Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Film Ave Maryam, Kisah Romansa Terlarang yang Tayang Lolos Sensor

Ditayangkan oleh Plaza Indonesia Film Festival

Rara Peni Asih

Kali pertama mendengar film berjudul Ave Maryam karya sineas Indonesia memang sedikit bikin penasaran. Tapi ketika film ini dibintangi oleh Maudy Koesnadi, seketika rasa penasaran saya makin menjadi, terlebih lagi melihat penampilan Maudy lengkap dibaluti baju biarawati. Saya bertanya-tanya, bagaimana seorang Maudy yang berperan sebagai biarawati muda bernama Maryam (40) bisa lepas dari karakter Zaenab yang sudah melekat dalam dirinya sedari zaman Doel Anak Sekolahan?

Beruntunglah Popbela dapat kesempatan menonton film Ave Maryam karya Ertanto Robby Soediskam yang berhasil diboyong Plaza Indonesia untuk memutar filmnya versi tanpa sensor tepat di hari Valentine (14/2).

Ya, film yang sempat ditakutkan tak laik tayang ini bisa ditayangkan tanpa sensor berkat diskusi yang baik antara Plaza Indonesia sebagai penyelenggara Film Festival 2019 dengan Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut pihak Plaza Indonesia, film Ave Maryam bisa lulus tanpa sensor karena unsur festival, kebudayaan dan edukasi.  Memang seberapa kontroversi film ini ya? Berikut ulasannya.

Erotisme yang Elegan

Cerita Film Ave Maryam dinilai cukup kontroversi bukan karena adanya adegan seks vulgar yang diterka beberapa orang. Justru film yang menjadikan Semarang sebagai latar belakang dalam cerita, sama sekali tak menayangkan adegan ekstrem semacam itu. Sang sutradara, Robby pun tak perlu repot memberi visual secara gamblang, cukup bermain simbol saja sang sutradara sudah berhasil memberi sugesti kepada penonton kalau salah satu adegan memiliki makna ‘erotis’, ya cara tersirat seperti ini menurut saya lebih elegan, alias nggak murahan. Misalnya, disorotnya buku yang dibaca Maryam dengan sampul bergambar bagian bawah tubuh perempuan telanjang, scene yang memberi kesan sensual ini pun muncul pada awal film dimulai.

Begitu juga dengan lawan main Maudy, yakni Chicco Jerikho yang berperan sebagai Romo Yosef. Penampilannya sengaja dibuat terlihat memesona. Dalam film ini, karakter yang diperankan Chicco Jerikho muncul disaat derasnya hujan turun dengan baju basah! Apalagi Romo Yosef ini punya skill bermusik yang tinggi dan berwajah tampan. Ketika sedang latihan bermusik, ia lebih sering terlihat berkeringat, sehingga memberikan kesan seksi pada seorang pria.

Kehadiran Romo Yosef di asrama pun membuat Maryam gundah. Romo yang tak kuat menahan cintanya pun terhipnotis dengan sosok Maryam. Keduanya akhirnya tenggelam dalam cinta yang jelas terlarang. Bagian cerita klimaksnya pun muncul pada scene di sebuah pantai, sutradara menyorot pintu mobil tempat Maryam duduk dibiarkan terbuka, seolah menandakan penyerahan diri atau terbukanya hati Maryam kepada pria yang dicintai, tanda pintu mobil terbuka sebagai simbol memang menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi masing-masing penonton. Di adegan ini, Maudy dan Chicco dituntut untuk memperlihatkan tubuh mereka tanpa ditutupi sehelai kain.

Perlukah Disensor?

Meski ceritanya penuh risiko, cerita dalam film ini justru membuka mata kita sebagai manusia yang memang nggak luput dari dosa tapi juga punya rasa cinta dan kasih sayang. 

Dialog film Ave Maryam yang begitu baku dan terkesan kaku tak terlalu mengganggu untuk dinikmati, lagipula film ini tak menampilkan banyak dialog. Sekalinya para aktor dalam film berlakon, tak ada kata mubazir yang keluar, alias berisi semuanya. Sedikit bicara tapi penuh makna. Pengambilan gambar yang apik dengan warna film yang memberi kesan klasik begitu terasa dan sepadan dengan suasana kota lama Semarang, khususnya kawasan Gereja Blenduk yang paling sering tersorot.

Tapi sangatlah aneh dan disayangkan kalau scene terpenting di pantai akan disensor jika ditayangkan serentak di seluruh bioskop konvensional. Padahal, menurut subyektif saya, scene tersebutlah yang jadi klimaks cerita dalam film Ave Maryam ini. Lagipula pihak bioskop bisa membuat regulasi yang tegas kalau mulai dari usia 21 tahun lah yang bisa menikmati film ini.

Sebelum semakin spoiler, ada dialog yang paling membekas dalam film ini, yaitu kalimat yang dilontarkan seorang biarawati lansia kepada Maryam yang diperankan oleh Tutie Kirana, “Kalau surga belum pantas buat saya, buat apa saya mengurus nerakamu?” Setidaknya kutipan ini cukup mewakili isi cerita dalam Ave Maryam. Robby pun merasa kalau film ini sangat personal baginya. “Ave Maryam sebuah film tentang cinta, kejujuran dan pengabdian pada kemanusiaan,” jelas Robby.

Tak heran kalau film ini membuat Robby berhasil mendapat nominasi sebagai ‘New Talented Director’ di Hong Kong Asian Film Festival 2018, lalu nominasi ‘Best Movie’ di Hanoi International Film Festival 2018.

Penasaran kan bagaimana seorang Maudy memerankan karakter Maryam, biarawati mudah berusia 40 tahun yang terpaksa membuat sebuah pilihan besar dalam hidupnya? Nantikan pada 11 April 2019 mendatang ya. Sementara itu, kamu bisa menikmati film berkualitas lainnya di Plaza Indonesia Film Festival. Popbela sih rekomendasiin kamu untuk nonton film 27 Steps of May, Memories of My Body, Kado, Ballad of Blood & Two White Buckets, dan Loz Jogjakartoz.

IDN Channels

Latest from Inspiration