Setiap orang memiliki kecenderungan untuk mengembangkan diri menjadi sosok pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Tentu, salah satu upaya yang kerap diutamakan adalah mengasihi orang lain serta melakukan beberapa jenis kebaikan yang bersifat membantu.
Namun, sadarkah kamu? Mengasihi sesama manusia sebaiknya didasarkan pada sikap mengasihi diri sendiri. Dengan kata lain, berdamailah dengan dirimu dan lakukanlah kebaikan pada dirimu juga agar terdapat ruang yang lebih lebar untuk mengasihi orang lain.
Pertanyaannya, bagaimana cara mengasihi atau mencintai diri sendiri tanpa memberi kesan yang salah terhadap diri sendiri maupun orang lain? Misalnya, permasalahan bentuk 'self-love' yang dapat diartikan sebagai 'fake love.' Nah lho, seperti apakah itu?
1. Membiarkan diri apa adanya
Dalam bukunya yang berjudul Becoming (November, 2018), Michelle Obama menuliskan pandangannya bahwa setiap individu memiliki journey atau cerita hidupnya masing-masing. Hal tersebut tentu sangat berkaitan dengan perkembangan karakter seseorang.
Sehingga, dalam konteks self love, kamu sebaiknya membangun sikap untuk menerima perjalanan hidupmu dan kepribadianmu tanpa adanya kecenderungan menyalahkan diri. Meski begitu, menerima diri bukan berarti menutup mata terhadap kekurangan.
Sebagai contoh, kata-kata seperti berikut:
"Aku sudah seperti ini dari sananya, jadi mau gimana lagi."
Tahukah kamu? Sikap tersebut bukanlah bagian dari self love yang benar. Sebaliknya, ia mengindikasikan kecenderungan seseorang yang membiarkan dirinya tidak berkembang. Bukankah mencintai secara otomatis meliputi upaya untuk membentuk diri lebih baik?
2. Membatasi masukan orang lain
Kamu mungkin cukup yakin bahwa sikap self love yang kamu aplikasikan dalam kehidupanmu dapat dikatakan benar. Pasalnya, sikap acceptance terhadap perjalanan hidup dan karaktermu turut didampingi dengan kemauan untuk berkembang.
Namun, perlu dicatat bahwa proses pengembangan diri sebagai salah satu bukti self love bukan berarti hanya mengandalkan diri sendiri. Yup, sebagai makhluk sosial, kamu membutuhkan orang lain untuk memberikan beberapa masukan yang membangun.
Jadi, akan jauh lebih baik jika kamu tidak membangun sikap fake love berikut:
"Tidak perlu mengatur-ngatur aku, yang penting aku bahagia, jadi terserah aku."
Tentu, kamu pun harus cermat dalam menerima masukan. Sesuaikan dengan standar dan nilai yang kamu pegang sebagai bagian dari pilihan hidup. Memberi respon yang sopan dan baik, termasuk bagian dari proses pengembangan diri, lho!
3. Memprioritaskan diri di atas kewajiban
Dalam konteks self love, kamu pasti cukup familiar dengan kata-kata yang menyarankan agar kamu turut memberi ruang kepada dirimu sendiri. Artinya, jangan merasa bersalah apabila kamu membutuhkan waktu istirahat saat kondisi mentalmu membutuhkannya.
Namun, perlu diketahui bahwa hal tersebut tidak membenarkan tindakan yang kerap memprioritaskan diri di atas kewajiban. Atau dengan kata lain, cenderung meninggalkan tanggung jawab dari hal-hal yang telah kamu sepakati sebagai bagian dari pilihan hidup.
Sebagai contoh, kasus yang sering kali terjadi seperti berikut:
"Aku tidak mau bekerja, tidak ada motivasi untuk melakukannya, kayaknya butuh istirahat."
Memang, menghadapi rutinitas yang penuh tanggung jawab cenderung memberatkan. Namun, tidakkah lebih baik jika kamu memilih opsi untuk meningkatkan time management-mu ketimbang menafaatkan 'self love' sebagai alih-alih tidak bertanggung jawab?
4. Mengeluarkan diri dari proses pembenahan diri
Sebagaimana dijelaskan pada poin-poin sebelumnya, self love atau mengasihi diri sendiri sebenarnya condong terhadap sikap menerima diri sendiri sebagai bagian dari proses mempelajari dirimu, namun disertakan dengan kemauan untuk berkembang.
Namun, bagaimana mungkin bisa kamu mengembangkan dirimu menjadi lebih baik apabila kamu tidak pernah melakukan proses pembenahan diri? Mulai dari menyadari beberapa kekurangan yang kamu terima, hingga melakukan upaya untuk meminimalkan.
Bukannya membangun sikap fake love seperti berikut, Bela!
"Aku udah cinta sama badanku, jadi nggak perlu olahraga."
Mencintai diri sendiri dapat diibaratkan saat kamu mencintai tanaman, binatang, anak kecil, atau hal-hal sejenis lainnya. Tentu, secara otomatis, kamu akan merawat mereka, bukan karena membenci kekurangan, tetapi karena cinta, bukan?
5. Menganggap diri sebagai sosok yang paling benar
Bagaimana mungkin bisa kamu mempercayai orang lain apabila kamu tidak pernah mempercayai dirimu sendiri? Tentu, kata-kata tersebut seringkali terdengar sebagai salah satu wejangan terkait self love untuk mengingatkanmu pentingnya sikap percaya diri.
Namun, sadarkah kamu bahwa sikap percaya diri yang berlebihan dapat mengacu pada kesombongan maupun sikap merasa diri sebagai sosok yang paling benar? Dampaknya, sulit untuk seseorang menerima masukan dan memberi ruang untuk berkembang.
Sebagai contoh, sikap fake love berikut:
"Aku sudah lebih tahu dan paham. Mendingan atur hidupmu sendiri!"
Memang, semua orang memiliki nilai-nilai kehidupan masing-masing. Sehingga definisi benar atau salah setiap orang pun berbeda-beda. Namun, tidakkah lebih baik jika kita membangun sikap terbuka untuk belajar bahwa di atas langit, terdapat langit pula.
So, bagaimana, Bela? Apakah kamu setuju dengan definisi self love yang dapat dikatakan fake love? Again, tidak ada yang benar atau salah karena semua orang memiliki pandangan yang berbeda. But, nothing's wrong to speak up and open for discussion, right?