DreadOut, Legenda Horor Budaya Sunda dalam Kemasan Modern

Film Indonesia adaptasi dari game pertama lho!

DreadOut, Legenda Horor Budaya Sunda dalam Kemasan Modern

Awal tahun 2019, menjadi momen yang dipilih oleh rumah produksi Goodhouse.id untuk merilis film horor adaptasi dari game virtual reality, DreadOut. Film yang disutradarai oleh Kimo Stamboel ini menjadi warna baru bagi perfilman Indonesia karena DreadOut menjadi film Indonesia pertama yang diadaptasi dari game DreadOut.

Kemarin (2/1), DreadOut menggelar gala premier di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Beruntung Popbela bisa menonton dan menjadi salah satu penonton pertama film DreadOut. Seram, menegangkan, sekaligus terselip banyolan khas anak SMA zaman now menjadi kesan yang membekas setelah menonton film yang dibintangi oleh Caitlin Halderman, Jefri Nichol, Marsha Aruan, Cicio Manassero, Susan Sameh, dan Irsyad ini.

Sebelum menonton, simak yuk review film DreadOut dari Popbela berikut ini.

Sinopsis: Kisah Anak SMA yang Rela Lakukan Apa Saja Demi Likes

DreadOut, Legenda Horor Budaya Sunda dalam Kemasan Modern

Secara garis besar, DreadOut menceritakan tentang sekelompok anak muda yang rela masuk ke gedung tua demi mendapatkan likes dan follower di media sosial. Kelompok anak muda itu yakni Erik (Jefri Nichol), Jessica (Marsha Aruan), Alex (Cicio Manassero), Dian (Susan Sameh), dan Beni (Irsyad), meminta bantuan sang adik kelas, Linda (Caitlin Halderman) yang kenal dengan penjaga gedung tua tersebut agar diizinkan masuk.

Gedung tua yang akan mereka masuki ini adalah rumah susun yang sudah kosong selama sepuluh tahun semenjak ada kasus penculikan seorang anak di sana. Setelah kasus itu, tidak ada yang berani memasuki gedung tersebut sampai akhirnya Erik dan teman-temannya masuk ke dalam demi kebutuhan konten media sosial mereka.

Sebelum masuk, sang penjaga gedung telah memperingatkan kalau mereka boleh bermain di sana namun tidak diperkenankan untuk melewati koridor dan ruangan yang terpasang garis polisi. Karena penasaran dan demi meraup banyak viewers dan likes, mereka akhirnya memasuki daerah terlarang tersebut dan tanpa sengaja membuka gerbang untuk masuk ke dunia lain.

Serba Nanggung

Ketika konflik dimulai, yakni saat Erik dan teman-temannya masuk ke dalam gedung tua, kesan mencekam dan mistis sudah mulai terasa. Bangunan yang kotor, lampu yang berkedip mati menyala, hingga suara petir membuat nuansa horor kian terasa.

Namun sayangnya, menurut saya, kisah horor dan suasana mencekamnya dibuat serba tanggung. Misalnya saat Linda terjebak di dunia lain, saya berekspektasi kalau Linda akan bertemu dengan banyak makhluk gaib yang mengganggunya. Memang ada beberapa pocong yang muncul, tapi dengan mudah dan cepat pocong tersebut berhasil disingkirkan hanya dengan bantuan kamera ponsel.

Hal tanggung lainnya dari film ini adalah akting dari Cicio Manassero yang memerankan tokoh Alex. Dari sinopsis yang sebelumnya saya baca, Alex adalah sosok yang berandalan, nakal, dan berpikir pendek saat mengambil keputusan. Namun, pada representasinya, Cicio malah terlihat awkward dan kurang total dalam memerankan sosok Alex.

Hantu Kebaya Merah Menarik Perhatian

Dari keseluruhan film, yang membuat saya salut adalah totalitasnya Rima Melati Adams dalam memerankan sosok Hantu Kebaya Merah. Dalam tingkatan hantu, Hantu Kebaya Merah merupakan hantu yang paling kuat. Kekuatannya ini dibuktikan dengan sangat mudahnya ia memengaruhi manusia yang dikehendakinya.

Hantu Kebaya Merah merupakan legenda yang berkembang di tanah Sunda. Untuk semakin memperkuat karakter hantu tersebut, bukan hanya kostumnya yang sangat Sunda, lengkap dengan kebaya dan kain jarik. Tetapi juga bahasa, latar lagu, dan properti yang digunakan semuanya berbau budaya Sunda. Mulai dari gamelan, rumah, hingga wayang golek.

Untuk memerankan tokoh Hantu Kebaya Merah, Rima harus melewati proses makeup selama lima jam dan menggunakan lensa kontak berwarna putih yang membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas keadaan di sekelilingnya.

Tampilan Hantu Kebaya Merah juga semakin terlihat sangat seram dengan efek CGI yang digunakan sepanjang film. Sebagai film adaptasi game Indonesia pertama, DreadOut berhasil menampilkan visual efek yang canggih. Efek CGI yang digunakan juga terlihat halus tanpa terasa seperti tempelan.

Untuk ke depannya, film DreadOut akan dirilis bukan hanya di Indonesia, melainkan juga secara internasional. “Rencananya film ini, seperti game-nya, tidak hanya akan dipasarkan di dalam negeri, tapi juga akan dipasarkan secara internasional. Untuk itu selain bekerja sama dengan SkyMedia (Screenplay) dan Lyto Game, kami juga akan bekerja sama dengan CJ Entertainment Korea. Semoga film ini tidak hanya sukses di pasar lokal, tapi bisa juga sukses di pasar internasional dan menjadi film karya anak bangsa yang dapat dibanggakan di mata dunia,” jelas Edwin Nazir, produser film DreadOut dalam jumpa pers yang digelar bersamaan dengan gala premier (2/1). 

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved