Di tengah lesunya industri film yang terhantam pandemi, ada satu film Indonesia yang berjaya di festival film internasional. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas berhasil membawa pulang Golden Leopard di ajang Locarno International Film Festival 2021. Film ini menjadi film Indonesia pertama yang berhasil membawa pulang trofi tersebut.
Hal membanggakan lainnya, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga mendapatkan pujian dari berbagai kritikus film internasional yang ikut berkesempatan menyaksikan film tersebut.
Hingga hari ini, film besutan sutradara Edwin tersebut masih berkeliling di berbagai festival film internasional. Seperti, Toronto, Hamburg, Busan, London dan Singapura.
Melihat ulasan positif itu, saya pun ikut penasaran, seperti apa serunya film ini? Belum lama ini, saya berkesempatan untuk menyaksikan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Hasilnya? Film ini benar-benar jauh memenuhi ekspektasi yang saya berikan.
Mungkin bagi sebagian laki-laki, kejantanan dan bisa memuaskan perempuan menjadi kelebihan yang bisa mereka banggakan. Tapi, apa jadinya jika laki-laki tersebut impoten? Padahal di lingkungannya, ia dikenal sebagai jagoan kampung yang bahkan nggak takut mati.
Ajo Kawir (Marthino Lio) mati-matian menyembunyikan kondisi dirinya itu. Ia berusaha mengobatinya dengan datang ke pengobatan alternatif Mak Jerot (Christine Hakim). Sial, belum sembuh impotennya, ia terlanjur jatuh cinta dengan Iteung (Ladya Cheril).
Setelah melewati banyak rintangan, Ajo Kawir dan Iteung akhirnya memutuskan menikah. Meskipun, Iteung tahu Ajo Kawir mungkin tak akan bisa menghamilinya dalam waktu dekat, karena masalah impotennya. Tapi, hal itu nggak mengurangi rasa cinta Iteung kepada Ajo Kawir.
Tanpa mereka berdua sadari, baik Ajo Kawir dan Iteung, keduanya sama-sama menyimpan trauma mendalam yang memengaruhi orientasi seksualnya saat ini.
Menyaksikan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dengan durasi 1 jam 54 menit, saya seolah masuk ke mesin waktu dan mendarat di tahun 80-an. Memang, di tahun tersebut saya belum lahir, tapi saya pernah melihat kehidupan tahun 80-an melalui film yang saya tonton di layar tancap kampung.
Mulai dari warna, pemilihan jenis font yang digunakan sepanjang film, hingga latar lagu 80-an benar-benar menghidupkan film ini. Dave Lumenta, penata musik dalam film ini benar-benar tepat memilih lagu "Sekuntum Mawar Merah" untuk soundtrack lagu ini. Lagu lawas yang dibawakan Elvy Sukaesih tersebut benar-benar menggema di pikiran, karena diputar hingga tiga kali di dalam film.
Pujian lainnya dari saya untuk sang sutradara, Edwin, adalah soal pemilihan pemain untuk menghidupkan para karakternya. Mulai dari Marthino Lio yang sangat pas memerankan Ajo Kawir, si preman kampung yang tak takut mati; Ladya Cheryl, sebagai perempuan badass yang bukan cuma menjadi kekasih, tapi juga jagoan yang punya kekuatan setara dengan Ajo Kawir; serta Christine Hakim yang sukses memerankan Mak Jerot, pelacur yang juga berprofesi sebagai dukun khusus pengobatan alat vital laki-laki.
Reza Rahadian, si spesialis pemeran utama, di sini bertransformasi menjadi pemeran pendukung. Ia menjadi preman saingan Ajo Kawir yang penampilannya jauh dari kesan necis yang biasanya ia tampilkan di film-film sebelumnya.
Bukan hanya mereka yang telah senior di dunia hiburan, film ini menjadi debut Sal Priadi sebagai seorang aktor. Berperan sebagai Tokek, sahabat Ajo Kawir, Sal Priadi terlihat begitu menikmati perannya dan sangat effortless.
Berbicara soal para pemain, film ini pun menjadi momen comeback Ratu Felisha yang vakum dari dunia hiburan sejak tahun 2016. Jika kamu menyaksikan film ini nanti, kamu pasti akan bingung, di mana Ratu Felisha muncul atau mungkin kamu tidak akan menyadari kemunculannya karena penampilannya yang sangat berbeda.
"Di film ini aku tampil sebagai sosok misterius. Bukan manusia, tapi juga bukan hantu," ungkap Ratu, memberikan sedikit bocoran. Jadi penasaran dengan peran Ratu Felisha, kan?
Menurut saya, film ini bukan hanya menyuguhkan kisah anti-mainstream. Lebih dari itu, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menyisipkan pesan tentang para penyintas kekerasan seksual.
Kasus kekerasan seksual yang menimpa korban, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dapat dianggap remeh. Sebab, hal tersebut menyisakan trauma mendalam yang mungkin tak akan bisa hilang seumur hidup.
Mungkin kita akan melihat sosok Ajo Kawir dan Iteung adalah sosok yang kasar. Namun, di balik itu, sebagai penyintas kekerasan seksual, keduanya memiliki sisi rapuh yang menunggu untuk diselamatkan.