Hari Minggu Minggu kali ini agak berbeda, karena saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri sebuah drama musikal yang dari iklan yang beredar saja, sudah bikin takjub.
Adalah drama musikal Ken Dedes, yang mengangkat kisah tentang seorang perempuan tangguh yang namanya terukir dalam sejarah peradaban Nusantara, Ken Dedes.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyambung kisah sejarah Indonesia, salah satunya dengan drama musikal. Drama musikal Ken Dedes kali ini dipersembahan oleh Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI) Dance Company bersama Ciputra Artpreneur yang hanya berlangsung selama 2 hari, yakni pada 18 – 19 Maret 2023 saja.
Beruntungnya saya bisa menjadi salah orang yang beruntung dapat menyaksikan drama musikal ini. Seperti apa?
Kenalan dengan sosok Ken Dedes
Sewaktu sekolah dulu kamu pasti pernah mendengar sekilas tentang keruwetan konflik yang terjadi di Kerajaan Singasari dan melibatkan sosok bernama Ken Dedes dan Ken Arok kan? Jika dulu kamu hanya bisa membayangkan kisahnya dari buku ataupun lisan pengajar, (EKI) Dance Company bersama Ciputra Artpreneur mewujudkan versi visualnya.
Ken Dedes di drama ini sendiri digambarkan sebagai sosok perempuan cantik jelita, yang harus hidup sebatangkara sepeninggalan ibundanya dan ayahdanya yang merupakan seorang pertapa.
Kecantikkan seorang Ken Dedes meluluhkan hati seorang Raja Tumapel, Tunggul Ametung. Lantas, sang Raja pun menculik Ken Dedes dan menjadikannya sebagai permaisuri. Nggak hanya menculik, Raja Tumapel yang terkenal licik ini juga membunuh ayah Ken Dedes.
Tumbuh menjadi seorang perempuan yang dipenuhi dengan amarah dan dendam, Ken Dedes memiliki ambisi yang sangat luar biasa untuk menjatuhkan Tunggul Ametung dan semua orang yang mencoba menjadi penghalang ambisinya dengan segala daya dan upayanya. Kekuatan yang dimilikinya adalah kecantikan, dan kekuasaannya kala menjadi seorang ratu di sebuah kerajaan.
Musik dan lagu yang mendukung
Kisah Ken Dedes dalam drama ini dikemas dalam bentuk drama musikal modern, di mana sebuah penceritaan berpadu dalam kreasi tarian balet, kontemporer, dan etnik. Kisah Ken Dedes yang dituliskan berdasarkan sejarah dan sastra diinterpretasikan secara bebas dengan menyisipkan unsur modern pada musik, kostum dan tata panggung. Namanya juga drama musikal, tentu musik menjadi salah satu komponen pengikat yang penting dalam drama ini.
Yang membuat saya tetap duduk terkesima tanpa mengernyitkan jidat sama sekali adalah saya sangat menikmati setiap lagu yang disajikan dalam drama Ken Dedes ini. Lirik dan melodi yang nyambung, bisa dinikmati dari awal pertunjukkan hingga akhir. Seakan mengajak kita untuk memberikan tepuk tangan sesaat setelah lagu berakhir dinyanyikan.
Pertunjukkan yang terdiri dari 2 babak ini menyajikan lebih dari 10 lagu dengan musik yang beragam, diharmonisasikan oleh para pemain.
Seperti yang disebutkan dalam akhir drama, penulis naskah Ken Dedes adalah Titien Wattimena beserta Tim Skrip EKI Dance Company. Titien sendiri hingga kini telah menulis naskah untuk lebih dari 15 judul drama musikal termasuk libretto di dalamnya. Didukung dengan iringan musik dari Oni and Friends yang membuat musikal ini semakin megah.
Visual penuh dengan warna
Selain musik yang asyik, Musikal Ken Dedes juga didukung dengan tata panggung dan artistiknya, serta kostum yang megah. Visual dari setiap segmen bervariasi. Walaupun saya menduduki kursi di urutan hampir buntut, kemegahan panggung masih tetap terekam istimewa dalam ingatan.
“Artistik Ken Dedes merujuk ke sejarahnya, kembali ke zaman Singosari. Menggunakan geometrik segitiga yang berulang secara konsisten sebagai fasad candi,” ungkap Iskandar K. Loedin, dalang di balik artistik Musikal Ken Dedes.
Seperti yang dikatakan bahwa lakon ini terdiri dari 2 babak, babak pertama adalah babak Tumapel, di mana suasana di atas panggung masih dipenuhi dengan nuansa mengharu biru. Keadaan ketika Ken Umang istri dari Ken Arok yang mengetahui perselingkuhan sang suami dengan Ken Dedes.
Memasuki babak kedua, suasana dan tata panggung berubah dengan didominasi dengan nuansa hitam dan merah. Menandakan situasi yang mulai memanas situasi di antara Ken Dedes, Ken Arok, dan Ken Umang. Nggak lupa dengan permainan cahaya yang semakin mendukung suasana.
Para aktor yang berhasil membawakan peran dengan baik
Apresiasi setinggi-tinggi untuk para aktor yang berhasil menghidupkan cerita Ken Dedes dalam versi modern ini. Para aktornya yang begitu berhasil membawakan karakter dengan sangat baik. Mereka adalah Ara Ajisiwi yang berperan sebagai Ken Dedes, Taufan Purbo sebagai Ken Arok, Nala Amrytha dengan suara merdunya memerankan Ken Umang, dan Uli Herdinansyah, pemeran Tunggul Ametung yang kocak.
Terlepas dari mereka yang berperan sebagai pemeran utama, kehadiran Takako Leen, dan Nanang Hape sebagai pasangan suami istri ‘lambe turah’ juga tak boleh diabaikan begitu saja. Kehadiran mereka cukup penting dalam jalan cerita dan mereka pun berhasil membawakan peran dengan total dan tentunya berhasil membuat saya dan para penonton tertawa terbahak-bahak dengan tingkah mereka.
Selain karena memang memiliki kemampuan akting yang mempuni, para lakon yang terlibat mendapatkan arahan dari seorang praktisi teater seperti Rusdy Rukmarata yang bertindak sebagai sutradara dan koreografer.
Ken Dedes dalam kemasan modern
Menurut Aiko Senosoenoto, Direktur Utama EKI Dance Company dalam tulisan di buku acara digital Ken Dedes, pementasan Ken Dedes sebelumnya pernah ditampilkan EKI pada tahun 1996.
Kini lebih dari 25 tahun sejak saat itu, Ken Dedes kembali dipentaskan dengan naskah yang sama sekali berbeda, dalam bentuk musikal modern yang memadukan bukan hanya tari, teater dan nyanyian, tapi juga film dan teknologi. Bahasa yang digunakan kekinian, namun kisahnya tetap berakar pada sejarah dan tradisi.
Pemilihan drama Ken Dedes sendiri ada hubungannya dengan perayaan hari perempuan internasional yang jatuh di bulan Maret ini. Penggambaran salah satu sosok perempuan yang cukup memiliki pengaruh bagi peradaban. Ia dianggap sebagai sosok leluhur raja-raja yang berkuasa di Jawa, nenek moyang wangsa Rajasa, trah yang berkuasa di Singasari dan Majapahit. Tradisi lokal menyebutkan ia sebagai perempuan yang maharupa, perwujudan kecantikan yang sempurna.
Belum lagi dalam drama ini juga menunjukkan sosok Ken Umang yang digambarkan sebagai perempuan yang berani menyampaikan sebuah kebenaran. Sosok perempuan yang terus memperjuangkan keadilan yang seharusnya ia dapatkan.
Musikal Ken Dedes menjadi sebuah pertunjukkan seni yang mengangkat kultur dan sejarah Indonesia, namun dengan pendekatan yang modern yang tentu saja menghibur dan bisa dinikmati oleh berbagai generasi, khususnya generasi muda.