Kredibilitas Joko Anwar sebagai seorang sineas memang tak perlu diragukan lagi. Beberapa film karyanya sukses besar di pasaran dan berhasil ditayangkan di beberapa negara dan mengikuti festival film berskala internasional. Salah satu filmnya yang paling sukses adalah Pengabdi Setan yang bahkan sampai ditayangkan di Thailand.
Tak puas, Joko kembali terus produktif dengan membuat kembali film. Lewat tangan dinginnya, kini kita bisa menyaksikan film Gundala sebagai pembuka Jagat Sinema Bumilangit atau yang lebih dikenal dengan nama Bumilangit Cinematic Universe.
Tak mudah memang membuat film yang berkualitas. Selain membutuhkan kreativitas yang tinggi, film yang bagus juga nggak dibuat dalam waktu singkat.
Ditemui saat acara Gala Premier Gundala, di Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, kepada Popbela Joko Anwar berbagi kisah perjuangannya membuat film. Bagaimana kisahnya?
Butuh Waktu Dua Tahun untuk Membuat Gundala
Film superhero mungkin menjadi tema baru bagi perfilman Indonesia. Selain kesulitan dari segi teknik, ide dan jalan cerita menjadi kendala tersendiri bagi para sineas untuk membuat film bertema pahlawan super. Apalagi, film besutan Marvel dan DC Comic selalu menjadi patokan para filmmaker Indonesia untuk membuat tontonan dengan tema serupa.
Untuk membuat film pahlawan super lokal, nggak ada yang nggak mungkin bagi Joko.
“Sebenarnya Indonesia punya kan karakter-karakter superhero lokalnya sendiri. Kenapa itu nggak diangkat dan dikembangkan menjadi film?” ungkap Joko.
Memang tak mudah untuk membuat film superhero lokal, namun Joko nggak menyerah. Meskipun itu artinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggarapnya.
“Pembuatan film ini dari mulai penulisan naskah sampai tayang kurang lebih membutuhkan waktu dua tahun. Naskah ditulis sejak September 2017, mulai proses syuting di 2018 dan akhirnya tayang sekarang. Dari semuanya, proses terlama itu saat finishing, sekitar delapan bulan. Karena harus ada editing, penambahan special effect dan lainnya,” ungkap Joko.
Film yang Berkelanjutan, Proses Perjuangan Seorang Sutradara Terberat
Tak mudah memang membuat film superhero yang diadaptasi dari komik. Sebab, banyak hal harus disesuaikan. Namun, bukan itu yang menjadi perjuangan terberat Joko saat membuat film. Film yang berkelanjutanlah yang menjadi proses perjuangan terberat seorang sutradara.
“Hal paling struggle yang aku alami saat mengerjakan proyek film adalah bagaimana aku bisa membuat film ini terus berkelanjutan. Pasti semua orang ingin filmnya sukses. Jadi nggak setelah selesai terus sudah. Tapi, aku harus pastikan film ini berkelanjutan dengan cara membuat film yang sesuai dengan sensibilitas masyarakat saat ini.”
Gundala, Film yang Melengkapi Komik
Sebagai penggemar berat komik Gundala, Joko ingin film buatannya dapat diterima oleh penonton Indonesia, termasuk mereka yang sama sekali belum membaca komiknya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri baginya.
“Aku memang suka banget sama Gundala, aku ingin orang-orang tahu kalau Indonesia juga punya pahlawan super mereka sendiri. Tapi, aku nggak bisa mengadaptasi komik Gundala begitu saja menjadi film karena pemahaman penonton Indonesia saat ini beda kan sama pembaca komiknya dulu. Itu tantangan buat aku untuk bagaimana menulis naskah yang baik sehingga film ini bisa berkesinambungan terus,” kata Joko.
Ketika ditanya soal perbedaan antara komik dan film, Joko mengatakan bahwa memang nggak semuanya sama persis. Namun, film dan komik Gundala adalah sesuatu yang saling melengkapi satu sama lain.
“Kalau kamu baca komiknya, kamu akan menemukan banyak perbedaan dan pertanyaan soal perbedaan antara komik dan filmnya. Aku memang sengaja membuat berbeda seperti ini karena film dan komik Gundala saling melengkapi satu sama lain. Bukan diadaptasi banget. Supaya tahu bedanya, langsung nonton saja ya filmnya,” tutup Joko.