Tidak ada kata terlambat, mungkin itu kalimat yang mewakili film Pesantren yang sudah tayang premier di Bioskop Online pada 24 Mei 2023. Mengingat, film ini sebenarnya sudah diproduksi sejak tahun 2012 sehingga membuat penayangannya tahun ini mendapat sambutan hangat dari banyak pihak.
Secara spesial, dalam momen penayangan film Pesantren oleh Bioskop Online ini secara perdana dilakukan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. Bahkan, dihadiri oleh Shalahuddin Siregar selaku Sutradara dan Produser film Pesantren, Hj. Masriyah Amva sebagai Kepala Pendidikan Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, hingga para siswa-siswi dari Madrasah Aliyah kawasan Jakarta.
Latar cerita di pondok pesantren kawasan Cirebon
Adanya penggarapan film Pesantren ini memang mendapat dukungan penuh dari Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy yang ditunjuk sebagai latar cerita secara keseluruhan.
“Saya berharap dengan penayangan film Pesantren dapat memberikan pandangan baru. Tentang kehidupan santri dan tentu tentang kesetaraan gender, di mana Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy memiliki kepala seorang wanita. Karena kesetaraan gender itu bukan untuk merusak agama, bukan untuk merusak ajaran-ajaran, tapi untuk menguatkan agama kita,” pungkas Hj. Masriyah Amva, Pimpinan Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy.
Meski penayangan film ini di Bioskop Online terpaut waktu yang cukup jauh dari proses produksi, namun tak memadamkan rasa optimisme Head of Content Bioskop Online, Muhammad Ivan Pratama untuk tetap memilih film Pesantren sebagai tayangan premiernya kali ini.
“Film ini banyak dicari dan ditunggu penonton. Karena animo yang tinggi tersebut membuat kami yakin untuk menayangkan film ini. Dengan kualitas yang bagus, disertai dengan pencapaian seperti pernah terpilih di festival internasional, dapat mewakili bahwa film ini menggambarkan keunikan dari sebuah agama dan disajikan dengan cara yang menghibur, yang dapat memberikan pandangan tentang sisi lain dari agama itu sendiri,” ungkap Muhammad Ivan Pratama, Head of Content Bioskop Online.
Arahan sutradara Shalahuddin Siregar
Film Pesantren sendiri menjadi hasil karya sutradara Shalahuddin Siregar dan merupakan film dokumenter. Tujuan pembuatan film ini mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penghuni Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, salah satu pesantren tradisional terbesar di Cirebon.
Sekolah tersebut berbasis agama Islam yang dipimpin seorang ulama perempuan, dan kiranya telah menjadi rumah bagi 2000 santri putra dan putri. Melalui kisah dua santri dan dua guru muda, kita dibawa untuk mengenal lebih dekat kehidupan para santri dan apa yang mereka pelajari.
Awal pembuatan film Pesantren ini sudah terpikirkan sejak 2012 lalu. Sejak sang sutradara menggarap film dokumenter Negeri di Bawah Kabut.
"Salah satu karakter di film dokumenter panjang pertama saya Negeri di Bawah Kabut adalah anak 12 tahun bernama Arifin yang ingin masuk SMP Negeri, tetapi orang tuanya tidak mampu menyekolahkan ke sekolah negeri. Akhirnya mereka mengirim Arifin ke pesantren. Namun ada orang-orang yang menyayangkan keputusan mengirimkan Arifin ke pesantren karena mereka mengira dia akan dididik menjadi teroris,” tutur Shalahuddin Siregar selaku Sutradara dan Produser Film Pesantren.
Proses produksi film 'Pesantren' sejak tahun 2012
”Saya merasa terganggu dengan stigma itu, jadi setelah 2012 saya berusaha mencari bagaimana caranya supaya bisa membuat film tentang pesantren. Selain terganggu, saya akhirnya jadi sadar juga bahwa meski Islam sejak lahir, pertanyaannya adalah apa yang kita tahu tentang pesantren? Jadi premisnya adalah saya mencari tahu apa yang diajarkan di dalam pesantren,” sambungnya.
Meski film ini sempat alami masalah jadwal tayang karena pandemi COVID-19, namun tak disangka tetap mendapat apresiasi penuh dan komentar positif dari publik. Akan hal tersebut, membuat film Pesantren masuk dalam kompetisi XXI Asiatica Film Festival 2020 dan terpilih di International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) 2019. IDFA adalah festival dokumenter paling bergengsi dan terbesar di dunia.
Sabet banyak penghargaan festival film internasional
Film ini juga telah tayang di Madani International Film Festival dan sempat ditayangkan di The University of British Columbia pada Maret 2022. Bahkan, dalam penayangannya kali ini juga mendapat ulasan positif dari ulama muda Ustaz Dennis Lim.
”Senang melihat film Pesantren, karena melihat perjuangan para santri menuntutl ilmu. Dengan segala keterbatasannya, lelah dan capeknya, dengan jiwa yang masih bersih mereka bisa ketawa, senang-senang, bahagia. Satu penderitaan sama teman-temannya sampai lulus, memperjuangkan perjuangannya masing-masing. Saya selalu senang melihat bagaimana orang-orang menuntut ilmu. Bismillah kedepannya mudah-mudahan Indonesia punya masa depan yang cerah lewat pemuda-pemuda ini," ucap Ustaz Dennis Lim.
Hadir sebagai tontonan sekaligus tuntunan
Rilis menjadi film dokumenter, membuat film ini menyita waktu sekitar tiga tahun hanya untuk pengambilan gambarnya. Apalagi, sutradara Shalahuddin Siregar dan Pimpinan Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy benar-benar ingin memperlihatkan ke penonton bagaimana keseharian para santri, ustaz pengajar, hingga perjuangan kuat para perempuan untuk mengembangkan pondok pesantren ini.
Saat melihat film Pesantren, cukup menjawab pertanyaan saya tentang "Kira-kira kalau orang hidup di pondok pesantren ngapain aja ya?". Sepanjang menonton film saya melihat bagaimana santri yang tetap nyenyak meski tidur di ubin, baca kitab kuning dengan Bahasa Arab gundul dari pagi buta, cuci baju sendiri meskipun nantinya basah diguyur hujan. Ada pula santri yang sangat senang dikunjungi oleh orangtuanya meski hanya bertemu hitungan menit, hingga melihat santri yang tetap mendengar ceramah meski sebenarnya ngantuk berat.
Tepis skeptis tentang kehidupan pondok pesantren
Tontonan yang cukup ringan, namun saat menyelipkan realita kehidupan para santri yang benar-benar mengharu biru dan ketika menyuguhkan guyon sangat menggelitik perut. Dalam film Pesantren ini, keseharian para ustaz dan ustazahnya pun cukup mencuri perhatian saya. Terlebih, saat melihat bagaimana tiap satu ustaz harus bisa memberi arahan kepada hampir 100 santri tiap pertemuannya.
Kalau dari segi sinematografi, kiranya tak menghadirkan pengambilan gambar yang neko-neko alias tiap scene diambil secara natural. Saat menikmati film Pesantren saya cukup terbawa suasana saat di awal mendengar merdunya lantunan ayat suci dan selawat "Syi'ir Tanpo Waton" milik mendiang Gus Dur.
Kiranya, film Pesantren hadir di saat sekarang banyak orang mempunyai skeptis tentang pendidikan di pondok pesantren. Kalau kamu juga ingin menyaksikan film Pesantren di Bioskop Online dapat membeli tiketnya seharga Rp15 ribu lewat situs www.bioskoponline.com atau melalui aplikasi Bioskop Online. Semoga bermanfaat, Bela.