12 Fakta Perempuan yang Pernah Memerintah Mesir Kuno

Berhasil patahkan stereotipe tentang peran perempuan

12 Fakta Perempuan yang Pernah Memerintah Mesir Kuno

Ada cukup banyak perempuan yang memerintah Mesir Kuno, dari awal hingga firaun dinasti terakhir pada saat pengambilalihan Romawi. Meskipun perempuan di sana memiliki lebih banyak hak daripada di peradaban kuno lainnya, Mesir Kuno juga masih kental dengan patriarki, seperti yang dilansir Ancient History Encyclopedia.

Namun, terkadang ada pengecualian, terutama untuk perempuan kelas atas dan bangsawan. Faktanya, beberapa perempuan berpangkat tinggi berhasil mencapai puncak masyarakat Mesir. Inilah fakta dari para perempuan yang memerintah Mesir Kuno

1. Neithhotep memerintah Mesir Kuno setelah kematian suaminya

12 Fakta Perempuan yang Pernah Memerintah Mesir Kuno

Neithhotep hidup pada Periode Dinasti Awal, yang berlangsung dari tahun 3150 hingga 2613 SM. Menurut When Women Ruled the World, ia adalah istri dari Firaun Pertama yang legendaris dari Mesir yang bersatu, Narmer, atau salah satu penerus dekatnya, Aha.

Siapa pun dia, Firaun awal ini meninggal saat ahli warisnya masih kecil, sehingga memaksa Neithhotep untuk memerintah sebagai wali sampai raja. Perlu diketahui bahwa Firaun bukanlah nama orang, ini merupakan sebutan atau gelar untuk raja yang memerintah Mesir Kuno.

Seperti yang dilaporkan Ancient History Encyclopedia, orang-orang yang menemukan makamnya berabad-abad kemudian terpesona oleh kekayaan dan ukurannya, dengan asumsi bahwa makam itu pasti milik penerus Raja Narmer. Namanya juga terpampang dalam prasasti yang biasanya dimaksudkan hanya untuk raja.

Meskipun Neithhotep masih menjadi sosok misterius dari masa lalu Mesir Kuno, tapi cukup jelas bahwa dia adalah orang yang sangat berpengaruh. Sebab, namanya bertahan selama berabad-abad. Ia juga memiliki andil dalam pemerintahan Mesir Kuno.

2. Merneith di balik kekuatan takhta Mesir

Seperti banyak ratu lain yang mencapai kekuasaan yang cukup besar di Mesir Kuno, Merneith memiliki pengaruh besar. Ini karena dia adalah istri dan ibu dari Firaun. 

Menurut National Geographic, Merneith tercatat telah naik ke tampuk kekuasaan setelah suaminya, Raja Djet, meninggal. Karena takut saudara laki-laki Raja Djet memanipulasi putranya, Merneith pun segera mengambil alih kekuasaan, seperti yang dikatakan When Women Ruled the World

3. Sobekneferu tidak keberatan dimahkotai sebagai Firaun laki-laki, meskipun dia perempuan

Mesir Kuno umumnya dibagi menjadi tiga periode besar yang mencakup era pemerintahan firaun oleh penduduk asli Mesir. Menurut History, ini meliputi Kerajaan Lama (2686–2181 SM), Kerajaan Tengah (2055–1786 SM), dan Kerajaan Baru (1567–1085 SM).

Kerajaan-kerajaan tersebut dipisahkan oleh periode peralihan yang terkadang membawa pergolakan serius bagi orang Mesir, termasuk pemerintahan Firaun asing. Namun, kekosongan kekuasaan itu memungkinkan seorang perempuan untuk mengambil alih kekuasaan. 

Menurut Britannica, Sobekneferu adalah penguasa terakhir dari dinasti ke-12, yang membatasi Kerajaan Tengah. Dia naik takhta setelah kematian ayah dan saudara laki-lakinya. Tanpa pewaris laki-laki untuk mengambil alih, Sobekneferu memerintah selama empat tahun sekitar tahun 1760 SM. 

Silent Images menjelaskan bahwa dia disebut dengan gelar yang menghubungkannya dengan dewa laki-laki. Sobekneferu tidak dapat menemukan dewi yang setara, yang berarti bahwa dia harus membuat "horus wanita" untuk penobatannya.

4. Ahhotep I mengambil alih kekuasaan putranya dengan menjadi komandan militer

Ahhotep I adalah ibu dari seorang Firaun. Dia menjabat sebagai pendeta tinggi yang disegani dan tercatat berhasil meredam pemberontakan saat putranya berada di luar negeri pada era Kerajaan Baru Mesir.

Ahhotep I, menurut Ancient History Encyclopedia, hidup sekitar tahun 1570–1530 SM. Dia adalah ibu dari Ahmose I, yang memiliki pengaruh besar di Mesir. Saat Ahmose sedang melakukan kampanye militer, kelompok yang dikenal sebagai Hyksos mencetuskan masalah. Orang-orang yang bersimpati dengan kelompok ini melakukan pemberontakan ketika Ahmose berada di luar kota, tetapi Ahhotep mengambil alih dan memimpin militer, serta berhasil memadamkan pemberontakan. 

Ahhotep I juga memegang peran keagamaan yang penting bagi Mesir. Dia adalah istri Dewa Amun, gelar pendeta seremonial yang diakui untuknya. Akan tetapi, dia menyerahkannya kepada menantu perempuannya, Ahmose-Nefertari. Universitas Chicago melaporkan bahwa setelah masa jabatan Ahhotep, istri Dewa Amun ini memegang kekuasaan politik yang cukup besar.

5. Pemerintahan singkat Twosret di Mesir Kuno

Twosret memerintah Mesir Kuno selama tiga tahun, meskipun Google Arts and Culture mencatat bahwa dia mengambil alih pemerintahan pendahulunya dan menambahkan masa jabatannya sendiri. Dia naik takhta dalam era yang kacau setelah kematian Firaun Siptah secara mendadak.

Laman Daughters of Isis mengatakan, bahwa dia adalah rekan Siptah. Meskipun tidak ada banyak bukti yang memberitahu dengan detail masa pemerintahannya, tetapi namanya muncul di beberapa prasasti di tempat-tempat seperti Sinai dan Palestina. 

Seperti yang dilaporkan Tausret, tempat peristirahatan terakhirnya menjadi salah satu makam terbesar di Lembah Para Raja, kompleks pemakaman kerajaan dekat Thebes. Hal ini pun cukup membuktikan bahwa dia adalah perempuan yang berpengaruh dalam pemerintahan Mesir Kuno. Menurut Britannica, istri para Firaun biasanya dimakamkan di Lembah Para Ratu.

6. Nefertari dan pengaruhnya di puncak kejayaan Mesir Kuno

Ramses II, juga dikenal sebagai "Ramesses Agung," adalah salah satu penguasa kuno pertama yang meninggalkan banyak infrastruktur. Seperti yang dilaporkan BBC, dia adalah salah satu pembangun monumen Firaun Mesir Kuno yang paling produktif. Monumen-monumen itu di antaranya patung, lukisan, dan ukiran Ramses, belum lagi banyaknya prasasti. 

Ratunya, Nefertari juga muncul di beberapa monumen ini dengan menunjukkan kekuatan dan pengaruhnya. Namun, menurut PBS, sejarawan masih mengumpulkan informasi dari patung dan makamnya yang mewah. Tempat pemakamannya, di Lembah Ratu, dijarah setelah kematiannya, meskipun perampok tidak dapat mengambil lukisan dan ukiran di dindingnya.

Setelah kematiannya, Ramses juga membangun dua kuil di Abu Simbel, yang didedikasikan untuknya. Meskipun patung Nefertari di sana tidak sebesar patung suaminya, tetapi fakta bahwa seorang raja seperti Ramses menghormatinya dengan banyak monumen. Ini mengisyaratkan bahwa Nefertari adalah perempuan kerajaan yang sangat kuat dan memiliki pengaruh besar setelah kematian suaminya. 

7. Nitocris mungkin menjadi perempuan pertama yang memerintahkan Mesir seorang diri

Menurut Ancient History Encyclopedia, Nitocris dianggap sebagai ciptaan sejarawan Yunani Kuno Herodotus, yang hidup pada abad ke-5 SM. Nitocris juga disebutkan oleh beberapa sumber Yunani lainnya, meskipun dia tidak muncul dalam teks asli Mesir. Beberapa sumber menyatakan bahwa dia nyata, karena dia muncul dalam daftar raja yang dikenal sebagai "Kanon Kerajaan Turin."

Seperti yang dicatat dalam laman A Companion to Ancient Egypt, nama itu muncul di akhir sebuah fragmen. Namun, jika dia memang ada, dia memiliki reputasi yang menakutkan.

Herodotus menulis bahwa dia naik takhta setelah saudaranya terbunuh. Nitocris membangun ruang bawah tanah yang megah dan mengundang para pembunuh ke pesta besar. Dia kemudian membawa air Sungai Nil ke dalam ruangan, menenggelamkan mereka untuk balas dendamnya. 

8. Tiye bukan saja seorang ibu dari putra seorang Firaun

Ratu Tiye adalah ibu dari Firaun Akhenaten, yang pemerintahannya mengubah banyak kepercayaan dan budaya Mesir dalam menetapkan kepercayaan monoteistik revolusioner. Namun, Tiye tetap menjadi tokoh politik penting dari rezim lama.

Tidak seperti banyak perempuan lain yang memerintah Mesir, pengaruh Tiye didokumentasikan dengan cukup baik dalam Surat Amarna. Seperti yang dilaporkan Metropolitan Museum of Art, ini adalah lempengan tanah liat yang ditulis menggunakan paku Akkadia, dan ditemukan di ibu kota Akhenaten.

Sebagian besar tablet tanah liat ini berasal dari penguasa asing di utara Mesir. Menurut Ancient History Encyclopedia, surat-surat ini menunjukkan bahwa ratu Tiye adalah penggerak dan pengendali politik yang dihormati bersama kerabat laki-lakinya. 

Tiye juga muncul di banyak monumen seperti lukisan dan patung. Patung-patungnya banyak yang berukuran besar seperti patung suaminya, Amenhotep III. Biasanya, ukuran ini menunjukkan status seorang raja. Namanya juga muncul dalam prasasti yang diapit tanda khusus yang disebut cartouche, umumnya hanya diperuntukkan bagi raja. Bukti ini menunjukkan bahwa dia semacam sekretaris negara pada masa pemerintahan putranya. 

9. Hatshepsut mengukir dirinya dalam sejarah Mesir Kuno

Hatshepsut memerintah Mesir Kuno selama 21 tahun, pemerintahan yang cukup lama bahkan untuk firaun laki-laki. Menurut History, saat berusia 12 tahun, Hatshepsut menikahi saudara tirinya, Thutmose II.

Ketika Thutmose II meninggal, putranya dari istrinya yang lain bernama Thutmose III, menjadi raja. Di samping itu, karena Thutmose III masih terlalu dini menjadi seorang raja, Hatshepsut pun menjadi walinya.

Seperti yang dilaporkan Smithsonian, tindakan Hatshepsut justru terlampau jauh. Ia mulai memperkenalkan dirinya sebagai penguasa yang sah, ke titik di mana beberapa patung dan prasasti menunjukkan dia sebagai raja laki-laki, lengkap dengan dada rata dan janggut palsu seremonial.

Selain bangunan monumennya yang luas, Hatshepsut juga mendorong ekspedisi legendaris ke selatan ke tanah Punt, kemungkinan di pantai yang sekarang disebut Eritrea. Delegasi Mesir kembali dengan barang-barang yang mewah dan eksotis.

10. Nefertiti memerintah dengan caranya sendiri

Mungkin salah satu gambar Mesir Kuno yang paling terkenal adalah patung Nefertiti, ratu Mesir. Sekarang bertempat di Museum Neues Berlin, patung itu pertama kali ditemukan pada tahun 1913 di reruntuhan Amarna, ibu kota firaun Akhenaten yang ditinggalkan, seperti yang dilaporkan History.

Menurut Ancient History Encyclopedia, Nefertiti adalah istri Akhenaten, Firaun yang dianggap sesat dari Kerajaan Baru Mesir. Tak lama setelah ia naik takhta sekitar tahun 1353 SM, Akhenaten menginginkan agar kerajaan beralih ke pemujaan monoteistik dewa matahari, Aten. Dia memindahkan istana ke kota yang baru dibangun, Amarna, di mana dia ditemani oleh Nefertiti.

Menurut History, Nefertiti juga berperan aktif, mulai dari memimpin pemujaan Aten hingga menghalau musuh negara. Beberapa cendekiawan menduga bahwa dia mungkin memerintah sebagai wakil bupati Akhenaten, Neferneferuaten.

11. Arsinoe IV tak kalah berbahayanya dengan Firaun laki-laki

Dilansir Dangerous Women Project, Arsinoe IV adalah salah satu dari lima anak Ptolemy XII, seorang Firaun dari Dinasti Ptolemeus. Salah satu anaknya, Berenice, berusaha untuk menggulingkannya dan bahkan memerintah Mesir untuk waktu yang singkat. Namun, Berenice tewas karena dieksekusi pada tahun 55 SM, setelah ayahnya menghilang selama tiga tahun. 

Pada tahun 48 SM, Ptolemy XIII menjadi penguasa Mesir bersama saudara perempuannya, Cleopatra VII. Tetapi Ptolemy menyingkirkan Cleopatra agar dapat memegang kekuasaan secara utuh. Kedua bersaudara itu saling berperang, yang justru membuka kesempatan bagi Arsinoe IV menjadi firaun.

Arsinoe bekerja sama dengan Ptolemy XIII untuk melawan Cleopatra. Namun Cleopatra memiliki sekutu yang lebih besar, yaitu ​​Julius Caesar. Akhirnya, Ptolemy XIII terbunuh, sementara Arsinoe berhasil lolos dari Romawi dan melihat saudara perempuannya sendiri menjalin hubungan bersama Mark Antony. Namun, Cleopatra membunuh Arsinoe, karena Arisone memiliki banyak pendukung setia yang menjadi ancaman serius bagi dirinya. 

12. Cleopatra VII menjadi Firaun terakhir di Mesir Kuno

Meskipun dia sering digambarkan sebagai femme fatale, kenyataannya Cleopatra VII jauh lebih cerdas dan cerdik daripada beberapa bangsawan licik di peradaban Kuno. Seperti yang dilaporkan Smithsonian, Cleopatra diusir dari Mesir oleh saudara laki-laki suaminya, Ptolemy XIII, pada tahun 49 SM.

Meskipun Ptolemy melarang Cleopatra memasuki Ibu Kota Alexandria untuk konferensi perdamaian. Tetapi Cleopatra menyelinap masuk dan hal ini membuat Julius Caesar terkesan padanya, sehingga dia mendukung Cleopatra atas takhtanya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan klaim putranya atas takhta setelah kematian Ptolemy XIII, Cleopatra membunuh saudara laki-lakinya yang lain, Ptolemy XIV. 

Cleopatra membuktikan kehebatannya sebagai manipulator yang cerdik dari hubungan politik dan citra dirinya sendiri. Penampilannya yang glamor dan kuat mampu menarik banyak dukungan di tengah pergolakan yang terjadi.

Setelah pembunuhan Julius Caesar, ThoughtCo melaporkan, Cleopatra menggunakan taktik tersebut untuk menetapkan Caesarion (putranya) sebagai penguasa berikutnya dan mempererat hubungannya dengan politisi Romawi Mark Antony. Meskipun pasukan Romawi akhirnya berbalik melawan pasangan itu, Cleopatra dan Antony dikabarkan bunuh diri. 

Faktanya, banyak yang mengharapkan bahwa jabatan firaun harus disandang laki-laki, karena posisi-posisi berkuasa lainnya seperti jenderal, insinyur, juru tulis, dan lainnya didominasi oleh kaum adam. Mereka beranggapan bahwa perempuan itu harus mengurus rumah tangga dan anak-anak. Namun, hal itu tidak berlaku untuk 12 perempuan di poin-poin atas. 

Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "12 Fakta Perempuan yang Pernah Memerintah Mesir Kuno" ditulis oleh Amelia Solekha

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved