Responsif dan Adaptif, Ini Rahasia Marketing versi Millennial Muda

Bisa jadi kuncian sukses berkarier Gen Z, nih!

Responsif dan Adaptif, Ini Rahasia Marketing versi Millennial Muda

Berani mendobrak kebiasaan lama. Mungkin hal tersebut yang bisa Popbela tarik dari pembicaraan 30 menit bersama Mikhael Hintono, brand manager untuk Gillette Indonesia. Di usianya yang masih 26 tahun, pria kelahiran 17 September 1993 ini sudah berhasil menduduki jabatan dengan tanggung jawab besar terhadap nama merek yang notabene, juga memiliki nama besar.

Baginya, sebuah kesuksesan adalah ketika apa yang dikerjakan memiliki peningkatan jenjang karier yang layak untuk dikejar, sekaligus merasa bahagia dan cukup dengan pencapaian tersebut. “I think I’m lucky enough to have both. Saya diberkahi ketika bisa bekerja di sebuah perusahaan yang besar dan diberikan kepercayaan untuk mengurus merek besar, so I feel enough to have both sides,” ucapnya kepada Popbela.

Apa kecakapan yang membuatnya berhak berada di posisi tersebut?

Responsif dan Adaptif, Ini Rahasia Marketing versi Millennial Muda

1. Pemerhati kultur untuk memperkaya wawasan

Sebagai seorang lulusan Finance di Prasetiya Mulya Business School, Menggeneralisasi Mikhael sebagai seorang introvert yang "kutu buku", bukanlah hal yang pantas. Justru, Ia sangat memerhatikan perkembangan kultur lewat hobi travelingnya, serta senang berkomunikasi dengan orang lain untuk mengetahui kebiasaan dan hal-hal baru. “Memang kata kakak, saya itu ‘kuat’ di hitung-hitungan, tapi ternyata saya punya skill lain yang cocok di dunia sales & marketing,” kenang si bungsu dari enam bersaudara tersebut.

Ternyata dari sisi sales & marketing, kesukaannya berkomunikasi tersebut justru menjadi soft skill yang sangat penting untuk membaca kebutuhan konsumen. “Saya juga melihat kakak perempuan pertama saya yang sukses berkarier dan membuatnya bisa berkeliling dunia. Saya jadi banyak belajar, mulai dari saat pilih jurusan hingga berkarier. Saya juga jadi belajar lagi untuk lebih menyelami karakter konsumen dari banyak berkomunikasi,” tambahnya.

2. Konsumen Sentris

Pernah bekerja di sebuah merek besar juga sebagai Sales Marketing Graduate Trainee dengan kultur yang berbeda, tidak mengubah core value yang ia miliki dan kemudian dibawa ke Gillette. “Put consumer first, as in consumer-centric. Melihat kultur Indonesia, siapa konsumennya, lalu daya belinya, maukah mereka membelinya. Jangan sampai kita bikin kampanye yang kita anggap keren, tapi ternyata tidak relate dengan konsumen,” terang Mikhael.

Nilai tersebut juga yang membuatnya mau turun langsung untuk mengalami sendiri berada di posisi konsumen pemakai, maupun bukan pemakai produk yang ia wakili. Salah satunya, penggunak uang koin untuk menyabut bulu di tubuh. “Saya sampai ketemu konsumen langsung, karena saya pengen tahu, kok, bisa sih, pakai koin, itu kenapa? Saya juga ikut nyobain, tapi menurut saya, itu memerluan skill khusus. Orang tersebut sampai ngomong ke saya, ‘nggak semua orang bisa pakai koin, mas’,” ceritanya sambil tertawa.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved