Menjelang peringatan HUT RI, kita perlu mengingat kembali para tokoh yang turut menyukseskan proklamasi kemerdekaan Indonesia 78 tahun lalu. Salah satu tokoh yang begitu dikenal yaitu Sayuti Melik.
Dalam artikel ini, kita akan membahas biografi Sayuti Melik. Sayuti Melik merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam penulisan naskah proklamasi.
Naskah proklamasi yang akhirnya dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu sebelumnya disusun oleh Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebarjo. Namun, Sayuti Melik mengetik tulisan tangan Soekarno disertai dengan sejumlah perubahan hingga menjadi naskah utuh yang disetujui bersama.
Untuk mengenalnya lebih jauh, berikut biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi.
1. Biografi Sayuti Melik
Mohamad Ibnu Sayuti atau dikenal Sayuti Melik merupakan tokoh kemerdekaan Indonesia yang lahir di Sleman, Yogyakarta pada 22 November 1908.
Sayuti lahir dari seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman bernama Abdul Mu'in alias Partoprawito. Sementara itu, ibu Sayuti Melik bernama Sumilah.
Biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi berlanjut mengenai pendidikan yang ia tempuh. Sayuti memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro yang setingkat sekolah dasar di Desa Srowalan.
Sikap nasionalis Sayuti Melik telah tertanam dari sang ayah. Pasalnya, ayahnya sempat menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanam tembakau.
2. Pendidikan dan karier Sayuti Melik sebelum kemerdekaan
Biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi berlanjut saat ia memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro (setara SD) di Srowolan, Solo dan dilanjutkan di Yogyakarta. Sejak kecil, Sayuti Melik sudah belajar nasionalisme dari guru sejarahnya di Solo yang berkebangsaan Belanda, yakni H.A. Zurink.
Pada usia belasan tahun itu, Sayuti sudah tertarik belajar Marxisme yang dianggap sebagai ideologi menantang penjajahan. Sementara itu, Sayuti bertemu dengan Soekarno di Bandung pada tahun 1926.
Selang beberapa waktu, ia dicurigai tergabung dalam kegiatan PKI hingga ditangkap oleh Belanda. Ia ditahan hingga berkali-kali sampai akhirnya bertemu dengan SK Trimurti.
Sayuti Melik pernah dibuang di Boven Digul pada tahun 1927-1933 karena dinilai terlibat dengan PKI oleh Belanda. Bukan hanya itu saja, ia juga pernah dipenjara di Singapura selama setahun pada tahun 1937, kemudian dibawa ke Jakarta dan dimasukkan sel di Gang Tengah sampai tahun 1938.
Sepulang dari pembuangannya, Sayuti menikah dengan SK Trimurti yang merupakan seorang aktivis perempuan pada 19 Juli 1938. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yakni Moesafir Karma Boediman dan Heru Baskoro.
Mereka kemudian mendirikan Koran Pesat di Semarang. Namun, tulisan mereka yang kerap mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda membuat mereka keluar masuk penjara.
Saat Jepang berkuasa, koran yang didirikan pasangan suami istri ini pun dibredel hingga Trimurti ditangkap oleh tentara Jepang. Akhirnya, dengan bantuan Soekarno, Sayuti dan Trimurti kembali bersatu setelah Pusat Tenaga Rakyat (Putera) didirikan.
3. Sayuti Melik menjadi anggota PPKI
Setelah Sayuti Melik dan Trimurti dibebaskan, mereka tetap menggeluti bidang jurnalistik, tetapi Sayuti juga terdaftar sebagai anggota PPKI. PPKI merupakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk pada 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Ir. Soekarno.
Mulanya, anggota PPKI berjumlah 21 orang. Namun, tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan PPKI bertambah 6 orang, salah satunya adalah Sayuti Melik.
Ia juga merupakan golongan muda Menteng 31 yang berperan menculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok dengan tujuan untuk meyakinkan mereka agar segera menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah bersepakat, akhirnya naskah proklamasi dirumuskan di rumah Laksamana Maeda.
4. Peran Sayuti Melik dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Proses perumusan teks proklamasi juga melibatkan Sayuti Melik. Perumusan itu dilakukan pada tanggal 16 Agustus 1945 oleh Soekarno, Moh. Hatta, Achmad Soebardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik.
Sayuti Melik dapat ikut serta dalam perumusan tersebut karena ia adalah sekretaris Soekarno pada masa itu.
Pada saat perumusan, Soekarno lah yang bertugas untuk menulis. Sementara Moh. Hatta dan Achmad Soebardjo mendiktekan kalimat proklamasi.
Kalimat pertama proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan ide dari Achmad Soebardjo. Lalu, kalimat terakhir merupakan hasil buah pikir Moh. Hatta.
Sayuti Melik kemudian mengetik teks proklamasi, tetapi dengan beberapa perubahan. Dikarenakan peran itu, biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi kini banyak tersebar.
Kalimat-kalimat yang diubah oleh Sayuti Melik adalah sebagai berikut.
- Kata "Hal2" diubah menjadi kata "Hal-hal"
- Frasa wakil-wakil bangsa Indonesia diganti menjadi atas nama bangsa Indonesia
- Tempoh diubah jadi tempo
- Penambahan nama Soekarno-Hatta di bagian bawah
- Djakarta, 17-8-05 diubah jadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
5. Karier Sayuti Melik setelah kemerdekaan Indonesia
Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Sayuti Melik kemudian masuk menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun, pada tahun 1946, ia ditangkap oleh pemerintah Indonesia dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946.
Peristiwa itu merupakan percobaan kudeta oleh kelompok oposisi pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syjahrir. Penangkapan tersebut merupakan perintah dari Amir Syarifuddin.
Biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi kemudian berlanjut saat akhirnya ia dibebaskan setelah dinyatakan tidak bersalah. Ia lalu ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Ambarawa.
Meskipun berkali-kali dipenjara, Sayuti Melik akhirnya bisa bangkit dan terjun dalam dunia politik. Ia memulai karier politiknya saat diangkat sebagai anggota DPR-GR dan anggota MPRS.
Selain terjun ke dunia politik, Sayuti Melik juga tetap menekuni bidang jurnalistik. Ia sempat melakukan kunjungan kerja sebagai wartawan di sejumlah negara.
Sayuti Melik juga mendapat penghargaan Satya Penegak Pers dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada 23 Desember 1982.
Meskipun saat kemerdekaan Indonesia ia dikenal dekat dengan Soekarno, tetapi Sayuti kemudian menjadi orang yang berani menentang sang presiden.
Ia menentang gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang diajukan Soekarno dan menentang presiden diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS.
Pada masa orde baru, Sayuti Melik bergabung dengan Partai Golkar yang saat itu berkuasa. Ia menjadi anggota MPR/DPR pada tahun 1971 dan 1977.
Sayuti Melik meninggal dunia pada 27 Februari 1989. Ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra (1961) dari Presiden Soekarno dan Bintang Mahaputra Adiprana pada tahun 1973 dari Presiden Soeharto.
Itulah biografi Sayuti Melik, tokoh yang mengetik teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Meskipun berkali-kali keluar masuk penjara, Sayuti Melik tetap berani menyuarakan kritiknya hingga akhirnya bangkit berkecimpung di dunia politik.