Review 'Boss Level': Kisah Apes Mantan Tentara Terjebak Putaran Waktu

Nggak bisa mati walau dibunuh berkali-kali

Review 'Boss Level': Kisah Apes Mantan Tentara Terjebak Putaran Waktu

“I’m Guan Yin and Guan Yin have done this” 

Penggalan dialog yang terus-menerus terngiang di dalam benak saya seketika setelah menyelesaikan film Boss Level. Capek tapi nagih, itulah yang bisa sedikit saya gambarkan untuk film ini. Boss Level agaknya akan menjadi angin segar di tengah gempuran film-film horor yang menghantui bioskop Tanah Air akhir-akhir ini, Bela.

Bagaimana jadinya jika kamu hidup seakan di dalam dunia gim, ketika kamu harus terkurung dalam putaran waktu yang terus menuntut kematian berulang kali. Ketika hidupmu hanya sampai di pukul 12.47 PM saja, selebihnya kamu harus mati dan nyawamu akan ter-’reset’. Kita ibaratkan sama seperti permainan Super Mario.

Entah seberapa bosan dan frustasinya jika kita menjadi Roy Pulver dalam film Boss Level garapan sutradara Joe Carnahan ini. 

Review 'Boss Level': Kisah Apes Mantan Tentara Terjebak Putaran Waktu

Roy Pulver (Frank Grillo) adalah seorang pensiunan tentara yang bernasib apes. Ia harus menghabiskan seluruh waktunya untuk berkutat di dalam dunia yang aneh. Nyawanya seakan harus segera dihabiskan tepat sebelum pukul 12.47 PM.

Seketika setelah membuka mata ia harus menghadapi seorang yang masuk ke dalam kamar tidurnya hendak membunuhnya dengan sebilah pisau, dilanjutkan dengan deretan musuh yang terus mengejarnya dengan aneka ragam cara membunuh.

Perlahan-lahan dia mencari cara untuk keluar dari mimpi buruknya. Semua musuh bahkan pernah ia kalahkan, tetapi berakhir dunia yang hancur. Sampai akhirnya ia menyadari bahwa semua yang dilaluinya ada hubungannya dengan proyek yang sedang dilakukan mantan istrinya Jemma Wells (Naomi Watts), sebuah mitos kuno tentang mesin waktu yang di bernama Osiris Spindle. Di tengah memecahkan misteri mesin waktu, Roy dipertemukan dengan buah hatinya bersama Jemma, Joe (Roy Grillo).

Berasal dari pikiran penulis sekaligus sutradara Joe Carnahan dan yang diproduksi oleh WarParty Films, film ini berisi fiksi ilmiah, laga, berbalut komedi yang tanpa sadar menampilkan sisi drama keluarga yang menghangatkan hati. 

Film berdurasi 1 jam 38 menit ini berjalan dengan tempo yang cepat dan cukup melelahkan terutama ketika kita juga ikut ke dalam kefrustasian Roy mengulang-ulang setiap momen. Namun, sutradara The Grey ini tidak menghilangkan kejelasan dan kesinambungan dalam film yang ia garap kali ini.

Walaupun terus diajak berputar di situasi yang sama, adegan per adegan yang disajikan nggak membuat saya merasa bosan, bahkan film ini mengajak saya untuk terus menebak-nebak apa yang akan terjadi setelahnya. Nagih.

Treatment kamera untuk film laga ini juga nggak membuat kepala menjadi pusing, setiap koreografi pertarungan tertangkap dengan jelas, ditambah audio dan musik yang menggelegar menambah kesan film aksi yang seru. 

Namun, ketika kita semua dibawa pada sebuah kemenangan dan berharap film ini berakhir, nyatanya itu adalah sebuah kemenangan palsu. Di semua film memang pasti ada kemenangan palsu, sih. Namun, agaknya segmen kemenangan palsu ini letaknya terlalu jauh. Perjalanan sesungguhnya baru dimulai di perempatan final. 

Beberapa callback memang cukup membosankan, tapi entah mengapa tetap terus bikin ketawa. Seperti adegan yang dilakukan perempuan berpedang Guan Yin (Selina Lo), menari dengan pedang, memenggal kepala Roy dan berselebrasi dengan mengucap “I’m Guan Yin and Guan Yin have done this”.

Selain Selina Lo kamu juga akan disuguhkan penampilan singkat Michelle Yeoh yang berperan sebagai master pedang yang akan mengajarkan Roy ilmu seni bela diri demi mengalahkan Guan Yin yang ngeselin banget. 

Memenggal kepala adalah sebagian kecil dari adegan slasher yang ada di dalam film ini, tapi ketika adegan mencabut gigi lah yang membuat saya bergidik ngeri. Tenang, Bela, degan sadis di film ini masih bisa diterima dan dinikmati karena sebagian besar setelahnya dibalut dengan kekonyolan.

Kamu nggak akan menyangka bahwa akhirnya kisah ini berakhir dengan sangat indah. Sepertinya mesin waktu ini memang diciptakan untuk Roy demi menebus waktu-waktu yang hilang bersama sang anak, Joe yang bahkan sampai berumur 7 tahun ia nggak mengetahui bahwa Roy adalah ayahnya. 

Hal itulah yang disampaikan sang sutradara dalam sebuah wawancara portal berita di Screenrant (3/04/21). Ia mengatakan memang sudah banyak film laga yang melibatkan putaran waktu di luar sana, namun ia tidak ingin menampilkan film yang sama untuk yang kedua kalinya. Maka dari itu ia membutuhkan komedi dan kisah menyentuh di dalamnya. 

Saya suka aksi, saya suka tertawa dan bersenang-senang, dan itu hanya film tempat saya dibesarkan……Pada titik tertentu, ini berubah dari komedi aksi berkecepatan tinggi menjadi kisah menyentuh antara ayah yang tidak hadir dan putranya……. Saya pikir seiring bertambahnya usia, Anda menjadi lebih lembut. Saya pasti rentan terhadap hal-hal itu. Jadi ya, saya sangat bangga dengan kualitas itu,” ungkap Joe Carnahan.

Menurut saya ini adalah film yang bisa menjadi pilihan untuk mengawali bulan November tahun ini. Sebuah paket komplit, komedi, laga, misteri dan drama jadi satu dalam film ini. Baiknya sih ikuti saja alurnya dan jangan coba untuk menebak-nebak.

Sebenarnya, film ini sudah dirilis di Amerika sejak tahun 2021, tetapi akan segera tayang di bioskop Indonesia mulai 4 November 2022. Tertarik menontonnya?

Baca Juga: Review ‘The Devil’s Light’: Seramnya Kurang, Bikin Kaget Doang

Baca Juga: Review ‘Lyle, Lyle, Crocodile’: Soundtrack-nya Juara!

Baca Juga: Review 'Rumah Kaliurang': Siapa Bisa Keluar Hidup-Hidup?

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved