Pada tanggal 25 Agustus 2022, perhelatan Sundance Film Festival: Asia 2022 resmi dibuka. Selain pemutaran film, Festival Chat yang diselenggarakan juga dapat kamu ikuti. Pada sesi kedua di hari pertama, Sundance Film Festival menghadirkan Deo Mahameru (penulis naskah, Manajer Kreatif IDN Pictures), Ginanti Rona (Direktur Film), dan Mian Tiara (Aktris) untuk membagikan pandangan mereka tentang ruang aman di industri perfilman Tanah Air.
Di sesi ini, ketiga narasumber membagikan definisi mereka tentang ruang aman dan konteksnya dalam dunia film. Dipandu dengan moderator Ifan Ismail dari Kineforum, diskusi hangat ini membicarakan ruang aman dalam film.
Apa kata mereka tentang Ruang Aman?
Masyarakat yang sehat adalah salah satu ketika budaya, termasuk film, dianggap sebagai ruang yang aman untuk mengekspresikan semua kekhawatiran dan pikiran. Ambisi untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak perempuan di industri film telah lama dibicarakan, gerakan untuk menjaga kebebasan dan keamanan perempuan adalah preseden untuk perjuangan yang lebih besar untuk kebebasan dan kebebasan. Lalu apa kata narasumber tentang ruang aman?
Deo Mahameru (penulis naskah, Manajer Kreatif IDN Pictures) mengatakan, “Bagi saya ruang aman itu adalah ketika kita nggak perlu takut mendapatkan persekusi ketika kita membuat sesuatu. Bukan berarti kita membuat sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, ya, atau mengolok-olok suatu kaum atau satu kelompok tertentu, tapi kalau kita membuat kritik atau keresahan terhadap satu kelompok tertentu kita tidak lagi punya rasa takut untuk dipersekusi, diancam atau apapun bentuknya.”
Mian Tiara (Aktris) berpendapat, “Menurut saya ruang aman adalah di mana kita–tiap orang yang berada di satu komunitas tertentu bisa berkarya, mencari nafkah dengan rasa aman tidak harus khawatir akan mendapatkan perlakuaan, ataupun pelecehan di ruang-ruang di mana kita berkarya dan mencari nafkah.”
Ginanti Rona (Direktur & Sutradara FIlm) mengatakan, “Ruang aman bagiku adalah sebuah keadaan di mana kita bisa bebas berkarya kita bebas untuk berekspresi dan berpendapat meskipun kita punya pandangan yang berbeda terhadap sesuatu, bahkan berdebat sekalipun selama tidak melibatkan kekerasan secara fisik atau verbal maka itu yang bisa dikatakan ruang aman.”
Dari ketiga pendapat narasumber yang kemudian dipahami adalah sebagai ruang aman untuk bekerja di industri film tanpa mendapat tindakan kekerasan dari internal dan kebebasan dalam berkarya tanpa mendapatkan persekusi dari pihak luar.
Ruang aman terbentuk karena ketakutan penitas untuk bersuara
Kekerasan, khususnya kekerasan seksual acap kali terjadi di berbagai bidang, dengan mayoritas korbannya adalah para perempuan. Hal tersebut juga jadi isu yang 'tersembunyi' di balik dunia film Tanah Air.
Menurut Mian Tiara, ruang aman terbentuk sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap para penyintas yang tidak berani menyuarakan pengalaman buruk yang menimpanya. Dirinya merasa senang karena saat ini sudah banyak masyarakat yang menaruh kepedulian terhadap ruang aman.
Suatu hal yang tidak ia temukan di masa lalu. Ketika para perempuan masih sangat masif menjadi objektivitas kekerasan seksual dalam industri perfilman Tanah Air. Apalagi bagi mereka talenta-talenta baru yang diambang kebingungan akan kehilangan karier mereka jika mereka bersuara. Bahkan terkadang, pengakuan yang mereka suarakan hanya dianggap lelucon bagi yang mendengarkan.
“...bahkan dari teman-teman seprofesi dianggap resek dan baperan yang membuat para korban ini menjadi enggan untuk berbicara dan ini yang sebetulnya bisa terjadi di semua industri nggak hanya ada di dunia perfilman. Hal ini mau kita dobrak mau kita ubahlah cara berpikirnya pelan-pelan,” ungkap Mian Tiara.
Upaya mewujudkan ruang aman di industri film Tanah Air
Terwujudnya ruang bebas kekerasan seksual bukan perkara mudah, apalagi di industri dominan laki-laki. Tindakan pelecehan berpotensi untuk membuat perempuan bungkam dan tidak berdaya. Lalu, bagaimana upaya ketiga narasumber dalam Festival Chat kali ini untuk mewujudkan adanya ruang aman di industri yang mereka geluti?
Pertama, Deo Mahameru memastikan pelecehan seksual dan penyalahgunaan narkoba di lingkungan IDN Media, terkhusus IDN Picture menjadi dua hal yang tidak ditoleransi dalam proses bekerja.
“Dari IDN sendiri kita tidak toleransi atas 2 hal dalam proses bekerja, yaitu pertama narkoba kedua pelecehan. Itu sangat kita jaga sebagai PH,” jelas Deo. Bahkan kedua hal tersebut sudah tertulis jelas di dalam kontrak, dan apabila orang tersebut melanggar pemutusan kontrak kerja sudah tentu dilakukan.
Kedua, selaku orang yang memimpin langsung di lapangan kala produksi berlangsung, Ginanti Rona akan menyatakan sikap ketika melihat sendiri pelecehan yang terjadi yang dilakukan baik oleh kru maupun orang-orang yang terlibat dalam produksi.
“Pekerjaan film banyak melibatkan laki-laki dan terkadang orang yang catcalling nggak sadar kalau itu adalah sebuah kekerasan verbal, mereka menganggap hanya bercanda dan sksd. kalau saya menyaksikan langsung sebaik mungkin saya akan tegur, … tetapi kalau sampai berkali-kali kita harus berani ambil sikap, seperti ultimatum ataupun mengeluarkannya dari produksi,” tegas Ginanti Rona.
Berbeda dengan Mian Tiara. Bersama dengan rekan sesama aktris seperti Hanna Al Rasyid, dan Adinia Wirasti membentuk sebuah kampanye #KawanPuan. Kampanye yang digagas oleh Hanna ini bertujuan untuk membantu perempuan yang menjadi korban kekerasan.
Selain melakukan penggalangan dana untuk para penyintas, Mian dan kawan-kawan membuat sebuah film pendek animasi di Hari Film Nasional 2021 dengan perspektif penyintas.
Film yang dibuat oleh Hannah dan kawan-kawan artis nyatanya berdampak sangat besar di dunia perfilman, khususnya banyak produksi house yang mulai mempraktikan dan membuat SOP terkait dengan ruang aman.