Do I, do I happen to know what you're going through?
Should I, should I pull you and show all my scars to you?
Terasa begitu mengena di saya. Sebuah potongan lirik “/ adjacent /” dari EP Gamalièl bertajuk Q1 yang saya tidak tahu juga kenapa setiap mendengarkan lagu ini, membuat saya ingin menangis. Saat itu saya tahu, album ini sangat magis.
Pasca Q1, Gamal memperkenalkan single terbarunya, “Asteroid”, sebagai kelanjutan cerita dari Q1 sekaligus langkah awalnya menjadi musisi indie dalam labelnya sendiri, Self Records. Sebuah single yang menyemangati dari gelisah yang membuncah. Begitu flawless dan megah, sehingga saya merasa Gamal layak mendapat trofi kembali setelah kemenangannya sebagai Best Urban Male/Female Solo Artist di pentas AMI Awards pada tahun 2021 untuk “/ adjacent /”.
Genius/ge-ni-us/ /génius/ a; berkemampuan (berbakat) luar biasa dalam berpikir dan mencipta, ingin saya lekatkan kepada Gamalièl, musisi yang awalnya menyalurkan bakat menyanyinya di YouTube bersama adiknya, Audrey Tapiheru dan sahabatnya, Cantika Abigail. Saya sempat menangkap konten cover yang mereka lakukan bersama dengan Jevin Julian dan Maharasyi sekitar tahun 2014 dan langsung terpikat hingga era GAC (Gamaliel Audrey Cantika).
Tidak sulit bagi grup vokal GAC segera melesat menjadi grup yang diminati berbagai kalangan. Hal itu berkat bakat mereka dalam mengolah harmonisasi apik, lewat lagu-lagu pop yang timeless dan mudah didendangkan.
Tapi tentu dalam sebuah grup, beda kepala, beda selera—meski terikat dalam mufakat karya. Sehingga, vakum sementara mereka buat, demi mewujudkan mimpi pribadi yang sempat tertunda. Lalu sampailah pada Gamalièl yang singgah ke IDN HQ untuk berbincang mengenai rilisan terbarunya, “Asteroid”.
Evolusi Gamalièl
Dari minatnya pada jalur R&B, pria bernama lengkap Gamalièl Krisatya Tapiheru itu berevolusi menjadi musisi yang memiliki genrenya sendiri, khusus untuk beberapa rilisan terbarunya. Berdasarkan apa yang saya dengan di EP Q1 dan single “Asteroid”, membuat saya semakin penasaran dengan kedalaman ide dalam membuat karya.
Ada perubahan dalam hidupnya yang mendorong pria kelahiran Jakarta, 9 Oktober 1990 tersebut, akhirnya bisa merajut sebuah album mini berisi empat lagu yang menurut saya, a well-executed heart-wrenching album. Dia bisa membuat kungkungan duka yang sempit, terintrepretasi menjadi karya yang “in a way, kontemplatif tapi ekspresif juga, dan dinamis,” katanya.
“(EP) Q1 kan, bisa dibilang aku menemukan universe musikku sendiri yang jauh berbeda sama rilisan-rilisan aku bersama GAC sebelumnya. Jadi, aku mau melanjutkan eksplorasi yang baru jadi empat lagu itu—sekarang jadi 5. Jadi, kayaknya kalo balik lagi ke aliran R&B, agak sayang, masih menikmati di sini,” ungkap Gamal.
Memang saya seperti memasuki semesta berbeda ketika tahun lalu mendengar “/ Adjecent /”. Kemudian berlanjut ke “/ Forever more /”, “/ Unfindable /”, dan “/ Ethereal /”.
“Ini apa genrenya?” tanya saya, yang dilanjutkan dengan helaan napas dan “naah!” serempak dari Gamal dan timnya.
Ia sempat bertanya kepada produsernya, Aldi Nada Permana, “Aldi, ini genrenya apa?”.
“Nggak tau, musiknya gamal!” kata Aldi.
“Kayak rada nggak ada sih, karena menuju genreless, apa bisa mungkin dimasukin alternative R&B tapi tipis,” jelas Gamal. “Sebenarnya benci banget sama kata ini karena overused, Cuma.. journey, sih,” tambahnya.
Jadi bagaimana cara interpretasi karya Gamalièl?
“Kesamaan Q1 dan Asteroid sama-sama pergumulan dan permasalahan dalam diri. Cuma bedanya, musuhnya kali, ya. Q1 conquer permasalahan dalam diri, pergulatan internal problems, kalau ‘Asteroid’ itu setelah berdamai dengan diri, trus (mau) apa," terangnya.
Lalu kekhawatiran apa yang Gamal miliki sehingga bisa menerjemahkannya ke Q1 dan “Asteroid?”
Bagi Gamal, pergumulan adalah bagian dari hidup yang memang harus dilalui—baik masalah pribadi hingga karier. “Karena kayak kalo kita ‘kedaleman’—which is sering banget kedaleman, karena saya introvert—jadi sering banget tuh, muncul ketakutan ketakutan,” tukasnya lagi.
“kayak waktu Gamaliel kecil, si Ie (panggilan kecil Gamal), mimpi pertamanya ie adalah belajar biola, karena suka banget suara biola. Berangkat dari situ orang tua melihat dan support untuk les biola. Les biola itu tidak mudah, sementara aku anaknya introvert, didatengin orang ke rumah, ngomel2, padahal maksudnya strict aja. Aku jadi takut dan parno. Bunyinya juga jelek banget,” kenangnya.
Ketika senar biola putus karena kakak tertuanya memainkannya, Ie semakin takut menghadapi guru biolanya. Karena ketakutan itu ditambah ia merasa mainnya juga jelek, ie mengubur mimpinya. “Itulah kegagalan pertama hidupku,” tukasnya sambil mengingat kembali dari sisi pemikiran anak kecil.
Gamal merasa hal tersebut turut berpengaruh terhadap mentalnya. “Karena sejak itu, ie punya pendirian, lebih baik nggak usah dari pada ada potensi gagal. Takut mencoba itu ada banget di mental aku. Tapi justru bisa menghadapi itu setelah berkarier. Makanya dulu kalo mau nyanyi itu deg-degaan banget,” ceritanya lagi.
Dari Sony Music ke Self Records
GAC yang berada di bawah naungan Sony Music selama 11 tahun, sangat membantu meningkatkan keberanian Gamal—apalagi semakin sering bertemu orang dan penggemar GAC. Baginya, label memberikan dirinya pembelajaran tidak hanya dari sisi musikalitas, namun juga bisnis di industri musik.
Ketika masa kontrak tersebut sudah habis dengan Sony, Gamal memutuskan membuat labelnya sendiri, untuk mewujudkan mimpi-mimpinya yang sempat tertunda.
"Habis kontrak sama Sony, aku punya mimpi ingin belajar lebih banyak lagi dan aku pengen lebih tahu seluk beluknya industri ini, karena aku udah investasi banyak waktu dan energi untuk karier ini," jelas Gamal.
"Kayaknya dari pengalaman aku ini, semoga bisa membantu membuat pengalaman-pengalaman bagi musisi-musisi lainnya ke depan. Membidik jauhnya sih, sebenarnya ingin membantu futurenya Gamal," tambahnya.
Mewujudkan mimpi selangkah demi selangkah
Satu per satu mimpi Gamal tercapai. Mulai dari melepas karya yang memang menunjukkan jati dirinya, membuat label sendiri, membuat merchandise, hingga selanjutnya adalah membuat showcase.
Dari era GAC hingga kini pun, saya masih melihat Gamal yang ramah dan merendah, meski talentanya bisa liar dan menggila. Namun dera pujian di atas malah menimbulkan pertanyaan saya berikutnya yang bisa dijawab oleh waktu. Setelah sukses melepas rasa gelisah lewat karya, apakah kelak Gamal mau mengganti senar yang putus dan melanjutkan mengangkat biola ke bahunya dan mencoba lagi?