imigran tersebut. Tantangan tak terelakkan selama proses syuting berlangsung. Namun, Jantje dan Baran berusaha tak ambil pusing.
"Awalnya ini sedikit menjebak. Aku punya naskah fonetis dan aku terus memantau monitor dan membaca, mencoba mengikuti dialognya. Sulit saat (tokoh) berbahasa Perancis karena mereka begitu cepat dan lebih sulit lagi saat (tokoh) berbahasa Kanton karena seperti bahasa dari dunia lain. Suatu hari, aku berkata kepada diriku sendiri, 'ayo lupakan tentang bagaimana mengucapkannya dan mulai dengar bagaimana mereka mengatakannya. Ayo lihat mereka seperti (kumpulan) instrumen musik. Ini bukan tentang kata-katanya, tetapi kamu belajar bagaimana suaranya. Apalagi kalau kamu melakukan banyak take adegan, kamu akan terbiasa. Lalu lihat ekspresi dan bahasa tubuh mereka. Dengan semua itu, kamu akan memahami pertunjukannya.' Dengan kiat sederhana tersebut, (seolah) mendengarkan musik daripada mengikuti kata per kata, itu banyak membantuku," papar Baran.
Jantje pun setuju dengan hal itu. Tanpa ia sadari, tantangan bahasa itu menjadi pesona tersendiri dalam sebuah pertunjukan. Ia bahkan tak lagi menganggap perbedaan bahasa ini sebagai kendala berarti setelah syuting berjalan.
"Ini adalah poin utama dari keseluruhan pertunjukan. Meski tak begitu memahami kata apa yang dibicarakan, kita bisa mengerti apa yang sedang orang lain coba untuk komunikasikan. Kalian mengerti dari keadaan emosi, bagaimana mereka tertuju pada kalian, bahasa tubuhnya, dan segalanya. Kalian bisa tahu itu mendesak atau penting. Pada akhirnya, perihal bahasa itu terasa lebih mudah daripada yang kita kira pada awalnya," timpal Jantje.
5. Pakai teknologi LED Volume
Untuk menghadirkan visual yang lebih memanjakan mata penonton, syuting 1899 menggunakan teknologi LED Volume. Meski lebih rumit daripada teknik green screen, Baran mengaku takjub dengan hasilnya.
"Banyak orang tak paham karena tak pernah menggunakannya. Namun, kita belajar bagaimana kita memosisikan background agar semua menyatu? Kadang, hanya ada sebuah meja atau kolom di dalam (set) ruang makan, pemandangan, atau bukit untuk menciptakan kedalaman. Untuk menciptakan ilusi di dalam ruang virtual tiga dimensi, ini menakjubkan, tetapi juga sulit karena kalian harus memikirkan ulang bagaimana untuk merekam hal-hal tersebut," ucapnya.
6. Tak serumit Dark?
Berjumlah tiga musim, Dark yang digarap keduanya membuat banyak penonton masih gagal move on, nih, Bela. Usai 1899 tayang, nggak sedikit yang membandingkan dua serial ini. Bahkan ada juga, lho, yang menyebut 1899 tak sekompleks Dark.
Jantje dan Baran pun menanggapi isu ini. Mereka menyebut, dua karyanya itu menggunakan teknik penceritaan yang berbeda. Terlebih, Dark yang berjumlah tiga musim tak bisa dibandingkan begitu saja dengan 1899 yang baru satu musim. Rumit atau tidaknya pun tergantung kemampuan memecahkan masalah milik masing-masing penonton.
"1899 hanya memiliki struktur yang berbeda. Namun, bukan berarti kami berpikir, orang-orang tak memahami Dark, jadi kami membuat yang lebih mudah. Aku kira ini adalah hal yang individual. Kami sudah ngobrol dengan orang-orang yang berkesempatan nonton duluan 6 episode pertama, hasilnya pun tampak setengah-setengah. Sebagian bilang, 'oh ini lebih mudah, ini lebih gampang untukja dijabarkan.' Sementara itu, sebagian lainnya bilang, 'ini (1899) punya potongan puzzle yang rumit. Apa yang kalian lakukan?' Saya kira ini pengalaman pribadi. Kami tidak membuatnya lebih mudah," tegas Jantje.
7. Sudah punya gambaran sampai musim ketiga
Terkait musim lanjutan, Baran mengaku sudah punya gambaran untuk musim kedua dan ketiga 1899. Pada musim pertama, hal-hal mungkin akan terlihat sederhana. Namun, tidak demikian dengan cerita lanjutannya–sama halnya dengan Dark.
"Dark benar-benar menjadi rumit di musim kedua dan ketiga. Musim pertamanya benar-benar sederhana: di sebuah kota kecil ada anak yang hilang, lalu ada perjalanan waktu di sebuah gua. Michael (Sebastian Rudolph) itu Michael. Itu sangat sederhana. Namun, bagi orang yang sudah menyaksikan ketiga musimnya, itu makin rumit. Kami sudah punya ide untuk musim kedua dan ketiga 1899, dan itu akan menjadi kian rumit," terang Baran.
Menarik banget, ya, Bela? Kamu sudah nonton 1899 di Netflix? Tulis review-mu di kolom komentar, yuk.