"Konsernya hari terakhir, ya, Mbak? Rame banget, nih, jalanan," kata pengemudi ojek online yang saya tumpangi.
Betul, kemarin adalah hari ketiga sekaligus terakhir gelaran PESTAPORA yang menghadirkan sederet line-up yang fantastis. Selama tiga hari berturut-turut, festival musik ini menyediakan 10 panggung yang terdiri dari panggung besar hingga panggung kecil untuk aksi stand-up comedy, yang tak pernah absen dipadati penonton. Nggak heran, penonton sampai niat banget menyusun jadwal penampil yang ingin mereka saksikan.
Tentu saja, Popbela juga tak mau kalah. Usai berterima kasih kepada pengemudi ojek yang dua hari berturut-turut mengantar saya (sungguh kebetulan tak terduga), saya langsung bergerak cepat untuk masuk.
Jazzy golden hour
Pilihan pertama saya adalah menonton Ardhito Pramono di Boss Stage. Penyanyi sekaligus aktor pemeran Kale dalam Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini tersebut membawakan dua soundtrack andalan yang dinyanyikannya, "Sudah" dan "I Just Couldn't Save You Tonight". Lagu utama dalam album terbarunya, "Wijayakusuma" juga ia bawakan sore itu dengan aransemen musik baru yang lebih jazzy. Lagu yang Indonesiana dan golden hour memang kombinasi yang surga banget!
Menariknya, Ardhito turut mengajak seorang talenta muda, Kynya Arrazzaqu, untuk tampil membawakan sebuah lagu yang baru diciptakannya beberapa hari lalu. Sebagai penutup, "bitterlove" dan "superstar" terlantun dan disambut dengan teriakan "Ardhito love you" dari berbagai sisi penonton.
1% konser, 99% curhat
Sudah hal umum saat ini kalau pertunjukan musik menjadi ajang "1% konser 99% curhat". Selesai menonton Ardhito, saya bergerak ke panggung sebelah, Hingar Bingar Stage, yang menampilkan Adhitia Sofyan. Katanya, "saya menulis dan menyanyikan lagu tentang bagaimana kita jatuh cinta pada orang yang tidak bisa kita miliki." Beberapa lagu hits yang dibawakannya antara lain "Forget Jakarta" dan "Sesuatu di Jogja".
Belum selesai, saya pindah lagi ke Boss Stage untuk mengamankan tempat terbaik, hendak menonton Last Child. Meski penampilan dimulai 10 menit lebih lambat, hal tersebut terbayar dengan dinyanyikannya "Duka", "Pedih", "Sekuat Hatimu", "Seluruh Nafas Ini", "Tak Pernah Ternilai", "Diary Depresiku", bahkan "Aku Bukan Bang Toyib" milik Wali dalam versi rock.
Masih belum usai agenda "1% konser 99% curhat" tersebut, saya kemudian menembus lautan manusia menuju PESTAPORA IM3 Stage untuk membuat lautan kunang-kunang bersama Fiersa Besari. Penyanyi dan penulis yang identik dengan senja tersebut benar-benar memeluk senja yang telah tenggelam bersama lagu-lagu populernya, seperti "Bukan Lagu Valentine", "April", "Garis Terdepan", "Waktu yang Salah", "Runtuh", dan "Celengan Rindu". Saat menengok kanan dan kiri, benar saja yang terlihat adalah orang-orang curhat dengan menyanyikan deretan tembang tersebut penuh penghayatan.
Throwback night
Saya bergegas kembali ke Boss Stage untuk menonton panggung Tribute to Koes Plus yang dilakukan oleh dua duo yang sama-sama tengah naik daun, yaitu Vincent & Desta (Vindes) dan Endah n Rhesa. Saya kembali teringat perkataan Kiki Aulia Ucup, Direktur Boss Creator yang menyelenggarakan acara ini, kalau manggung bersama Vindes isinya 15 menit tampil, 30 menit gimmick.
As expected, omongan itu ternyata valid, nih, Bela! Ada saja tingkah kocak duo ini di sela-sela penampilan. Mulai dari duel instrumen yang berujung bertukar instrumen pada lagu "Ku Jemu", Desta gantian memainkan bass dan Vincent gantian memainkan drum. Kejutan seolah tak ada habisnya, Andre Taulany, rekan keduanya di Trio Kurnia, mendadak muncul mengenakan topi koboi dan kian memeriahkan suasana. Andre sang raja gimmick–kata netizen–membuat "Kisah Sedih Dihari Minggu" mendadak salah server ke lagu "Mungkinkah" milik Stinky, band yang dulu digawanginya.
Saya berterima kasih kepada kaki saya yang malam itu sanggup mengimbangi keinginan hati untuk bernostalgia. Saya kembali ke PESTAPORA IM3 Stage untuk menantikan Melly Goeslaw membawa penonton mengenang Ada Apa Dengan Cinta yang fenomenal di era 2000-an. Sang penyanyi saja terkejut masih banyak orang yang hafal dengan soundtrack film yang dibintangi Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra. Namun, ia menyayangkan waktu yang tersedia untuknya cukup terbatas.
"Aya keneh waktu? Da konser ayeuna mah naha dimenitan, sih? Kan saya mah udah jarang tampil (Masih ada waktu? Kenapa, sih, konser sekarang harus dimenitin, sih? Kan saya udah jarang tampil)," kata penyanyi yang akrab disapa Teh Melly itu.
Pindah berkala panggung ke panggung
Hindia jadi penampil terakhir yang saya saksikan malam itu karena harus mengejar kereta terakhir. Konsep panggung unik dan penonton yang hafal lagu merupakan perpaduan terbaik untuk memeriahkan sebuah festival musik. Hindia punya keduanya.
Kalau sesi curhat sore lebih kepada soal hubungan, lagu-lagu penyanyi bernama asli Baskara Putra ini mengarah ke realita kehidupan yang tak seindah ekspektasi. Belum lagi liriknya yang seolah memang tercipta untuk dinyanyikan di festival musik. Ada saja aksi kompak penonton yang terkomando oleh lirik lagu, misalnya "Secukupnya" dan "Mata Air".
Tentu sejumlah lagu beken Hindia lainnya juga ditampilkan dan ditutup dengan "Evaluasi". Saya lantas buru-buru pulang melewati lorong Sayonara PESTAPORA. Sebagaimana Hindia yang punya "Rumah ke Rumah", malam ini saya puas karena "pindah berkala panggung ke panggung" menyaksikan penyanyi-penyanyi favorit.
So, it was a wrap. Terima kasih PESTAPORA. Sampai jumpa tahun depan!