Sinema tak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga rekaman fenomena sosial yang terjadi dalam kelompok masyarakat tertentu. Film Yohanna misalnya. Karya sutradara Razka Robby Ertanto ini mengajak penonton untuk melihat lebih dekat bagaimana kehidupan warga Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Yohanna merupakan pemenang kategori Direction Award dalam Jakarta Film Week 2024. Film ini merupakan kolaborasi tim produksi tiga negara, yaitu Indonesia, Italia, dan Inggris. Berikut review Popbela yang berkesempatan menyaksikan penayangan perdananya di Indonesia pada Kamis (24/10) lalu.
Sinopsis film Yohanna
Yohanna (Laura Basuki) merupakan seorang suster muda yang sedang mengalami krisis keimanan. Ia berniat berhenti. Ia merasa hatinya kian jauh dari Tuhan.
Keyakinannya tambah diuji ketika harus menyalurkan donasi kepada korban Siklon Tropis Seroja di daerah Sumba Timur. Mobil yang ia pinjam untuk mendistribusikan bantuan mendadak hilang dicuri. Mau tak mau, ia jadi menjelajahi wilayah tersebut. Di sana, Yohanna melihat beragam sisi lain kehidupan yang belum pernah dijumpainya.
Rangkum realita kehidupan masyarakat Sumba
Sebagai seseorang yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah Sumba, menonton Yohanna terasa seperti sebuah jalan-jalan virtual. Sang sutradara yang akrab disapa Robby ini cukup eksploratif soal penggunaan angle. Hal tersebut membuat penonton seolah terbawa ke tengah-tengah lokasi cerita, mulai dari tanah lapang yang dipenuhi kawanan kuda hingga riuhnya pasar tradisional yang menyimpan banyak rahasia.
Namun, Yohanna juga turut menangkap fenomena sosial pahit di daerah Indonesia timur itu. Pekerja anak rupanya sudah jadi hal lumrah. Terlebih, barang yang mereka jajakan adalah peci, minuman tradisional yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi. Entah nyata terjadi atau hanya demi kepentingan cerita semata, adegan para buruh anak yang harus kucing-kucingan dengan polisi agar tidak ditangkap harus diakui cukup ironis.
Tak hanya itu, realita kemiskinan di Sumba Timur juga digambarkan lewat adegan pernikahan dini untuk melunasi utang keluarga. Berbagai jenis perjudian, salah satunya judi kuda, bahkan marak dilakukan.
Karakter suster yang humanis
Jika biasanya karakter suster digambarkan sebagai sosok bak malaikat tanpa cela, Yohanna justru sebaliknya. Di samping statusnya sebagai pelayan Tuhan, ia tetaplah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan.
"Salah satu hal yang membuat aku tertarik bekerja di project ini adalah aku melihat Robby menuliskan (karakter) seorang suster ini tidak hanya seperti yang biasa kita tahu selalu 100% angel. Setiap suster pun juga manusia. Dia bisa melakukan kesalahan. Dia bisa kehilangan keimanannya, ragu di tengah jalan, dan segala macem. Jadi ini yang membuat sosok ini begitu humanis, begitu masuk akal buat aku. Ketika ngerjain project-nya juga aku merasa relate," ungkap Laura.
Peran ini telah berhasil membuat Laura Basuki mempelajari banyak keahlian baru, mulai dari bermain gitar, berkuda, hingga mengendarai mobil pick-up. Di salah satu adegan, ia memang akan mengiringi nyanyian Malu (Iqua Tahlequa), rekannya di gereja, dengan alat musik petik tersebut. Aktris berbakat yang satu ini memang tak pernah bosan membuat penonton terkagum-kagum!
Celetukan humor yang natural
Film Yohanna kian berwarna berkat kehadiran gadis cilik bernama Alis (Kirana Putri Grasela). Salah satu buruh anak ini bergerak lincah menemani perjalanan Yohanna menemukan mobil pinjamannya yang dicuri. Celetukan spontannya sukses membuat satu studio tertawa, termasuk tim juri yang ternyata duduk di sebelah saya.
Robby kemudian mengungkap bahwa sebagian besar pemeran film Yohanna memang baru kali ini berakting. Sebagai seseorang yang memang berprofesi sebagai aktris, Laura Basuki mengaku terkesan dan jadi belajar hal baru dari proses syuting ini.
"Aku merasa beruntung sekali bisa bekerja sama dengan pemain-pemain yang baru pertama kali main di sini. Jadi belajar lagi melihat bagaimana role talent itu mengolah karakter. Mereka yang nggak banyak tahu teknis itu benar-benar memberikan penampilan yang jujur dan memikat," katanya.
Tata alur yang munculkan banyak interpretasi
Jika kapan-kapan berkesempatan menyaksikan Yohanna, satu pesan saya: fokus! Robby sengaja menata alurnya secara tidak linear. Batas garis waktu masa kini dan masa lalu begitu kabur. Penonton akhirnya harus menebak-nebak bagaimana urutan kejadian yang sebenarnya.
"Sebagai filmmaker, (saya) menganggap sinema itu selalu (menjadi) ajang untuk kita mengeksplor apapun yang terjadi. Pada dasarnya, kenapa dibikin nonlinear itu (biar) ada tantangan aja sebagai filmmaker untuk membuat suatu konsep baru yang menurut saya bisa lebih bekerja," jelas Robby.
Selain itu, film ini juga memiliki konsep open ending. Kembali lagi kepada soal penataan alur, penonton hanya dibiarkan menerka-nerka adegan manakah yang menjadi akhir dari pergulatan iman Yohanna. Robby pun membebaskan penontonnya untuk pulang dengan interpretasi masing-masing.
Selamat atas keberhasilan Yohanna membawa pulang penghargaan Direction Awards dari Jakarta Film Week 2024!