Berbicara tentang finansial tentu menjadi sesuatu yang sangat penting. Terutama bagi generasi millennial. Kenapa penting bagi millennial? karena banyak narasi yang menunjukan bahwa millennial adalah generasi yang dianggap boros, nggak bisa menabung, memiliki masa depan yang suram, susah diatur, dan terkesan manja. Hal tersebutlah yang coba dibantah oleh Aakar Abyasa, Founder dari perusahan penasihat keuangan independen, Jouska.
Dalam acara JouskaTalk, Aakar Abyasa mencoba mencarikan solusi untuk para millennial dalam mengatur financialnya yang bahkan bisa membantu pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Lalu, apa saja hal yang dibicarakan Aakar Abyasa? Kamu para generasi millennial wajib tahu, nih. Yuk simak, Bela.
1. Narasi tentang image kurang baik generasi millennial
Sebelumnya, Aakar Abyasa membagikan beberapa fakta tentang genenrasi millennial. Aakar mengatakan bahwa narasi tentang image millennial yang kurang baik muncul karena kebanyakan millennial menjadikan segalanya menjadi sesuatu yang 'hype', mulai dari sepatu, makanan, hingga pekerjaan.
Banyak dari kalangan millenial yang mencoba untuk berpindah-pindah berbagai tempat kerja agar mendapatkan nego gaji yang lebih tinggi. Akibatnya, generasi millenial dicap sebagai generasi yang tidak loyal terhadap perusahaan, dan tidak bisa memiliki karya karena hal tersebut.
Katanya millennial itu masa depannya suram, karena sekarang millennial apa-apa di'goreng' menjadi hype. Sepatu di'goreng' jadi hype, boba di'goreng' jadi hype, bahkan kerjaan. Mereka terus-terusan berpindah tempat kerja supaya mendapatkan gaji yang terus-menurus naik, akibatnya millennial dicap nggak bisa berkarya dan imagenya jadinya terus turun. Narasi ini terus menerus muncul di tempat kita.
2. Generasi millennial mencoba membantah statement nggak bisa menabung
Walaupun muncul berbagai narasi tentang millennial yang boros dan tidak bisa menabung, fakta menunjukan hal yang berbeda. Aakar Abyasa mencoba membantah statement tersebut dengan menunjukan sebuah data yang berasal dari BEI, menunjukan bahwa investor pasar modal saat ini dihuni oleh 44,62% orang di bawah usia 30 tahun.
Ini adalah bukti bahwasanya millennial yang di cap nggak bisa kerja, nggak bisa nabung itu walaupun secara jumlah asset lebih dikit karena kan prinsip kita investasi dikit gaya hidup banyak, tapi kan setidaknya kita sudah melakukan.
3. Lalu, bagaimana generasi millennial harus bersikap?
Aakar Abyasa memberikan sebuah contoh tentang bagaimana Jepang bisa menjadi negara yang kuat secara finansial bahkan Jepang mampu memberikan pinjaman kepada Amerika.
Jepang itu bukan hanya mampu membiayai negaranya sendiri bahkan mampu ngutangin Amerika. Jepang itu pemegang surat hutang terbesar kedua di Amerika dan mampu mengutangi negara-negara lain karena rakyatnya nabungnya di SBR (Savings Bond Ritel), karena rakyatnya investasi di SBR, makanya negara Jepang bisa sekuat itu. Jadi ngutangi negara itu bukan sesuatu yang buruk, daripada kita diutangin orang lainkan.
Jadi, keputusan millennial untuk menabung di SBR atau surat berharga negara atau memberikan utang kepada negara bukan merupakan hal yang negatif. Aakar malah mengatakan hal tersebut bisa membantu perekonomian negara.
4. Millennial harus siap menghadapi perubahan
Saat ini tidak ada susatu yang stay. Itu adalah yang ditekankan oleh Aakar Abyasa. Ia mengatakan bahwa generasi millennial seharusnya bersiap dengan segala perubahan yang akan terjadi, terutama di dunia kerja.
Ketidakpastian ini seharusnya membuat kita realistis bahwasanya kita harus menyiapkan diri kita dengan baik.
Sebagai contoh ia menampilan data tentang 6 dari 10 millennial yang ada di Singapura menyisihkan 20% gaji mereka untuk dana pensiun. Hal tersebut mungkin bisa diterapkan generasi millennial di Indonesia.
Kita hidup penuh dengan beban, mau nggak mau kita harus kencangkan sabuk, kencengin asset sendiri, tanamkan dalam diri kita bahwa setiap tahun kita harus grow asset" ujar Aakar Abyasa.
5. Millennial mustinya jangan egois
Narasi lain yang muncul di kalangan millennial adalah egois. Mereka merasa kalau uang yang ia dapatkan memang sepenuhnya adalah miliknya. Padahal hal tersebut merupakan suatu yang egois.
Kalau masih ada yang beranggapan 'uang-uang gua, yaudah gua abisin' itu berarti pengetahuannya terhadap ekonomi mikro masih kurang. Kalau, seperti itu lalu jalanan yang ia gunakan siapa yang biayai? Kita sebagai individu itu nggak bisa lepas dari ekonomi makro.
Jadi, kamu para generasi millennial jangan lupa untuk tetap menunaikan kewajiban kalian untuk membayar pajak, ya. Karena hal tersebut sungguh sangat membantu pertumbuhan perekonomian di Indonesia.