Bicara soal bisnis kopi di zaman sekarang, lebih tepatnya di zaman setelah banyak orang terpana dengan film “Filosofi Kopi” dan maskulinitas dua orang aktor yang bersahabat dan membuka bisnis kopi bersama, ternyata tidak memberi pengaruh besar bagi Dea Salsabila Amira untuk berbisnis di dunia kopi. Ia tak hanya sekedar ikut-ikutan tren, tapi Dea mendapat panggilan dari hati nuraninya sendiri, sangat pas dengan campaign Popbela bertajuk #IAMREAL ini.
Kelahiran Surabaya ini justru rela meninggalkan bisnis fashion dengan keuntungan besar demi merintis bisnis sosial, bukan sekedar ikut tren lalu langsung buka bisnis kopi lho ya. Tapi Dea ingin mempunyai bisnis yang memberi dampak positif untuk lingkungan setelah ia mengikuti program United Nation dan menyadarkannya kalau perubahan iklim adalah isu yang sangat serius dan dunia pertanian lah yang berkontribusi terhadap masalah pemanasan global ini. Lalu apa kaitannya antara kopi, petani, perubahan iklim dan bisnis yang dijalani Dea?
Petani Kopi yang Tertipu
Keyakinan Dea membuka bisnis sosial dan memberdayakan petani kopi kecil berawal karena lahan hijau petani kopi juga jadi salah satu yang berkontribusi terhadap krisis iklim yang kini sedang kita hadapi. Tetapi Dea semakin yakin mengembangkan bisnis sosial miliknya bernama ur-farm.com karena ia mendengar pengalaman pahit petani kopi.
Tahun 2016, Dea dan timnya datang ke Bondowoso, Jawa Timur. Ia bertemu seorang petani kopi bernama Yanto yang memilih menyerah untuk meninggalkan profesinya yang sudah dilakoni sejak tahun 1989. Keputusan Yanto bukanlah tanpa alasan, sebab ia jadi korban penipuan dan harus kehilangan Rp300 juta dari hasil panen kopi dari lahannya dan petani lainnya.
“Tahun 2015 ada pembeli dari Sumatera yang butuh 20 ton biji kopi. Kalau petani kopi di Indonesia, umumnya nggak punya lahan banyak, paling besar cuma 4 hektar, kalau dia punya stok 20 ton berarti itu hasil panen dia dengan petani lain. Setelah dikirim dan di-follow up, si pembeli bilang sudah ditransfer hanya Rp 300 ribu. Pak yanto jadi hutang dong dengan petani-petani lain, akhirnya dia sampai jual rumah dan asetnya yang lain, dia putus asa sampai kena diabetes dan jantungan. Buat petani kita, Rp300 juta itu besar lho,” tutur Dea.
Pengalaman pahit Pak Yanto inilah yang membuat Dea tak ragu lagi ingin memberi dampak positif bagi petani kopi di Indonesia. Apalagi, menurut hasil survey yang dilakukan Dea, petani kopi rela hasil panennya dibeli murah meski mereka tahu tak dapat untung, yang penting balik modal!
“Kalau dibiarin terus mau sampai kapan? Kapan petani kopi bisa untung? Sedangkan kopi itu hanya bisa panen satu tahun sekali. Harus untung, supaya petani kopi Indonesia bisa lebih independen,” ucap Dea kepada Popbela.
Berkat kegigihan Dea, ia pun berhasil membuat Pak Yanto dan petani kopi lainnya percaya dengan gagasannya. Pak Yanto bangkit kembali menjadi petani kopi, dan Ur-Farm sudah membina 80 petani kopi di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Ya, Dea tak hanya sekedar membeli kopi dan menjualnya, tetapi ia juga mengedukasi para petani kopi mulai dari cara membuat Memorandum of Understanding (MoU) hingga mengajarkan bagaimana cara roasting yang benar dan menyediakan mesinnya pula. Tak tanggung-tanggung, ia juga memberi mesin roasting supaya petani bisa meningkatkan pendapatan mereka. Bayangkan jika selama ini petani hanya bisa menjual biji kopi mentah yang hanya laku Rp90 ribu per kg, namun pendapatan mereka akan bertambah jika bisa menjual biji kopi yang telah malalui proses roasting yang biasanya dijual Rp400 ribu!
Inilah yang membedakan Ur-Farm dengan tengkulak. Jika tengkulak membeli biji kopi dengan harga yang sangat murah, Ur-Farm justru membeli biji kopi dengan harga 20 persen lebih tinggi dan mengedukasi petani kopi untuk jangka panjang.
Mengubah Racun Limbah Kulit Kopi Jadi Lebih Berarti
Meski menjalani bisnis sosial, Dea tak menampik ia juga harus memikirkan dari segi keuntungan. Meski begitu, ia tak gelap mata. Dea tetap harus memantau sejauh mana kesuksesan bisnis sosial yang ia jalani. “Karena sosial bisnis yang penting itu kan impact. Revenue penting sih buat bisnis, tapi impact itu harus diukur juga,” ucapnya.
Dampak positif yang harus dirasakan petani kopi Indonesia memang memberi tantangan tersendiri bagi Dea. Apalagi ia juga harus mendidik petani untuk mendapatkan keuntungan lebih. Tak heran kalau Ur-Farm memfasilitasi segala hal yang bisa mendukung produktifitas petani binaan mereka. Mulai dari sepatu boots, terpal hingga kebutuhan lainnya pun akan dipenuhi. Lambat laun, kontribusi Dea terhadap kesejahteraan petani kopi tak tanggung-tanggung, berkat keseriusannya pula, Dea mendapat project dan dana dari pemerintah Amerika Serikat sebesar $15 ribu atau setara Rp229 juta untuk mengatasi limbah kulit kopi yang ternyata membahayakan kesehatan.
“Limbah kulit kopi itu banyak banget, produksi kopi Indonesia terbesar no.4 di dunia, jadi limbahnya ton-tonan. Kalau limbah kulit kopi kena gesekan, keluar api, dan orang bisa terkena racun sebenarnya jadi polusi, kalau limbah dibuang ke air, airnya akan tercemar. Karena masalah ini aku kerjasama dengan profesor dari Universitas di Jember, kami mengelola limbah kulit kopi yang diubah jadi energi terbarukan untuk biobriket yang bisa dipakai untuk masak. Fungsinya kayak arang, cuma ini bio aja. Si limbah bisa dipakai untuk masak, petani juga bisa jual ke yang lain, kan jadi ada pendapatan tambahan,” jelas Dea.
Tapi Dea tak hanya fokus di Indonesia, project dari US ini membuat Dea juga harus ikut memberdayakan petani kopi di Vietnam dan Filipina. Ia pun mengadakan workshop dan membawa serta memberikan tiga mesin kepada petani kopi di sana. Ternyata petani Fillipina dan Vietnam baru tahu kalau limbah kulit kopi itu bisa diolah.
“Itulah kenapa aku maunya bikin workshop dan aku mau kasih mesinnya, karena aku nggak mau one time hit. Aku kasih tiga mesin, mesin pertama untuk bikin briket, cetak briket dan kompor. Karena kompornya tuh khusus, jadi nggak sembarangan kompor, tujuannya apa? Supaya petani bisa bikin sendiri, inilah yang bikin kita unik dari bisnis kopi lainnya, karena kita ada sosial value. Karena itulah alasan aku ninggalin bisnis fashion demi Ur-Farm, karena nggak cuma sekedar cari untung, tapi melihat petani kopi kayak di Vietnam mereka kelihatan sangat berterimakasih dengan mukanya sincere, rasanya puas banget.”
Photo Credit:
Photographer: Andre Wiredja
Makeup & Hair: Engelina Inez
Stylist: Wilsen Willim
Fashion Editor: Michael Richards
Wardrobe & Accessories: Wilsen Willim, Imaji Studio, RACCOONANDBABIES
Location: Alska