Konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel hingga saat ini tak kunjung usai. Terlepas dari konflik agama dan penekanannya dalam masing-masing kitab suci, konflik yang terjadi antara kedua negara itu adalah tidak lain tentang kekuasaan wilayah.
Terjadi sejak tahun 1900an, konflik tersebut dilandasi dengan keinginan kedua belah pihak untuk mendirikan suatu negara di tanah yang sama dan mengklaim tanah tersebut sebagai ahli waris mereka. Tak hanya itu, beberapa wilayah dalam kedua negara tersebut dianggap suci baik oleh kaum Yahudi maupun kaum Arab di sana, salah satunya adalah kota Yerusalem.
Lantas, bagaimana sejarah konflik yang memperebutkan kekuasaan wilayah itu? Berikut penjelasan mengenai sejarah konflik Palestina-Israel dengan timeline perjalanannya, dikutip dari Aljazeera.
1799 – 1946
Sebelum terjadinya Perang Dunia I, wilayah Timur Tengah dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman selama hampir 4 abad. Dalam buku Sejarah Timur Tengah Jilid 2 (2013) karya Isawati, kawasan Palestina pada masa lalu dikenal sebagai Kanaan, Yudea dan Tanah Suci. Pada tahun 1000-586 Masehi, Palestina adalah negara Yahudi yang menjadi jajahan Babilonia, Persia, Macedonia dan beberapa kerajaan Yunani.
Baru pada tahun 636 Masehi, wilayah ini mulai berada di bawah kekuasaan Islam. Saat dijajah oleh para bangsa eropa, orang-orang Yahudi banyak yang diangkut ke dalam pembuangan dan menjadi tawanan di wilayah bangsa-bangsa itu.
Pada tahun 1799, Napoleon Bonaparte menjanjikan dan memproklamasikan bahwa para kaum Yahudi yang berada di Asia dan Afrika berkumpul untuk mendirikan kembali kota suci Yerusalem serta untuk dapat mendirikan negaranya di wilayah Palestina yang telah berada dalam kekuasaan orang Arab Muslim kala itu. Janji tersebut tak lain adalah sebagai penguatan kekuasaan agar Prancis dapat lebih menguasai daerah timur tengah.
Di tahun 1882-1896, Pergerakan zionis mulai muncul. Gerakan zionis adalah gerakan untuk kembalinya bangsa Yahudi ke tanah perjanjian dan membangun tanah air atau negara di tanah tersebut. Barulah pada 1897, terlaksana kongres zionis pertama di Swiss dengan secara resmi mendirikan organisasi zionis. Organisasi tersebut melakukan kunjungannya ke Palestina pertama kali pada tahun 1907.
Dianggap tidak memberikan keuntungan bagi pihak Palestina, maka mereka pun menolak adanya kolonialisasi dari kaum zionis. Keadaan semakin memanas kala deklarasi Balfour dibuat pada tahun 1917. Dalam deklarasi tersebut, tertulis bahwa Inggris menjanjikan pendirian tanah air bagi orang Yahudi di tanah Arab.
Pada tahun 1922, liga bangsa-bangsa menyetujui Mandat Britania atas Palestina. Mandat tersebut adalah mempercayakan Britania Raya untuk mengadministrasikan wilayah-wilayah kekuasaan kesultanan Ottoman yang telah runtuh setelah Perang Dunia I. Kaum Yahudi pun mulai berimigrasi ke Palestina. Sejak saat itu, timbul protes keras oleh rakyat Palestina.
1947-1949
Pada 23 – 29 November 1947 PBB mengadakan sidang terkait permasalahan Palestina. Dari sidang tersebut keluar sebuah resolusi yang berisi pembagian wilayah Palestina bagi Yahudi dan Muslim. Namun, resolusi tersebut ditolak oleh pihak Palestina karena mereka menuntut seluruh wilayah itu.
Setahun setelahnya, yaitu pada 1948 terjadi perang antara Yahudi-Israel dengan kaum Muslim-Arab di timur tengah. 3 April 1949, Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata serta pembagian wilayah. Sekitar 80 persen dari wilayah Palestina dikuasai oleh kaum Yahudi.
1950-1967
Setelah perang tahun 1948, 150.000 warga Palestina tetap tinggal di Israel dan akhirnya diberikan kewarganegaraan.Tak tinggal diam, Pada tahun 1964 orang-orang Palestina kembali muncul dengan berdirinya Palestine Liberation Organization (PLO).
PLO bertujuan untuk mendirikan negara Palestina yang berdaulat melalui perang maupun diplomasi. PLO aktif dalam melakukan perlawanan gerilya kepada pendudukan Israel. Selain itu, mereka juga berusaha menggalang dukungan dari negara-negara muslim Arab dan internasional dalam forum PBB.
Akan tetapi, setelah penaklukan Tepi Barat dan Jalur Gaza oleh Israel pada tahun 1967, Israel memulai kendali militernya atas orang-orang Palestina yang tinggal di Wilayah Pendudukan Palestina.
1968-1992
Setelah pendudukan Israel di Tepi Barat, jalur Gaza hingga Sinai, Israel pun mulai membangun pemukiman di wilayah tersebut. Di koloni-koloni ini, pemukim Yahudi diizinkan membawa senjata di bawah perlindungan tentara Israel.
Pada akhir 1960-an, ketegangan antara Palestina dan pemerintah Yordania juga meningkat tajam. Pada bulan September 1970, pertempuran militer berdarah diadakan antara Yordania dan organisasi bersenjata Palestina. Yordania mampu memadamkan pemberontakan Palestina.
Tetap saja, pertempuran berlanjut hingga Juli 1971 dengan pengusiran PLO ke Lebanon. Pusat aktivitas PLO pun kemudian bergeser ke Lebanon, di mana mereka mendirikan pangkalan untuk melancarkan serangan di Israel dan meluncurkan kampanye teror internasional, yang sebagian besar ditujukan untuk menculik pesawat terbang.
Pada tahun 1987, setelah 20 tahun pendudukan militer yang brutal, Intifadah Pertama dimulai di Wilayah Pendudukan Palestina. Pemberontakan tersebut berkembangan menjadi serangan teror yang menargetkan warga sipil Israel. Tak hanya menargetkan Israel, PLO juga tak segan untuk mengeksekusi orang yang dituduh sebagai pendukung Israel.
Diperkirakan ribuan orang Palestina dibunuh oleh tentara Israel dan ratusan orang Israel dibunuh oleh orang Palestina. Selain itu, diperkirakan 1.000 orang Palestina dibunuh oleh orang Palestina karena dituduh sebagai pendukung Israel. Pemberontakan ini baru diakhiri pada tahun 1992.
1993 – hingga kini
Pada 13 September 1993, Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing yang dinamakan Kesepakatan Oslo. Israel bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Palestina kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa memerintah di kedua wilayah itu. Palestina mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai.
Berlanjut pada 28 September 1995, barulah implementasi Perjanjian Oslo dilaksanakan. Otoritas Palestina segera berdiri. Kendati demikian, tak semudah itu mendirikan negara Palestina. Kelompok Hamas dan fraksi Palestina lainnya menentang kesepakatan itu. Ketengangan kedua belah pihak terus berlanjut hingga akhirnya membarui kesepakatan di KTT Camp David II pada tahun 2000.
Kesepakatan itu pun gagal karena Yasser Arafat tidak menerima proposal tersebut. Intifadah kedua pun meletus pada tahun 2000. Serangan teror pada Israel oleh kelompok Hamas serta penangkapan para teroris oleh Israel terus dilakukan. Hingga akhirnya Yasser Arafat meninggal pada tahun 2004 dan digantikan oleh Mahmud Abas.
Namun kepercayaan warga terhadap kelompok Fatah ini, semakin memudar dan menguatkan kepercayaan pada kelompok Hamas. Akhirnya pada tahun 2006, kelompok Hamas berhasil menduduki kursi Dewan Legislatif dan mendominasi Palestina.
Pada November 2007, Konferensi Annapolis diadakan. Konferensi tersebut menandai pertama kalinya solusi dua negara diartikulasikan sebagai garis besar, yang disepakati bersama untuk menangani konflik Israel-Palestina. Konferensi diakhiri dengan dikeluarkannya pernyataan bersama dari semua pihak.
Meski begitu, konflik Palestina-Israel masih belum reda. Beberapa kali terdengar pemberontakan, terorisme, penembakan dari kedua belah pihak—terlebih yang terjadi di jalur Gaza. Bahkan sempat memanas, setelah Yerusalem diputuskan sebagai Ibu Kota baru negara Israel pada 6 Desember 2017 dan disetujui oleh presiden Amerika kala itu, Donald Trump. Hingga kini, problematika antara kedua negara belum terselesaikan dan belum menemui titik terang.
Itulah sejarah dari konflik Palestina-Israel yang tak kunjung usai. Apa harapanmu terhadap situasi ini, Bela?