Masyarakat Indonesia tentu sudah tak asing lagi dengan istilah "serangan fajar". Serangan fajar merupakan praktik politik uang menjelang pemilihan umum (Pemilu) yang sampai sekarang masih sering dilakukan.
Ada berbagai bentuk serangan fajar yang muncul, tetapi kebanyakan berupa pemberian uang dengan jumlah tertentu. Para pemberi serangan fajar itu punya maksud untuk memengaruhi masyarakat agar memenangkannya dalam Pemilu.
Praktik serangan fajar sebenarnya adalah praktik politik uang yang perlu dihindari. Lalu, bagaimana hukum menerima uang serangan fajar dalam Islam? Simak penjelasannya dalam ulasan di bawah ini.
1. Bagaimana hukum menerima serangan fajar?
Hukum menerima uang serangan fajar dalam Islam yang biasanya terjadi menjelang Pemilu sering kali menjadi pertanyaan. Serangan fajar itu sebenarnya merupakan sebuah wujud money politic atau politik uang.
Menurut fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, politik uang termasuk serangan fajar dan hukumnya adalah haram.
Putusan tersebut juga selaras dengan pendapat Komisi Waqi'iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah. Mereka menyebutkan tiga alasan utama haramnya politik uang, yakni sebagai berikut.
- Serangan fajar termasuk dalam praktik risywah atau suap. Maka dari itu, baik memberi atau menerima uang dengan tujuan untuk memengaruhi suara dalam Pemilu adalah suap. Suap hukumnya adalah haram secara mutlak. Sedangkan dalam Islam, suap dianggap pelanggaran terhadap hal orang lain dan disebut sebagai dosa besar.
- Politik uang atau dalam hal ini serangan fajar juga dilarang dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 Pasal 187 A tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut melarang tegas pemberian dan penerimaan uang maupun imbalan lainnya yang memengaruhi suara dalam Pemilu dan bisa dikenakan sanksi pidana.
- Politik uang juga mengakibatkan kerusakan sistem bernegara. Maka dari itu, melarang politik uang juga menutup peluang terjadinya kerusakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Apa dalil yang mengharamkan serangan fajar?
Dalil haramnya politik uang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 205 yang bunyinya sebagai berikut.
وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَ اللّٰهُ
لَا يُحِبُّ الْفَسَادَArtinya: "Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan."
Al Baidhawi dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat tersebut. Ia menjelaskan bahwa kerusakan yang tidak disukai Allah di antaranya adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh orang atau pemimpin munafik yang bengis dan zalim pada rakyatnya. Nah, perilaku serangan fajar merupakan salah satu bentuk kezaliman tersebut.
Menurut Syekh Khatib Asy-Syirbini, suap atau risywah juga menjadi tindakan tercela yang bertentangan dengan hukum Islam. Selain bisa merugikan secara moral, juga dapat melahirkan pemimpin yang kurang bermoral dan kurang kompeten.
3. Bagaimana jika menerima serangan fajar tapi tidak memilih?
Setelah mengetahui hukum menerima uang serangan fajar dalam Islam di atas, masih banyak yang bingung apakah boleh menerimanya jika pada akhirnya tidak dipilih. Jawabannya, hal itu juga masih termasuk dalam perilaku polotik uang yang diharamkan.
Orang yang menerima tapi tidak memilih itu justru bisa masuk dalam golongan orang yang munafik atau zalim. Seperti dalil yang sudah disebutkan sebelumnya, perilaku zalim merupakan salah satu perilaku yang dibenci Allah SWT.
Seorang muslim sebaiknya tidak menukar akhlaknya, agamanya, maupun imannya untuk kepentingan Pemilu. Sebab, dalam politik uang bukanlah persoalan tulus dan tidak. Seharusnya setiap muslim menghindari praktik serangan fajar untuk menjaga integritas dan keadilan demokrasi dalam Pemilu.
Setelah mengetahui hukum menerima uang serangan fajar dalam Islam, kita sebagai umat muslim tentu tahu bagaimana harus bersikap. Jangan relakan harga diri dan prinsipmu hanya demi uang yang tak seberapa ya, Bela!