Salah satu kisah nabi yang paling terkenal adalah kisah Nabi Ismail AS. Beliau merupakan anak dari Nabi Ibrahim AS dan istrinya Siti Hajar.
Kisah Nabi Ismail AS tak bisa terlepas dari kisah Nabi Ibrahim AS. Keduanya adalah tokoh yang menjadi cikal bakal dari perayaan Hari Raya Kurban serta dua sosok di balik berdirinya Kabah.
Untuk kembali mengingat perjalanan hidupnya, simak kisah Nabi Ismail AS yang telah Popbela rangkum dari buku 'Kisah Nabi Ismail a.s.' oleh Rina Dewi.
Permohonan Nabi Ibrahim AS agar dikaruniai seorang anak
Sebelum menikah dengan Siti Hajar, Nabi Ibrahim AS telah menikah dengan Siti Sarah. Namun, pernikahan keduanya belum juga dikaruniai anak. Menyadari keduanya sudah memasuki usia yang terbilang lanjut, Siti Sarah pun mengizinkan Nabi Ibrahim AS untuk menikah kembali dengan Siti Hajar.
Nabi Ibrahim AS pun selalu berdoa kepada Allah SWT agar diberi keturunan. Doanya pun tertuang dalam Surat As-Saffat ayat 99-100.
Surat As-Saffat ayat 99:
ููููุงูู ุฅููููู ุฐูุงููุจู ุฅูููููฐ ุฑูุจููู ุณูููููุฏูููู
"Wa qala inni zahibun ila rabbi sayahdin."
Artinya: "Dan Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.'."
Surat As-Saffat ayat 100:
ุฑูุจูู ููุจู ููู ู ููู ูฑูุตูููฐููุญูููู
"Rabbi hab li minas-salihin."
Artinya: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh."
Kelahiran Nabi Ismail AS
Dari pernikahan Nabi Ibrahim AS dengan Siti Hajar lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail. Namun, Siti Sarah merasa sedih saat melihat Siti Hajar dan Nabi Ismail AS, sebab ia belum juga dikaruniai seorang anak. Maka, turunlah perintah dari Allah SWT yang membuat Nabi Ibrahim AS hijrah bersama Siti Hajar dan Nabi Ismail AS ke Mekkah.
Saat itu Mekkah belum ramai seperti saat ini, dari kejauhan hanya terlihat padang pasir yang tampak tidak berujung. Sesampainya di Mekkah, Nabi Ibrahim AS mulai mencari tempat untuk berteduh. Kemudian, ditinggalkannya Siti Hajar dan Nabi Ismail AS di bawah pohon dauhah.
Sebelum pergi ia berpesan kepada Siti Hajar untuk selalu bertaqwa dan percaya kepada perlindungan Allah SWT. Tak putusnya doa yang ia panjatkan agar mereka selalu diberikan perlindungan di tempat yang gersang dan sepi ini.
Siti Hajar yang kala itu hanya membawa bekal seadanya mulai kebingungan saat perbekalannya habis. Nabi Ismail AS yang terus menangis membuatnya bergegas pergi mencari air dengan berlari ke Bukit Safa.
Karena tak menemukan air, ia kemudian berlari ke Bukit Marwah. Bukan hanya satu kali, ia berlarian selama tujuh kali bolak-balik. Peristiwa ini kemudian menjadi salah satu rukun haji yaitu sa’i.
Ketika Siti Hajar mulai merasa putus asa, Allah SWT kemudian menurunkan pertolongannya lewat Malaikat Jibril yang berwujud manusia. Kala itu, Malaikat Jibril menghentakkan kakinya ke tanah, dari bekas hentakan kakinya munculah sebuah mata air yang tak henti-hentinya mengalir hingga membentuk sebuah telaga kecil.
Malaikat Jibril berpesan kepada Siti Hajar untuk tidak perlu khawatir akan kekurangan air, sebab Allah SWT akan menjadikan tempat ini sebagai bekal air untuk penduduk di sekitarnya kelak. Air yang keluar dari mata air ini kita kenal sebagai air zamzam.
Cikal bakal perayaan Hari Raya Kurban
Berkat mata air zamzam yang terus memancarkan air, daerah di sekelilingnya yang semula tandus mulai subur. Banyak pedagang yang mampir bahkan menetap di Mekkah, membuat daerah yang awalnya sepi sunyi menjadi ramai dan makmur.
Waktu berjalan, tumbuhlah Nabi Ismail AS menjadi seorang anak yang cerdas dan berbakti. Kehidupannya bersama ibunya berjalan dengan baik, kini mereka mempunyai beberapa ternak dan hidup berkecukupan.
Suatu hari, datang Nabi Ibrahim AS untuk menengok keduanya. Ia begitu terkejut melihat daerah yang dulunya sepi kini telah ramai ditinggali. Pertemuannya dengan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS pun disambut dengan suka cita.
Karena lelah menempuh perjalanan yang begitu jauh untuk sampai ke Mekkah, Nabi Ibrahim AS tertidur di Masy’aril Haram yang kini dikenal dengan sebutan Muzdalifah. Dalam tidurnya ia bermimpi dan mendapat perintah untuk menyembelih Ismail sebagai kurban kepada Allah SWT.
Mimpinya ini membuat hati Nabi Ibrahim AS gelisah. Bukan hanya sekali, ia bermimpi sampai tiga kali. Maka diterangkanlah mimpi tersebut kepada istri dan putranya. Reaksi yang diberikan Nabi Ismail AS pun di luar dugaan. Mendengar apa yang dikatakan ayahnya, ia dengan tabah dan sabar pun menaati perintah-Nya.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS untuk menunaikan perintah Allah SWT. Dalam perjalanan, tak henti-hentinya Nabi Ibrahim AS digoda oleh iblis. Maka, dilemparkanlah batu kepada iblis-iblis tersebut agar mereka pergi.
Setelah sampai di atas Bukit Malaikat di daerah Mina, Ismail dibaringkan di atas batu datar. Merasa tak tega, ia menutup wajah putranya dengan kain. Saat mata pisau yang dibawanya hampir menebas putranya, Allah SWT segera menggantikannya dengan kambing yang sehat dan besar.
Ternyata, ini adalah ujian untuk Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Keduanya sedang diuji untuk melihat sejauh mana rasa taat dan cinta mereka kepada Allah SWT. Hal ini juga tertuang dalam Surat As-Saffat ayat 103-107 yang artinya:
Artinya: Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Setelah menyembelih kurban yang dikirimkan Allah SWT, kembalilah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ke Mekkah. Potongan daging yang mereka bawa dibagikan kepada fakir miskin sebagai kurban. Sejak saat itu, mulailah sunnah untuk berkurban bagi umat Islam yang dirayakan setiap Hari Raya Iduladha.
Perintah untuk membangun Kabah
Suatu hari, Nabi Ibrahim AS terpikirkan untuk membangun kiblat atau pusat untuk umat Islam beribadah. Disampaikanlah ide tersebut kepada Nabi Ismail AS yang kemudian didukung penuh oleh putranya tersebut.
Namun, Nabi Ibrahim AS belum menemukan lokasi yang tepat di mana bangunan tersebut akan dibangun. Ia pun berdoa kepada Allah SWT dan meminta petunjuk dari-Nya.
Kemudian, Allah SWT memberikan perintah dan petunjuknya lewat segumpal awan yang terus membayangi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ketika awan tersebut berhenti bergerak dan tak berubah-ubah, Nabi Ibrahim AS percaya bahwa di sinilah tempat yang tepat. Petunjuk ini juga tertuang dalam Alquran surat Al-Hajj ayat 26.
ููุฅูุฐู ุจููููุฃูููุง ููุฅูุจูุฑููฐูููู
ู ู
ูููุงูู ูฑููุจูููุชู ุฃูู ูููุง ุชูุดูุฑููู ุจูู ุดููููููุง ููุทููููุฑู ุจูููุชููู ูููุทููุงูุฆูููููู ูููฑููููุงูุฆูู
ูููู ูููฑูุฑูููููุนู ูฑูุณููุฌููุฏู
Wa iz bawwa`na li`ibrahima makanal-baiti al la tusyrik bi syai`aw wa tahhir baitiya lit-ta`ifina wal-qa`imina war-rukka'is-sujud
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku dan sujud."
Ketika Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS mulai membangun Kabah, mereka benar-benar mencurahkan seluruh hati dan pikirannya. Keduanya hanya berhenti untuk beribadah dan beristirahat.
Saat bangunan mulai meninggi, Nabi Ibrahim AS berdiri di atas sebuah batu untuk membantunya meletakkan batu lain di tempat yang lebih tinggi. Hingga kini, batu pijakan yang digunakan Nabi Ibrahim AS untuk membangun Kabah masih ada dan diberi nama Maqam Ibrahim.
Setelah pembangunan Kabah selesai, kepada penduduk Mekkah Nabi Ibrahim AS menyerukan untuk selalu menaati perintah Allah SWT, membayar zakat, melaksanakan haji, serta menyantuni fakir miskin dan yatim piatu.
Bahtera rumah tangga Nabi Ismail AS
Sepeninggalan ibunya ke pangkuan Allah SWT, Nabi Ismail AS merasa amat sangat berduka. Di sisi lain, Nabi Ibrahim AS juga lebih sering menetap di Syam bersama Siti Sarah dan anak mereka Ishaq. Meski begitu, Nabi Ibrahim AS masih rutin menengok putranya itu di Mekkah sekaligus menjalankan ibadah haji satu tahun sekali.
Nabi Ismail AS kemudian menikah dengan anak perempuan dari Sa’ad Al-Umlaqi. Sayangnya, mereka bercerai sebab istrinya memiliki sikap angkuh serta tak menghargai tamu terutama yang berpakaian sederhana. Hal ini sangat kontras dengan sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Ismail AS.
Setelah bercerai, cukup lama ia melajang sampai akhirnya menikah kembali dengan Ral’ah, putri Maddad anak Umar Al-Jurhumi. Sikapnya yang ramah dan sopan membuatnya bukan hanya disenangi oleh Nabi Ismail AS, namun juga oleh mertuanya yakni Nabi Ibrahim AS. Sang ayah bahkan berpesan untuk menjaga istrinya dan tidak menceraikannya.
Kisah kenabian Nabi Ismail AS
Setelah tiba waktunya, akhirnya Nabi Ismail AS diangkat menjadi seorang Nabi oleh Allah SWT. Suatu hari, ia diperintahkan untuk pergi ke Negeri Amaliq sebab masyarakat di sana banyak yang menyembah berhala. Sesampainya di sana, Nabi Ismail AS pun menyerukan ajaran dan kebenaran.
Meski awalnya belum semua penduduk Negeri Amaliq percaya dengan ajaran Nabi Ismail AS, namun lambat laun atas izin Allah SWT pintu hati mereka terketuk. Bahkan, ketika seluruh penduduk Negeri Amaliq menyadari kebenaran dari ajaran Nabi Ismail AS mereka langsung menghancurkan berhala-berhala yang dulu mereka sembah.
Pada suatu hari, turunlah perintah dari Allah SWT untuk menyerukan kebenaran dan mengajak penduduk Negeri Yaman untuk menyembah Allah SWT. Maka berangkatlah Nabi Ismail AS ke Yaman sendirian. Saat berdakwah di Negeri Yaman ada dua kisah kenabian Nabi Ismail AS yang paling terkenal.
Pertama, saat Nabi Ismail AS berhasil mengubah kayu menjadi berbagai benda kemudian menyatukannya kembali menjadi kayu yang keras. Kedua, saat ia ditantang untuk mengangkat sebuah pohon kurma berumur ratusan tahun. Atas izin Allah SWT penduduk di Negeri Yaman pun bertaubat dan tak lagi menyembah berhala.
Setelah tugasnya di Negeri Yaman usai, Nabi Ismail AS kemudian pulang ke Mekkah. Ia wafat pada usia 137 tahun dan dimakamkan di dekat kuburan ibundanya. Namun, sumber lain menyebutkan jika ia dimakamkan di Palestina.
Dari kisah Nabi Ismail AS ada nilai suri tauladan yang bisa kita tiru dan amalkan di antaranya untuk selalu yakin bahwa semua keputusan Allah SWT adalah yang terbaik, patuh dan taat kepada orang tua, serta berusaha menjalankan perintah Allah SWT dengan sebaik-baiknya.