Indonesia memang nggak pernah kehabisan sosok perempuan-perempuan hebat berprestasi. Kali ini kita akan berkenalan dan mengikuti kisah perjalanan seorang pegiat animasi yang namanya sudah harum di negeri orang, Rini Sugianto.
Bela, kamu pasti tahukan film animasi The Adventure of Tintin? Rini Sugianto ini adalah salah satu animator di balik kesuksesan film tersebut.
Perempuan kelahiran 3 Agustus 1980 ini juga lah animator di balik beberapa film Hollywood, seperti The Avenger, dan The Hobbit. Berhasil ditemui di sebuah acara di Jakarta, Popbela berkesempatan untuk mendapatkan sedikit perjalanan karier Rini Sugianto. Seperti apa kisahnya, simak artikel berikut ini!
Lulusan arsitektur jadi animator
Rini Sugianto adalah seorang animator, fotografer, dan desainer perempuan yang lahir di Bandar Lampung pada tanggal 3 Januari 1980, dan mantap cukup lama di Kota Bandung, sehingga akhirnya di tahun 2002, ia memutuskan untuk pindah ke Amerika.
Rini Sugianto menempuh pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengahnya di kota tempat ia lahir, kota Lampung dan berpindah ke Bogor untuk menempuh pendidikan sekolah menengah atas, tepatnya di SMA Regina Pacis Bogor. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi di Universitas Parahyangan Bandung dan mengambil jurusan Arsitektur.
“Saya lahir di Lampung tetapi memang kuliah di Bandung. Waktu selesai sekolah saya mulai tertarik dengan bidang animasi, namun di Indonesia pada waktu itu masih belum ada. Akhirnya saya mulai cari-cari bisa belajar di mana, waktu itu memang industrinya yang paling berkembang di Amerika. Jadi, saya coba ke sana,” pungkas Rini.
Awal ketertarikan Rini kepada dunia animasi bermula tatkala dirinya mengerjakan project tugas akhirnya di kampus, yaitu ketika dirinya mulai berkenalan dengan software 3D. Alih-alih merancang bangunan Rini lebih tertarik membuat berbagai karakter, Bela.
“Diperkenalkan dengan dunia animasi dan waktu itu saya justru bukan fokus ke bangunanya namun, kearah karakter. It’s more fun,” ujar Rini.
Mulai dari magang hingga akhirnya handle film besar
Untuk menjadi bagian dalam project film-film kelas dunia tentu bukan perjalanan yang mudah. Melansir laman Binus, perempuan yang saat ini menetap di Amerika ini memanfaatkan kegiatan-kegiatan magang di perusahaan teknologi demi menambah kemampuannya di bidang animasi.
“Saya memulai karier di tahun 2005, awalnya itu magang di perusahaan game terus mulai masuk ke cinematic,” kata Rini kepada Pobela.
Setelah menyandang gelar sarjana, ia memulai karirnya dengan menjadi seorang pekerja magang di Stormfront Studio selamat 1 tahun. Lalu, ia melanjutkan kariernya dengan bergabung bersama Blur Studio sebagai Animator dan Supervisor Animator. Sudah banyak sekali karya yang Rini ciptakan di perusahaan tersebut, salah satunya adalah trailer game Valorant Shattered, dan film Love Death+Robots.
Pada tahun 2010, ia direkrut oleh perusahaan WETA Studio yang berpusat di negara New Zealand dan ia bergabung dalam tim kreatif pembuatan film tiga dimensi, sebuah film yang diadaptasi dari komik The Adventure of Tintin.
“Jadi kita mengerjakan trailer-trailer untuk game dan film, baru di tahun 2010 itu mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan film The Adventure of Tintin, that's the my first movie dan setelah itu baru khusus ngerjain film-film seperti The Secret Of Unicorn dan The Hobbit : An Unexpected Journey,” lanjut Rini.
Proses panjang untuk animasi berdurasi 4 menit
Perbincangan semakin menarik ketika pertanyaan bagaimana proses pembuatan animasi di dalam sebuah film besar. Rini yang kala itu ditanya langsung memberikan senyuman yang lebar sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Jadi saya waktu itu kerja di dua perusahaan, di Weta Digital dan Industrial Light & Magic itu untuk Avenger yang pertama dan kedua. Jadi saat itu saya khusus di bidang animasinya yang menggerakan karakter-karakter, seperti karakternya Iron Man sewaktu ia terbang, itu semua saya yang bikin gerakannya,” awal Rini.
Baginya proses pembuatan animasi adalah sebuah proses yang panjang dan rumit, namun ia tetap sangat menyukai proses tersebut. Bayangkan saja Bela, Rini harus menghabiskan waktu selama satu tahun dan hasil karyanya selama satu tahun itu hanya untuk animasi berdurasi 4 menit.
“Proses pembuatnya itu lama sekali, jadi misalnya film The Adventure of Tintin saya kerjakan selama satu tahun, hasil pekerjaan saya sendiri itu hanya 4 menit. Jadi, itulah sebuah proses yang panjang dan yang ngerjain film itu tuh hampir 2.000 orang,” lanjutnya sambil tersenyum.
Film tersulit yang pernah ia garap
Dari sekian film yang pernah ia kerjakan, baginya The Adventure of Tintin adalah salah satu proses yang menurutnya paling sulit untuk dikerjakan, karena film tersebut adalah film pertamanya dan di mana itu adalah sebagai ajang Rini untuk membuktikan kemampuan dirinya sediri. Dan, project film The Hobbit adalah sebuah film dengan produksi terbesar yang pernah melibatkan dirinya.
“Kalau secara produksi itu The Hobbit, ya. Karena itu besar banget ya dan fans nya itu very strong dan mereka fanatik banget kan karena The Lord of The Ring. Pressurenya tinggi sekali dan projectnya sendiri is huge, itu selama tiga tahun lebih untuk pengerjaannya. Untuk produksi itu yang paling besar. Tapi kalau dalam prosesnya sendiri, personally, menurut saya Tintin it’s the hardest karena itu yang pertama. saya masih harus membuktikan diri saya sendiri di perusahaan,” jelas Rini.
Setelah banyak terlibat dengan filmmaker hebat ternyata Rini juga sangat ingin bekerjasama dengan sutradara film Batman (1989) dan film animasi seperti Alice in Wonderland, Tim Burton, lho Bela. Selain itu ia juga sangat ingin bergabung dengan karya-karya film Guillermo del Toro. Wah, semoga segera terwujud, ya.
Generasi muda harus manfaatkan kesempatan
Selain membagikan sedikit pengalamannya selama menjadi animator, perempuan yang punya hobi traveling ini juga memberikan beberapa pesan untuk generasi muda yang mau memulai kiprah di dunia internasional.
Menurutnya perkembangan animasi di Indonesia sendiri sudah cukup berkembang dan berkualitas, ia juga melihat sudah banyak orang Indonesia yang terlibat ke dalam project yang digarap orang luar negeri. Dirinya berpesan untuk percaya dengan diri sendiri dengan terus memiliki keinginan untuk meningkatkan kualitas diri.
“Untuk generasi muda sekarang sebenarnya platformnya sudah banyak, dan sekarang juga untuk art kita nggak terbatas untuk print, semua sudah digital, dan sebenarnya media sosial seperti instagram, TikTok itu adalah salah satu platform terbaik untuk showcase. Selebihnya kita harus meningkatkan kualitas, apalagi kalau mau berkarya di dunia luar, mau nggak mau kita harus mengikuti standar kualitas internasional,” pesan Rini.
Demikianlah pengalaman seorang animator perempuan asal Indonesia yang karyanya sudah dikenal dunia. Semoga akan semakin banyak lagi perempuan-perempuan di Indonesia yang menyusul kesuksesan seperti Rini Sugianto.