Hidup memang kini terbilang berjalan jauh lebih modern. Namun, kemajuan zaman ternyata tak menghapus begitu saja peninggalan adat dan tradisi dari nenek moyang.
Apalagi, kalau membahas kebudayaan yang ada di Tanah Jawa. Masyarakatnya punya upacara adat, hari perayaan, hingga keyakinan tertentu yang masih dijalankan sampai hari ini. Di antara banyaknya tradisi, ruwat menjadi salah satu upacara adat yang rutin dilakukan setiap tahun.
Biasanya, ketika seseorang dikenal sebagai manusia "panas", maka akan melakukan upacara ruwat yang dipercaya dapat membuang malapetaka dalam hidupnya. Lantas, siapa saja orang-orang yang termasuk manusia "panas" tersebut? Yuk, simak informasi lengkapnya, Bela.
Buang malapetaka lewat upacara ruwat
Sebelum membahas lebih jauh tentang manusia-manusia yang harus diruwat, maka bisa menggali informasi tentang upacara ruwat. Ruwat dalam keratabasa Jawa, dapat diartikan "kudu bisa luru lan bisa ngrawat", yang bermakna harus bisa mencari dan merawat.
Ruwat menjadi salah satu upacara dalam kebudayaan Jawa, yang ditujukan untuk membuang keburukan atau menyelamatkan sesuatu dari sebuah gangguan. Seseorang yang telah diruwat, diharapkan mendapat keselamatan, kesehatan, dan ketenteraman kembali.
Gelaran wayang kulit dalam upacara ruwat
Pada umumnya, pangruwatan Murwa Kala, dilakukan dengan pagelaran pewayangan. Nantinya, akan membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus, yang memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan.
Pagelaran wayang menjadi acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak. Maka dari itu, kini pelaksanaan ruwat dengan pagelaran wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan.
Biasanya, proses ruwat ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran, lalu akan dilaksanakan pada siang hari. Saat pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala, biasanya diperlukan perlengkapan sebagai berikut.
1. Alat musik jawa (gamelan)
2. Wayang kulit satu kotak (komplit)
3. Kelir atau layar kain
4. Blencong atau lampu dari minyak.
15 jenis orang harus diruwat menurut Kitab Centini
Selanjutnya, berbicara tentang orang yang dianggap sukerto atau manusia "panas". Ternyata, ada cukup banyak jenis manusia sukerto yang tersurat di berbagai kitab Jawa kuno.
Namun, kalau melihat rincian dari Kitab Centini (1814), jilid 2, edisi Latin terbitan Yayasan Centini Yogyakarta, di halaman 296 - 298. Manusia sukerto terbagi menjadi 15 jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Ontang-anting: anak tunggal laki-laki.
2. Unting-unting: anak tunggal perempuan.
3. Uger-uger lawang: dua orang anak laki-laki semua.
4. Kembang sepasang: dua orang anak perempuan semua.
5. Gedhana-gedhini: dua orang anak, laki-laki dan perempuan.
6. Gedhini-gedhana: dua orang anak perempuan dan laki-laki, yang tua perempuan.
7. Pendawa: lima orang anak laki-laki semua.
8. Pendawa ngayomi: lima orang anak perempuan semua.
9. Pendawa madangake: lima orang anak, empat orang di antaranya laki-laki.
10. Pendawa apit-apit: lima orang anak, empat di antaranya perempuan.
11. Ontang-anting lumunting tunggaking aren: anak tunggal yang di tengah kedua alisnya terdapat titik putih bermuka pucat.
Lalu 11 macam manusia sukerto yang disebabkan oleh “cacat kodrati” atau cacat kelahiran di atas, menjadi mangsa pokok Betara Kala yang harus diruwat. Kecuali itu, Kitab Centini menyarankan pula empat jenis manusia sukerto yang perlu diruwat karena kelalaian atau perilaku manusia itu sendiri.
Empat jenis kelalaian manusia yang konon juga jadi mangsa empuk Batara Kala tersebut, di antaranya sebagai beriku.
12. Batang angucap: jika seseorang berjalan di saat tengah hari tepat, tanpa bersumping di atas telinganya, tanpa berdendang, dan tidak mengunyah sirih.
13. Jisim lumaku: jika dua orang berjalan di saat tengah hari tepat, tanpa bersumping di atas telinganya, tanpa berdendang, dan tidak mengunyah sirih.
14. Mancah: orang yang sengaja mengalami Betara Kala mencari mangsa yang menjadi jatahnya.
15. Tiba sampir: bayi yang lahir bertepatan dengan tersenggaranya wayang kulit di desanya.
Pemberian sego berkat dan bunga tujuh rupa
Selama pelaksanaan ruwat, biasanya para peserta akan memulai acara dengan membaca doa-doa dalam bentuk bahasa Arab ataupun bahasa Jawa. Lalu, dilanjutkan dengan mendengar cerita wayang sembari mendapat nasi yang disebut sego berkat, berupa nasi kuning dengan lauk ayam kampung.
Nantinya, saat selesai acara akan ditutup dengan doa serta membawa pulang bunga tujuh rupa. Pemberian bunga tujuh rupa tersebut, dianjurkan untuk dibuat mandi para peserta ruwat. Jadi, apakah kamu termasuk orang-orang yang harus diruwat, Bela?