Acara #BFA2019 yang digelar di Ciputra Artpreneur sudah sampai di penghujung acara. Pada tahun ketiga ini, Popbela mengusung tema #IAMREAL. Sebuah gerakan untuk mendefinisikan ulang arti kecantikan untuk seluruh perempuan di Indonesia.
Sesi-sesi talkshow #IAMREAL menjadi salah satu daya tarik utama dari #BFA2019. Seperti sesi talkshow yang satu ini nih, berjudul "Maintaining Body Positivity in Social Media Era". Ucita Pohan, Ankatama, dan Shena menjadi pembicara dalam sesi ini dan mewakili sosok perempuan hebat dari beragam latar belakang yang juga dikenal memiliki postur tubuh yang besar. Anyway, big is beautiful! Here's the conclusion of their speechs!
1. Banyak banget yang berubah dari zaman mIRC hingga Instagram
Media sosial yang semakin canggih juga harus diiringi dengan attitude yang baik.
Ucita bercerita secara sekilas tentang pengalaman pertamanya bermain media sosial di Friendster pada tahun 2004. Selang beberapa tahun berlalu, ia merasa ada perubahan signifikan yang terjadi pada dunia digital itu. "Kalau sekarang aku ngeliatnya lebih terbuka interaksi antara kita dengan publik," ujarnya.
Shena menambahkan, "Tiba-tiba, sekarang harus serba hati-hati dan nggak boleh baper. Kita harus menahan apa yang kita posting. Apalagi ya, julid-julidnya netizennya itu.
Selain itu, Antakama juga merasa ada perubahan lain dari dunia medsos. Dia bilang, "Semakin ke sini, medsos semakin membutuhkan konten. Bahkan cara kita ngomong di Instastory juga diatur apalagi feeds."
2. Social media shaming is not cool
Shena menceritakan pengalaman nggak menyenangkannya di media sosial ketika setahun yang lalu dia mengunggah fotonya yang berpakaian renang. Shena mengatakan, "Ada yang komen 'aduh nggak enak banget ini diliatnya'. Sampe dia nge-dm akun bapak gue, terus bilang 'pak tolong dong itu anaknya udah nggak enak dilihatnya badannya."
Ucita menyampaikan sarannya untuk menghadapi komentar yang seperti itu. Katanya, "Yang kurang ajar gitu langsung aku block aja. Supaya nggak memancing orang lain. Karena, biasanya orang tuh kalau mau ngelakuin hal buruk itu harus ada temen. Jadi aku selalu mencegah itu dengan cara hapus aja."
3. Cara menghadapi haters: positive thinking!
“Kalau orangnya sumbu pendek, bisa-bisa langsung buat laporan BAP. Cuma, kalo gue nganggepnya gini, kalau ada orang yang bilang kita jelek atau apa pasti there’s something wrong with that person. Makanya dia ngeluarin vibe negatif itu dan dikeluarin ke kita. Makanya jangan dimarahin balik deh mendingan tapi dikasihanin,” tutur Antakama ketika ditanya bagaimana caranya menghadapi komentar jahat.
Shena, penyanyi jebolan ajang pencarian bakat X Factor Indonesia ini mengatakan bahwa dia cenderung tidak memedulikan komentar-komentar jahat itu asal tidak terlewat batas seperti mengirim pesan pribadi ke orang terdekatnya. Katanya komentar buruk itu dikirim oleh mereka untuk menaikkan self esteem dengan mengejek orang lain.
4. Jumlah likes nggak mencerminkan kebahagiaan seseorang lho!
Menjadi bintang di media sosial memang nggak melulu menyenangkan. Ada engagement yang harus diperhatikan untuk menjaga nilai profil kita di mata klien. Ucita mengaku terkadang merasa sedih ketika menyadari jumlah engagement di media sosialnya tidak sesuai ekspektasinya. “Apalagi kalau masalah endorsement, bikin nggak enak sama klien.”
Di sisi lain, fenomena media sosial ini membuat Ankatama berefleksi terhadap kehidupan yang dijalaninya. “Kemarin gue baru ngobrolin sama suami. Gila ya, ternyata standar kebahagiaan seseorang seakan dilihat dari jumlah likes,” katanya.
Ankatama mengaku bahwa kewajibannya untuk mempertahankan engagement nggak terlalu mengganggu tapi bisa menjadi racun jika suatu hari dia nggak mampu menghadapinya dengan baik.
Ah, bicara perkembangan dunia digital memang nggak ada abisnya ya, Bela! Di satu sisi kita harus selalu bersikap adaptif dengan perkembangan teknologi, tapi di sisi lainnya juga harus mempertahankan nilai-nilai karakter di dalam diri sendiri. Nggak mau dong, kalau cuma ponsel kita aja yang pintar?
Inget ya, nggak usah pusing juga untuk menanggapi para haters. Seperti yang Ucita Pohan bilang, “Pada akhirnya, we have to kill them with kindness!”