Kisah yang menginspirasi bisa datang dari siapa saja. Bahkan dari mereka yang tidak terduga. Kisah yang menginspirasi tersebut membuat kita introspeksi diri dan menjadi seseorang yang lebih baik lagi.
Salah satu kisah inspirasi yang bisa kita ambil pelajarannya adalah mereka yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan yang mereka miliki. Seperti kisah inspiratif dari tiga panti asuhan di Indonesia ini, Bela. Dari mereka kita bisa belajar untuk lebih bersabar dan bersyukur. Apa saja kisahnya? Baca terus ya!
“Saya sangat sadar dengan apa yang saya hadapi saat ini. Di tempat kami, perpisahan menjadi hal yang kerap harus kami ikhlaskan. Beberapa anak kami tidak bertahan melawan penyakitnya. Namun saya memastikan, sebelum anak tersebut berpulang, ia sempat merasakan kasih sayang dari keluarga kecil ini. Anak di sini beranekaragam usianya, dari Balita hingga ada 1 yang sudah mau kuliah,” ujar Bapak Puger.
Bermula dari belas kasihan kepada seorang anak dari sepasang kakek nenek yang menolak mengurus cucunya sendiri yang mengidap HIV, kini sebanyak 23 anak diasuh oleh Bapak Puger sebagai anaknya sendiri. Berprofesi sebagai seorang tukang parkir, Bapak Puger tentu mengalami kesulitan keuangan, dalam memberi makan dan pengobatan 23 anak asuhnya, hingga terpaksa berpindah-pindah kontrakan karena tidak mampu membayar. Masalah sosial juga tak lepas dari panti ini, dikucilkan warga sekitar yang takut tertular, hingga kesulitan dalam mencari sekolah yang mau menerima anak- anak penderita HIV/AIDS.
Tak terhitung jumlah perpindahan lokasi panti ini akibat penolakan warga yang takut tertular. Bersyukur berkat kebaikan sorang donatur, kini Bapak Puger dan anak-anak sudah tidak perlu berpindah-pindah karena telah memiliki rumah tetap, di samping kuburan, jauh dan terpencil dari keramaian. Menurunnya semangat hidup anak yang telah sadar akan penyakitnya merupakan perhatian utama Bapak Puger untuk terus berjuang merawat dan mengasihi anak-anak ini dengan sepenuh hati. “Tidak banyak kok yang dibutuhkan anak-anak ini, mereka hanya butuh kasih sayang. Itu yang utama paling dibutuhkan dari dalam lubuk hati seorang anak,“ jelas Bapak Puger.
Bapak Joko tidak menyangka dengan profesinya yang nampak tidak mungkin ternyata mampu menampung anak-anak ini. Sebagai seorang driver serabutan, Bapak Joko bekerja dari pagi hingga malam.
“Awal mulanya saya dititipkan anak dari seorang Ibu yang kehilangan suaminya akibat kerusuhan. Ibu itu merasa tak sanggup mengurus seorang diri, saya pun menerima anak tersebut. Semakin lama semakin lama jumlahnya, saya tak sampai hati untuk menolak anak yang berdatangan. Namun seiring bertambah banyaknya anak-anak yang datang, rejeki pun seiring datang dengan tak terduga. Hal ini meyakinkan saya bahwa tidak perlu jadi orang kaya kalau mau bantu orang. Kerja keras dan berdoa, niscaya Allah menyiapkan rejeki untuk kita,” jelas Bapak Joko.
Dengan bermodalkan sebuah warung, Ibu Ferlina menampung dan mengasuh ke-10 anak tersebut kemudian mendirikan Panti Asuhan Bina Balita Mandiri. Pada tahun 2010 panti ini mendapat legalitas dan terus berkembang menjadi semakin besar. Mayoritas anak di yang dititipkan ke Ibu Ferlina berasal dari Kepolisian dan Dinas Sosial. Ada anak yang orang tuanya terbunuh, kecelakaan, difable dan berbagai kasus-kasus lainnya.
“Selain dari Kepolisian dan Dinas Sosial, banyak juga bayi yang dititip ke kita secara personal. Di saat kebanyakan anak belum kenal sama sekali dengan orang tuanya, ada juga beberapa yang sudah cukup besar ketika dibuang orang tuanya sendiri di tengah keramaian. Suatu hari dia mimpi ketemu ibunya. Itu yang paling mengiris hati, namun menjadi semangat saya untuk tidak kemana-mana lagi dan selalu ada untuk mereka,” ujar Ibu Ferlina
Dari sekian anak asuh Ibu Ferlina yang telah tumbuh dewasa dan telah dapat menentukan jalan hidupnya sendiri, terdapat Rian yang hingga kini tetap mengikuti jejak Ibu Ferlina. “Rian merupakan salah satu dari 10 anak yang kabur saat itu. Ia sudah tumbuh dewasa dan memiliki pekerjaan yang baik di perusahaan besar. Saya sangat bangga Rian bisa berprestasi dan sukses walau terpaksa tumbuh besar di panti asuhan. Tapi suatu hari Rian kembali ke panti dan menawarkan dirinya untuk menjadi pengurus panti. Rian melihat semua pengurus panti ialah perempuan, ia khawatir sosok anak-anak di panti tidak memiliki sosok ayah seperti yang Rian rasakan dulu,” kenang Ibu Ferlina.
Mendengar kisah mengharukan di atas, kamu pasti tergerak untuk membantunya juga kan, Bela? Bukan hanya tiga panti asuhan yang sudah disebutkan di atas, kamu juga bisa membantu 27 panti asuhan lainnya di Indonesia bersama So Klin Softergent dalam kampanye digital So Klin Berbagi Kelembutan 2018.
So Klin Softergent dalam kegiatan ini berupaya mendorong netizen untuk berpartisipasi mengunggah foto atau video yang berisi doa dan pesan bagi anak-anak panti di media sosial. Dengan mengunggah satu foto atau video, sama dengan turut menyumbangkan kelembutan berupa So Klin Softergent kepada anak-anak di 30 Panti Asuhan se-Indonesia.