Sebagian besar budaya yang ada di masa lalu memiliki reputasi yang buruk dalam memperlakukan perempuan dengan hormat dan adil. Lalu apakah sistem ini berlaku di bawah pimpinan seorang diktator yang brutal seperti Genghis Khan?
Jawabannya, beberapa perempuan bernasib sangat baik di bawah kekuasaan Genghis Khan, namun beberapa yang lain sangat menderita. Tetapi sebagian besar, orang-orang Mongol memiliki beberapa gagasan yang cukup progresif tentang hak-hak perempuan, setidaknya dibandingkan dengan banyak budaya lain yang ada pada saat itu, termasuk budaya Barat. Jadi, inilah fakta bagaimana rasanya menjadi perempuan di bawah pemerintahan penakluk Mongolia yang terkenal kejam.
1. Seorang suami harus mendengarkan nasihat istrinya
Perempuan Mongolia sangat dihormati, dan anggota masyarakat yang sangat dihargai. Bahkan menurut Amonbe, orang Mongol percaya bahwa seorang pria harus menikahi seorang perempuan yang lebih tua, karena seorang perempuan yang lebih tua akan jauh lebih bijaksana, dan diharapkan bisa membimbing suaminya agar tidak membuat keputusan hidup yang bodoh.
Faktanya, seorang pria mongol tidak akan dipandang baik jika ia tidak mendengarkan istrinya, dan dianggap tidak dewasa atau tidak sopan. Prajurit Mongol memang terkenal kejam, namun tidak dengan istri mereka.
2. Pengadilan terkait keintiman rumah tangga
Dalam sejarah, banyak sekali perempuan yang dilecehkan oleh pria, dan bahwa apapun budayanya pria selalu menguasai hampir segala aspek. Namun menurut Amonbe, masyarakat Mongolia tidak seperti itu.
Perempuan Mongol sering kali memegang kendali di rumah. Bahkan, jika suami tidak sanggup memuaskan hasrat istrinya di ranjang, si istri bisa mengajukan petisi kepada pemerintah.
3. Perempuan Mongol yang tangguh
Di Tiongkok, tepatnya di selatan kekaisaran Mongol, Neo-Konfusianisme menguraikan aturan ketat terkait perilaku perempuan yang seharusnya patuh, dan istri yang harus melayani suami mereka, kecuali ketika suami mereka meninggal, dan tidak boleh menikah lagi.
Di Mongolia, perempuan tidak mengalami hal itu. Menurut Amonbe, perempuan Mongolia tangguh, mereka menjadi pembalap kuda, bertarung dalam pertempuran, dan mengikuti kompetisi memanah. Perempuan Mongolia juga tidak diharuskan pasrah dan patuh, mereka justru diharapkan untuk menjadi kuat, ganas, dan pekerja keras.
4. Di bawah pemerintahan Genghis Khan, perempuan bertanggung jawab dalam transportasi
Orang-orang Mongol kebanyakan menunggang kuda. Di Mongolia selama masa Genghis Khan, para wanita bertanggung jawab untuk menangani gerobak (kereta kuda) dan laki-laki tidak diizinkan untuk menaikinya, kecuali jika mereka sakit.
Gerobak Mongolia bukan saja digunakan untuk kegiatan sehari-hari, namun juga salah satu komponen terpenting dari gaya hidup nomaden. Menurut San Diego Tribune, gerobak-gerobak itu membawa tenda-tenda khusus tempat tinggal orang-orang Mongol, dan sebagian besar barang serta persediaan mereka juga.
5. Perempuan Mongol diharuskan bisa dalam segala hal
Menurut Universitas Victoria, perempuan Mongolia tidak saja diharuskan untuk memikul banyak tanggung jawab, mereka juga harus bisa melakukan banyak hal. Adalah tugas perempuan untuk menurunkan dan memasang tenda, dan mereka harus melakukannya dengan cepat dan efisien. Mereka juga harus bisa mengendalikan kawanan hewan, dan melakukan semua hal wajib terkait fitrah perempuan juga, seperti membesarkan anak-anak dan memasak.
Jadi perempuan Mongol memiliki tanggung jawab melakukan jenis pekerjaan yang sekarang ini kita anggap sebagai kerja kasar. Maka tidak mengejutkan jika pria Mongolia sangat menghormati perempuan. Perempuan sering menghadapi kesulitan, namun berhasil menanganinya dengan anggun dan tabah.
Ibu Genghis Khan sendiri terpaksa membesarkan anak-anaknya dalam tanggung jawab besar dan kesulitan di alam liar karena mereka ditinggalkan oleh sukunya setelah kematian suaminya. Mungkin itu ada hubungannya dengan gagasan progresif Genghis Khan terhadap perempuan.
6. Pria yang berakhir tragis karena menolak menikahi Putri Genghis Khan
Genghis Khan memiliki empat putra, tetapi sebagian besar anak-anaknya adalah perempuan. Dan menurut sebagian besar catatan sejarah, Genghis menyayangi dan menghargai anak-anak perempuannya sama seperti dia menghargai anak-anaknya yang lain. San Diego Tribune mengatakan dia pernah membunuh seorang pria yang menolak menikahi putrinya.
7. Kematian setelah menikahi putri Genghis
Menurut Tyee, Genghis akan memilih suami kerajaan untuk putrinya, dan biasanya seorang raja dari negara sahabat. Genghis selalu menyuruh suami baru putrinya untuk melakukan misi berbahaya di zona perang Mongol. Dan itu bukan tanpa alasan. Jika suami putrinya terbunuh dalam perang, putri Genghis akan mengambil alih kerajaan suaminya, sehingga bisa memperluas kerajaan ayahnya yang memng sudah besar.
8. Kontes kecantikan Genghis Khan
Bagaimana nasib seorang perempuan di salah satu negara yang ditaklukkan Genghis Khan? Ya, mereka akan mengalami pelecehan seksual dari tentara-tentara Genghis Khan. Di sisi lain, jika perempuan itu cukup beruntung karena kecantikannya, mereka akan dipaksa untuk mengikuti kontes kecantikan Genghis Khan.
Menurut Ancient Origns, setelah tentara Genghis selesai dengan penjarahan dan pelecehan, mereka akan membawakan perempuan-perempuan paling cantik kepada Genghis Khan. Pemenangnya akan menjadi salah satu dari banyak istri Genghis Khan. Namun, perempuan-perempuan yang dianggap Genghis tidak memenuhi standar kecantikannya akan dikirim bersama para prajurit untuk dianiaya dan kemudian dibuang.
9. Memiliki banyak istri tidak menjadi masalah
Tidak ada yang namanya monogami pria di Mongolia dalam pemerintahan Genghis Khan. Pria boleh memiliki banyak istri, tetapi masing-masing akan memiliki tendanya sendiri dan tinggal bersama anak-anaknya. Namun, menurut History on the Net, mereka semua biasanya hidup rukun tanpa kecemburuan.
Istri pertama seorang pria dianggap sebagai istri sahnya. Jadi, anak-anak dari istri pertama mendapatkan lebih banyak barang jarahannya ketika dia meninggal, yang merupakan aturan dari seorang lelaki seperti Genghis yang memiliki 500 istri. Bayangkan seperti apa wasiat terakhirnya jika dia harus membagi kekayaannya secara merata di antara istri-istri dan anak-anaknya yang super banyak itu.
10. Tetap bekerja keras setelah suami meninggal
Tidak ada harapan menikah kembali setelah suami meninggal. Jika perempuan itu adalah istri pertama, ia akan mewarisi segalanya dan menjadi kepala rumah tangga. Setelah itu ia harus hidup mandiri. Perempuan Tiongkok pada waktu itu juga tidak diizinkan menikah kembali, tetapi mereka harus pindah dengan keluarga suami mereka yang sudah mati dan menjadi budak selama sisa hidup mereka.
11. Mengeluarkan hukum pro-perempuan
Setelah selesai menaklukkan sebagian besar Asia, Genghis Khan menulis beberapa undang-undang. Dokumen yang dikeluarkan Genghis dengan bantuan penasihatnya yang disebut Yasak, mengeluarkan perundang-undangan untuk menjaga perdamaian di tanah-tanah baru Genghis Khan yang ditaklukkannya.
Menurut Duhaime.org, ada moratorium Yasak yang menyinggung penculikan istri dan penjualan perempuan. Yasak juga melarang adanya tentara dan perbudakan terhadap anak-anak (atau paling tidak perbudakan orang Mongol lainnya) dan secara khusus melarang diskriminasi berdasarkan agama, bahkan itu menjadi salah satu kode hukum pertama yang diketahui yang memungkinkan warganya dalam kebebasan beragama.
Ternyata di balik kekejamannya, Genghis Khan memiliki pemikiran tersendiri terkait perempuan. Apa pendapatmu mengenai perempuan di masa pemerintahan Genghis Khan ini? Pro atau kontra?
Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "11 Aturan yang Harus Dipatuhi Wanita di Zaman Genghis Khan" ditulis oleh Amelia Solekha