Tahun ini, seluruh umat muslim di Tanah Air akan memperingati 1 Muharam atau Tahun Baru Islam pada Rabu (19/7/2023). Berdasarkan keputusan pemerintah, setiap Tahun Baru Islam ditetapkan sebagai tanggal merah dan hari libur nasional.
Menyambut Tahun Baru Islam, umat muslim di berbagai daerah punya tradisinya masing-masing. Contohnya, tradisi Tabuik di Sumatra Barat, Tapa Bisu di Yogyakarta, Sedekah Gunung Merapi di Jawa Tengah, serta yang paling umum adalah pawai obor.
Jika kamu penasaran mengapa Tahun Baru Islam jatuh di tengah bulan Juli? Atau mengapa seluruh umat muslim bersuka-cita menyambutnya? Simak penjelasannya dalam artikel ini, yuk!
1. Mengenal Tahun Baru Islam
Tahun Baru Islam atau yang juga dikenal dengan Tahun Baru Hijriah adalah tahun baru dalam kalender Hijriah atau kalender Islam. Umat muslim menggunakan kalender Hijriah untuk menandai setiap hari besar Islam. Perhitungan kalender Hijriah dimulai saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Berbeda dengan sistem penanggalan kalender Masehi, sistem kalender Hijriah dihitung berdasarkan perputaran bulan sehingga satu tahun hanya 354 atau 355 hari. Kalender Hijriah dimulai dari bulan Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
2. Sejarah Tahun Baru Islam
Melansir dalam situs National Geographic, tahun 639 M, Umar bin Khattab—berdiskusi dengan sahabat Rasulullah yang lain—mulai menyusun kalender hijriah sebagai upaya untuk mengatur kehidupan dan tradisi umat muslim.
Penetapan awal tahun ditetapkan pada salah satu peristiwa penting dan bersejarah dalam sejarah umat muslim, yakni peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah.
Uniknya, kalender hijriah memiliki titik awal yang berbeda di setiap wilayah, sebab penetapannya berdasarkan posisi bulan pada bumi, berbeda dengan kalender Masehi yang berdasar peredaran bumi mengelilingi matahari.
3. Bagaimana sahabat Rasulullah merayakan Tahun Baru Islam?
Semasa hidupnya, Rasulullah SAW tidak pernah merayakan Tahun Baru Islam sebab kalender hijriah baru diinisiasi pada zaman Umar Bin Khattab menjadi khalifah umat muslim. Dalam sejarahnya, hanya ada dua perayaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yakni Iduladha dan Idulfitri.
Ada banyak pendapat mengenai boleh atau tidaknya Tahun Baru Islam dirayakan. Beberapa setuju jika perayaan diperbolehkan selama tidak melanggar syariat dan agama. Namun, tak sedikit yang percaya jika tidak perayaan tidak diperbolehkan sebab Rasulullah sendiri tidak pernah merayakannya.
Entah pendapat mana yang kamu setujui, akan tetapi tak ada salahnya untuk menjadikan Tahun Baru Islam sebagai momen untuk lebih intropeksi diri, bertobat, memperbaiki ibadah, dan membuat tujuan yang baru.
4. Amalan menyambut Tahun Baru Islam
Menjelang Tahun Baru Islam, tak sedikit umat muslim yang menyambutnya dengan berpuasa dan meningkatkan ibadah. Sebab, bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan.
Tak ada hukum wajib untuk melakukannya, hukumnya adalah mubah yang artinya boleh dilakukan namun jika tidak maka tidak mendapat dosa.
Beberapa amalan yang biasanya dilakukan oleh umat muslim—di samping ibadah wajib—adalah sedekah, puasa Asyura, membaca doa akhir dan awal tahun, memperbanyak dzikir dan berziarah.
Itulah sejarah, cara merayakan, dan amalan yang dapat kamu lakukan untuk menyambut Tahun Baru Islam. Semoga artikel ini dapat menjawab setiap pertanyaan kamu, ya!