Tahun baru 2022 hanya tinggal menghitung hari. Tak lama lagi, seluruh orang di dunia akan merayakan malam pergantian tahun dengan berbagai cara yang meriah. Namun, tahukah kalian, jika perayaan tahun baru ini sudah ada sejak zaman Kekaisaran Romawi?
Lantas, seperti apa kisah sejarah perayaan tahun baru tersebut?
1. Julius Caesar dan penanggalan baru
Dalam buku Senate and General: Individual Decision-making and Roman Foreign Relations, 264-194 B.C. (1987) karya Arthur M. Eckstein dituliskan, jika tidak lama setelah penobatan Julius Caesar sebagai kaisar pada 45 SM, ia memberlakukan penanggalan baru. Hal ini bertujuan untuk mengganti penanggalan atau kalender tradisional yang digunakan sejak 7 SM.
Julius Caesar mendesain ulang hitungan kalender dengan menggunakan acuan rotasi matahari. Kalender ini diklaim lebih sempurna daripada kalender-kalender sebelumnya. Kemudian, bersama dengan Senat Romawi ia memutuskan jika tanggal 1 Januari digunakan sebagai hari pertama dalam penanggalan baru tersebut.
2. Alasan di balik nama bulan "Januari"
Penggunaan nama bulan Januari diambil dari nama salah satu dewa dalam mitologi Romawi, yakni Dewa Janus. Menurut buku yang disusun oleh Katie Kubesh, Niki McNeil, dan Kimm Bellotto berjudul New Year's Celebrations (2007), alasan dipilihnya nama Dewa Janus dalam penanggalan baru bangsa Romawi itu adalah karena sang Dewa memiliki dua wajah yang saling membelakangi.
Menurut kepercayaan orang-orang Romawi, Dewa Janus dipercaya sebagai God of Beginnings, dewa jalan, gerbang, dan pintu Romawi. Dengan wajah yang saling menghadap ke dua arah yang berbeda, orang-orang Romawi pun membayangkan, jika salah satu wajah Dewa Janus menghadap ke tahun lama, dan sisi wajahnya yang lain menghadap ke tahun baru.
Maka dari itu, sejak diberlakukannya penanggalan baru tersebut, setiap tengah malam jelang pergantian tahun baru, yaitu tanggal 31 Desember, para orang Romawi akan menggelar perayaan untuk menghormati sang Dewa.
3. Tradisi orang Romawi di malam tahun baru
Orang-orang Romawi yang merayakan tahun baru yang sekaligus melakukan penghormatan kepada Dewa Janus pun memiliki tradisi yang masih 'dilestarikan' hingga saat ini. Beberapa tradisi di antaranya adalah dengan saling memberikan hadiah pada malam pergantian tahun dan menghiasi rumah serta lingkungan sekitar dengan lampu berwarna-warni.
Bagi orang Romawi, pemberian hadiah tadi melambangkan keberuntungan. Mereka biasanya memberikan hadiah yang penuh makna, seperti ranting pohon keramat, perak, atau emas. Sedangkan, menghias rumah dan lingkungan sekitar dengan cahaya adalah bentuk pengharapan mereka. Mereka berharap, kehidupan pada satu tahun ke depan akan dilewati dengan penuh cahaya dalam hidup.
Mereka juga menyiapkan beberapa jenis makanan, seperti madu dan permen yang dianggap sebagai simbol kedamaian. Selain itu, sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Janus, mereka akan mempersembahkan koin-koin emas bergambar Dewa Janus dengan harapan, jika Dewa tersebut akan selalu memberkati kehidupan mereka selama setahun ke depan.
4. Rumusan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun
Ditetapkannya tanggal 1 Januari sebagai awal tahun dalam penanggalan baru tadi bukan tanpa alasan. Sebab, penetapan tersebut memiliki rumusan tersendiri. Seperti yang tertulis dalam Astronomical Observations (2009) suntingan Erik Gregersen. Sang Kaisar Agung, Julius Caesar meminta bantuan seorang ahli astronomi dan matematika dari Alexandria bernama Sosigenes.
Sang ahli pun menyarankan, agar penanggalan baru tadi dibuat dengan mengikuti perputaran matahari, seperti apa yang sudah diterapkan oleh orang-orang Mesir Kuno, dimana satu tahun dihitung 365 seperempat hari.
Sang kaisar pun menyetujui hal tersebut dan menambahkan 67 hari pada 45 SM, sehingga di tahun selanjutnya, yaitu 46 SM mereka bisa memulainya dengan tanggal 1 Januari.
Tak sampai di situ. Untuk menghindari kejanggalan dalam rumusan penanggalan baru tersebut, sang Kaisar menyarankan supaya menambahkan satu hari pada bulan kedua atau Februari setiap empat tahun sekali. Hal ini jugalah yang menjadi asal usul tahun kabisat.
Akhirnya, penanggalan baru itu dikenal dengan nama Kalender Julian di mana nama "Julian" diambil dari nama Julius (Juli) Caesar.
5. Perhitungan awal tahun Masehi
Belum memasuki tahun Masehi saat Kalender Julian diterapkan. Tahun Masehi dihitung mulai kelahiran Yesus (Isa Al-Masih) dari Nazaret yang kemudian mulai diadopsi di Eropa Barat pada abad ke-8, di mana hal tadi digunakan untuk menghitung tanggal Paskah berdasarkan tahun pendirian Roma.
Kalender Gregorian pun hadir sebagai hasil modifikasi dari Kalender Julian, dimana Kalender Gregorian pun akhirnya disetujui oleh pemimpin umat Katolik tertinggi di Vatikan, Paus Gregorius XIII pada tahun 1582.
Pada tahun yang sama pula, Paus menetapkan, jika tanggal 1 Januari adalah tahun baru pertama. Sejak saat itulah, malam pergantian tahun dirayakan setiap tahunnya dengan semarak di seluruh dunia.
FYI, tak lama sebelum sang Kaisar Agung Julius Caesar tewas terbunuh, ia mengubah beberapa nama bulan, seperti bulan Quintilis menjadi bulan Juli yang diambil dari namanya, dan bulan Sextilis menjadi bulan Agustus yang diambil dari nama pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Agustus.
Saat ini tanggal 1 Januari hampir secara umum diakui sebagai awal tahun. Meskipun ada beberapa negara, seperti Afghanistan, Ethiopia, Iran, dan Nepal yang merayakan awal tahun tergantung dengan konvensi penanggalan mereka sendiri.
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Sejarah Perayaan Tahun Baru Sejak Zaman Kekaisaran Romawi" ditulis oleh Ines Melia