Isu kesetaraan gender hingga dewasa ini selalu menjadi hal yang masih disalahartikan oleh banyak orang, salah satunya di Indonesia. Bahkan masih ada yang beranggapan, bahwa kesetaraan gender hanya sebagai tindakan atau kampanye dalam menomorsatukan perempuan.
Hal tersebut, umumnya disebabkan karena kurang sumber informasi dan pengetahuan seputar kesetaraan gender di kalangan masyarakat. Perlu adanya pemahaman bahwa perempuan berhak diperlakukan adil dan sama di ruang publik, mulai dari hal sederhana sampai hal yang lebih kompleks. Maka, berikut contoh bentuk kesetaraan gender bagi perempuan.
1. Penghapusan stereotype antara perempuan dan laki-laki
Semua bentuk ketidakadilan gender sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype (pelabelan) gender laki-laki dan perempuan. Melihat kenyataannya, pelabelan negatif seringkali ditimpakan kepada perempuan.
Seperti contoh perempuan dianggap cengeng, suka digoda, dan perempuan dianggap hanya menjadi beban. Pelabelan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
2. Beban ganda pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin
Budaya patriarki di Indonesia menjadi hal yang masih sangat kental. Seperti contoh, pemikiran bahwa pekerjaan mengurus rumah hanya boleh dilakukan oleh perempuan, dan laki-laki dianggap tidak pantas. Sehingga banyak laki-laki enggan membantu istri melakukan pekerjaan rumah, meskipun istrinya sudah seharian bekerja di luar rumah.
Adanya situasi demikian, menyebabkan beban ganda (double burden) bagi perempuan. Beban ganda pada perempuan dianggap sebagai ketidakadilan gender karena dapat memicu stres bagi perempuan yang disebabkan beratnya tuntutan di dunia kerja dan dalam rumah tangga.
3. Tidak ada penilaian lebih rendah terhadap perempuan
Istilah subordinasi menjadi penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Menjadi hal umum di masyarakat, bahwa gender perempuan dianggap tidak berdaya. Sehingga, kerap kali perempuan hanya boleh di rumah tanpa melakukan apa-apa.
Supaya perempuan menjadi berdaya, baik di urusan domestik ataupun publik, ada tiga kondisi yang harus dipenuhi. Tiga kondisi tersebut adalah berpendidikan tinggi, memiliki akses terhadap informasi, dan kemampuan memanfaatkan informasi untuk mengakses berbagai kesempatan dan peluang karier yang memerlukan kompetensi.
4. Perempuan berhak mendapat ruang gerak sama di masyarakat
Anggapan bahwa suatu peran hanya bisa dilakukan oleh satu jenis kelamin, harus dipahami masyarakat sebagai pemahaman yang keliru. Misalkan saja, perempuan tidak ikut andil dalam menentukan kebijakan hak-hak buruh perempuan. Padahal kenyataannya, perempuan tetap memiliki posisi penting di masyarakat untuk menentukan keputusan, demi keadilan bagi perempuan maupun laki-laki.
5. Perempuan tak lagi dianggap miskin ilmu
Salah satu hal yang menghambat akses pendidikan bagi perempuan adalah faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang rendah. Di masa lalu, masyarakat cenderung memilih menghentikan pendidikan anak perempuan ketimbang anak laki-laki.
Pemikiran bahwa perempuan harus mengurus keluarga menyebabkan perempuan miskin ilmu. Maka, perlu dukungan agar kaum perempuan diberikan akses seluas-luasnya dalam memperoleh pendidikan. Sehingga, perempuan dapat melaksanakan perannya, sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
6. Tidak menerima kekerasan fisik ataupun nonfisik
Tindak kekerasan (violence) baik fisik ataupun nonfisik banyak diterima perempuan, bahkan di lingkup rumah tangga ataupun ruang publik. Hal tersebut didukung dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, sehingga menjadi alasan untuk diperlakukan semena-mena.
Aksi pemukulan, penyiksaan dan perkosaan mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan bagi para korban. Tentu ini merupakan aksi melanggar hak seseorang untuk diperlakukan baik oleh sesama.
7. Tidak ada kesenjangan di dunia pekerjaan
Perempuan dalam dunia kerja terkadang masih kerap mendapatkan diskriminasi. Mulai dari jam kerja, sampai gaji. Bahkan dalam pendaftaran di suatu pekerjaan pun perempuan kerap dikategorikan untuk bidang tertentu, misalnya harus terlihat menarik, cantik, berbadan tinggi, langsing, sampai berwarna kulit tertentu.
Untuk meraih kesetaraan gender di dunia pekerjaan, pemimpin perusahaan harus mengerti juga seksualitas pada manusia. Misalkan perempuan yang sedang hamil diberi toleransi jam kerja atau cuti beberapa waktu sampai kondisinya memungkinkan untuk bekerja lagi. Bukan malah beralasan jika diberi waktu cuti akan mengganggu produktivitas perusahaan.
8. Mendapatkan ruang untuk berpolitik
Perempuan masa kini sudah menempati posisi di bidang pemerintahan, birokrasi, dan politik. Hal ini sudah menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan kesetaraan gender.
Namun, mungkin saja posisi pejabat perempuan untuk andil dalam membuat kebijakan masih kurang diperhatikan. Tidak hanya itu, perempuan juga berhak untuk menjadi seorang pemimpin organisasi bahkan negara.
9. Dapat hak kepemilikan yang sama
Hukum Perdata di Indonesia menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kepemilikan yang sama. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga menjelaskan bahwa perempuan memiliki hak kepemilikan yang sama.
Perempuan di Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke properti, tanah, dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit. Sebuah keputusan ini dibuat untuk keadilan dan menghindari tidak diuntungkannya perempuan atas dominasi laki-laki yang memanfaatkan kelemahan hukum yang ada.
Itulah tadi beberapa bentuk kesetaraan gender bagi perempuan yang kita wajib ketahui. Semoga saja dengan mengetahui hal ini hak-hak perempuan dapat terpenuhi dan tidak ada lagi diskrimnasi terhadap gender tertentu.