Setiap manusia mempunyai hak yang sama untuk mendapat pendidikan. Bukan saja mendapat pendidikan, baik lelaki maupun perempuan memiliki hak yang sama derajatnya untuk bisa menggapai cita-cita dan mimpi.
Banyak perempuan yang membatasi dirinya untuk menorehkan prestasi karena terhalang oleh stigma mengenai perempuan. Padahal, banyak hal positif yang bisa dilakukan perempuan tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai istri serta ibu dari anak-anaknya. Berikut beberapa stigma yang selalu menjadi tembok perempuan untuk berhenti berkarya dan mengejar mimpinya.
1. Perempuan nggak bisa ilmu eksak
Siapa bilang perempuan nggak bisa ilmu eksak? Banyak yang menyepelekan kemampuan perempuan termasuk dalam hal ilmu pengetahuan. Padahal, banyak ilmuan perempuan yang turut menemukan penemuan yang membantu perubahan pada dunia.
Contohnya seperti Marie Curie, seorang ilmuan perempuan dalam bidang kimia dan fisika dan penemu polonium radioaktif dan radium elemen. Atau Grace Murray Hopper, pemrograman 'Common Business Oriented Language' (COBOL) bidang yang biasa didominasi pria.
Masih sangsi kalau perempuan nggak pandai eksak?
2. Pemberdayaan perempuan di bawah biaya lelaki
Siapa yang nggak kenal Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti? Perempuan tangguh ini nyatanya mampu turut serta meningkatkan derajat perempuan lainnya dan menjadi role model. Bahkan para lelaki pun mengakui pengaruh besarnya untuk perubahan bangsa.
Contoh lain adalah Melinda Gates, istri Bill Gates ini nyatanya mampu berdayakan masyarakat dunia dengan menjadi pebisnis dan pendiri serta pendamping Bill & Melinda Gates Foundation.
3. Perempuan lemah terhadap tekanan
Perempuan dianugerahi kemampuan multitasking yang belum tentu bisa digantikan oleh lelaki. Jika lelaki diciptakan dengan kemampuan fokus yang terbatas, beda halnya dengan perempuan. Perempuan dikaruniai kemampuan untuk mengatur rumah tangganya. Menjadi pengasuh dan pengajar anaknya sekaligus menjadi pendamping suami serta menjalani karier.
4. Perempuan itu nggak bisa mengatur uang karena suka belanja
Nggak semua perempuan boros kok. Naluri sebagai menteri keuangan setelah menikah akan timbul secara alami. Nggak heran jika ayahmu atau pasangannya sering menyerahkan urusan pengaturan keuangan untuk rumah tangga pada istrinya. Karena bagaimana juga, istrinya yang akan mengatur pengeluaran dan kebutuhan sehari-hari untuk keluarganya. Jadi salah jika semua perempuan itu boros.
5. Perempuan nggak bisa memimpin
Stigma ini yang harus kita hilangkan. Perempuan juga bisa kok, Bela menjadi seorang pemimpin. Terlepas dari kekurangannya di mana keputusan mayoritas kadang terpengaruh perasaan, beda dengan pemimpin lelaki yang lebih mengutamakan logika.
Perempuan-perempuan tangguh yang kompeten nggak bisa kita abaikan kemampuannya memimpin. Sebut saja Angela Merkel, seorang Kanselir Jerman sejak 2005 dan merupakan Ketua Persatuan Demokrat Kristen sejak tahun 2000.
Belum lagi kepemimpinan seorang Theresa May, politisi Inggris yang menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris dan Pemimpin Partai Konservatif sejak 2016. Dia juga menjabat sebagai Sekretaris Dalam Negeri dari 2010 hingga 2016.
Kamu juga bisa memulainya dengan menjadi pemimpin untuk dirimu sendiri. Caranya, mengetahui apa yang menjadi mimpimu serta berani berkata tidak untuk hal-hal yang melanggar hukum serta merugikanmu.
6. Jadi perempuan nggak perlu berpendidikan tinggi
Siapa bilang jadi perempuan nggak perlu berpendidikan tinggi? Dian Sastrowardoyo pernah berpendapat mengenai pendidikan dan perempuan. Baginya, terlepas menjadi seorang istri dan ibu di rumah, perempuan haruslah cerdas karena akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Perempuan cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas juga kan, Bela?
7. Tempat perempuan itu di rumah
Tugas pertama seorang istri dan ibu memang untuk menjaga dan mengatur rumah tangga. Tapi bukan berarti tempat perempuan hanya sebatas rumah saja. Sekolah, tempat kursus, kantor, dan tempat lainnya pun menjadi hak untuk perempuan. Hal tersebut akan memiliki pengaruh terhadap wawasan untuk bekal dirinya dan buah hatinya.
Sebut saja kalau perempuan di rumah saja dan nggak tahu keadaan sekitar, pergaulan sekitar, bagaimana ia akan melindungi anaknya dari pergaulan negatif jika ia saja nggak tahu apa-apa? Atau jika perempuan nggak berwawasan, bagaimana bisa ia membantu anaknya mendapatkan informasi pendidikan yang terbaik?