Saat film Gladiator pertama rilis di tahun 2000 silam, saya masih terlalu muda untuk menontonnya. Maka dari itu, saat film ini dikabarkan merilis sekuelnya, saya kurang merasakan vibes-nya. Namun, saya ikut penasaran bagaimana eksekusi sekuel ini kelak mengingat film pertamanya meraup begitu banyak kesuksesan pada masanya.
Sebagai informasi, Gladiator meraih sukses besar dan mendapatkan lebih dari US$465 juta secara global, serta menjadi film kedua dengan pendapatan tertinggi pada tahun 2000. Film ini pula mengangkat aktor Russell Crowe ke puncak ketenaran dunia. Gladiator menerima 12 nominasi Oscar® dan memenangkan lima di antaranya, termasuk Best Picture.
Waktu yang ditunggu pun tiba. Setelah dua dekade berlalu, Gladiator II rilis secara global. Film ini menjanjikan intrik dan ketegangan yang sama dengan pendahulunya.
Sinopsis: kembalinya sang pangeran ke Colosseum
Di bawah kepemimpinan Kaisar Kembar yang kejam, egois, dan serakah, Roma terus melakukan banyak penyerangan ke daerah-daerah di sekitarnya. Penaklukan ini dilakukan hanya demi memuaskan hasrat Sang Kaisar yang tak kenal ampun.
Jenderal Marcus Acacius (Pedro Pascal) terpaksa menuruti perintah Sang Kaisar demi keamanan hidup keluarganya. Di sisi lain, ia telah lelah berperang dan tahu bahwa apa yang dilakukannya untuk menyenangkan hati Kaisar adalah hal yang salah.
Di sisi lain, akibat penaklukan Namidius, Hanno (Paul Mescal) menjadi tawanan perang. Ia pun dibawa ke Roma untuk dijual sebagai budak. Berkat kecerdikannya dalam berkelahi, Hanno menarik perhatian Macrinus (Denzel Washington) yang menginginkannya menjadi seorang Gladiator.
Dijanjikan kebebasan, Hanno akhirnya menuruti Macrinus untuk bertarung di Colosseum. Dari pertarungan demi pertarungan, rahasia paling terdalam Hanno akhirnya terbuka. Hal ini bukan hanya membuat Macrinus terkejut, tapi juga seluruh rakyat Roma.
Penceritaan yang rapi dan nggak akan bikin kamu roaming
Jika melihat timeline dari Gladiator II, kisah ini hanya berjarak 16 tahun setelah peristiwa di Gladiator selesai. Beberapa tokoh dari film sebelumnya, beserta footage untuk memperkuat cerita masih terus disebutkan di dalam dialognya. Namun, kamu nggak perlu khawatir, Bela. Kamu tetap masih bisa mengikuti kisahnya tanpa perlu menonton film sebelumnya, kok.
Meski penulisnya berbeda dengan Gladiator di tahun 2000, di bawah arahan sutradara yang sama, yakni Ridley Scott, Gladiator II sama sekali nggak kehilangan ciri khasnya. Kisah yang rapi, penokohan yang kuat, hingga adegan bertarung yang kejam, masih disuguhkan dengan epik di dalam film ini.
Efek visual yang jauh lebih menakjubkan
Sutradara Ridley Scott memimpin tim produksi berbakat untuk mewujudkan kisah ini. Gladiator II melibatkan stunt dan efek visual yang jauh lebih menakjubkan daripada yang mungkin dilakukan pada tahun 2000. Dari invasi air ke benteng kuno hingga adegan pertempuran laut di Colosseum yang telah dibanjiri, film ini adalah proyek ambisius yang menguji keterampilan terbaik para pekerja film.
"Ada kegembiraan luar biasa dalam membuat film sebesar ini. Pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dalam setiap detail. Dan semakin Anda menyebarkan ide-ide, semakin banyak sinergi yang tercipta," ujar Ridley Scott.
Dari efek visual yang menakjubkan ini, kamu akan melihat bagaimana Colosseum Roma yang identik dengan nuansa kering, bisa menjadi kolam yang besar lengkap dengan pemangsanya. Selain itu, efek ribuan orang yang memadati Colosseum hingga adegan perang yang melibatkan banyak pasukan membuat film ini terlihat begitu kolosal.
Akting memukau sang para aktor
Jangan lupakan para aktor yang sudah menyajikan adegan demi adegan tak terlupakan sepanjang film. Peran utama Paul Mescal sebagai Hanno memang menarik perhatian. Namun, jika boleh dibandingkan, karakternya kurang menonjol dengan penampilan memukau Pedro Pascal sebagai Acacius dan Denzel Washington sebagai Macrinus, sponsor gladiator yang penuh ambisi.
Denzel menghadirkan kualitas Shakespearean yang luar biasa dalam peran antagonis, hampir mengalihkan fokus cerita kepadanya di klimaks film. Meski karakter Hanno kurang ekspresif dibandingkan tokoh Maximus di film pertama, Kaisar Kembar yang jahat, Geta (Joseph Quinn) dan Caracalla (Fred Hechinger), tampil mencuri perhatian dengan gaya khas Game of Thrones yang memikat.
Adegan final antara Mescal dan Pascal berhasil mengakhiri film dengan intensitas emosional yang tinggi, memperlihatkan hubungan antara balas dendam dan pengampunan yang lebih dalam.
Jika kamu sedang mencari tontonan yang epik dan penuh darah, Gladiator II wajib menjadi wishlist kamu, nih, Bela.