Pandemi telah memaksa banyak orang untuk mengaktifkan survival mode mereka. Setiap orang dipaksa bertahan karena berbagai alasan. Mulai dari segi ekonomi, kesehatan, hingga mental. Tentu hal ini bukanlah perkara mudah.
Sama seperti Teddy Adhitya. Musisi sekaligus penulis lagu ini bahkan merasakan titik terendahnya saat pandemi ini. Ia bahkan sempat 'menghilang' dari peredaran untuk berkontemplasi dan kemudian bangkit kembali melalui tiga karya yang bertautan.
Selama tiga minggu berturut-turut, sejak 25 Agustus 2021 hingga 8 September 2021, Teddy merilis tiga lagu yang ia tulis sebagai bentuk curahan hatinya. Lagu ini bukan saja sebagai ekspresi jujur seorang Teddy Adhitya, tapi juga membuat Teddy lepas dari zona nyamannya. Dalam trilogi ini, Teddy pertama kali menuliskan lirik dalam bahasa Indonesia, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan dalam karier bermusiknya.
Penasaran dengan tiga lagu baru Teddy Adhitya? Simak dan dengarkan masing-masingnya berikut ini.
"Langit Favoritku"
"Langit Favoritku" merupakan lagu pembuka dalam rangkaian trilogi. Di lagu ini Teddy bercerita tentang proses dirinya untuk berdamai dengan memori dan kenangan dengan merayakan rasa.
Kesadaran bahwa terdapat sebuah pembelajaran kehidupan di dalam setiap peristiwa yang terjadi, membuat kita mulai paham soal rasa yang kita alami. Semua rasa itu muncul dari kenangan-kenangan yang kita punya.
“Langit Favoritku” adalah hasil kontemplasi diri yang terlahir berdasarkan pengalaman pribadi saat Teddy melewati fase kehidupan yang cukup berat dengan masalah yang datang bertubi-tubi.
Proses penulisan lagu ini dimulai ketika Teddy menyepi selama dua bulan di Bali pada awal tahun 2021. Lagu ini sekaligus menjadi perkenalan karya perdananya dalam Bahasa Indonesia.
"Semestinya."
Jika “Langit Favoritku” adalah sebuah narasi tentang merayakan rasa dan melepaskan kenangan masa lalu, “Semestinya.” bercerita tentang sudut pandang dalam pencarian kembali jati diri yang terlupakan.
Bagi Teddy, melepas keterikatan terhadap kenangan dan masa lalu bukanlah sesuatu yang mudah. Nostalgia yang terlalu berlarut bisa membuat kita lupa atas identitas jiwa dalam menjalani hidup yang terus bergerak dan berubah.
Meskipun menjadi single kedua, “Semestinya.” adalah lagu pertama yang terlahir dalam rangkaian rilisan ini.
"Ambil alih kendali diri, kembali semestinya"
Jujur saja, lirik di atas sangat berkesan untuk saya. Sebab, sadar atau tidak, terkadang kita tidak bisa mengendalikan diri dan memaksakan jiwa untuk menjalani hidup layaknya orang lain. Hal ini membuat kita lupa akan identitas diri sendiri. Maka dari itu, kembali dan menjalani hidup dengan semestinya menjadi kunci hidup tenang, bukan?
"Masa Depan"
"Masa Depan" menjadi penutup dari trilogi karya Teddy Adhitya yang berisikan tiga lagu bertautan. Di dalam lagu yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya ini, Teddy bercerita bahwa untuk memperbaiki suatu keadaan, semua perubahan harus dimulai dari tiap diri masing-masing.
"Setengah mati jinakkan ombak
Setengah hati hidup kurombak"
Saat kali pertama mendengarkannya, saya langsung tertampar oleh lirik di atas. Kita terlalu sering berusaha menjinakkan ombak, padahal ombak tidak akan pernah bisa dijinakkan. Hal yang bisa diubah hanyalah pola pikir kita sendiri tentang bagaimana cara menghadapi ombak yang ganas, serta mengingat bahwa ombak ganas itu tidak akan menetap selamanya.
"Masa Depan" mengakhiri rangkaian semesta cerita dalam ketiga karya dengan optimisme, bahwa semua yang pernah terjadi dan semua yang akan terjadi adalah perbekalan dan pengharapan untuk masa depan.
Dari tiga lagu baru Teddy di atas, menurut saya ada satu kesamaan, yakni semua musiknya menenangkan. Didominasi oleh petikan gitar akustik, lagu ini bukan hanya mengembalikan mood, tapi juga cocok sebagai teman istirahat di kala lelah dan butuh rehat sejenak.