BeautyFest Asia 2022 yang sebentar lagi akan digelar di Kota Kasablanka pada 14, 15, 16 Oktober 2022, mengusung kampanye sosial yang kali ini diangkat terkait tentang makna beauty standard sesungguhnya. Christie Basil yang akan menjadi salah satu pembicara di gelaran berbeda—Indonesia Millennial and Gen-Z Summit 2022—berbagi pandangan mengenai beauty standards.
Tidak salah jika Popbela memilih pemilik Atvezzo by Christie Basil sekaligus content creator ini, karena jawaban yang ia berikan, menunjukkan kredibilitasnya sebagai sosok berpengaruh masa kini. Berikut hasil wawancara Popbela dengan Christie.
Beauty standards biasanya terpengaruh oleh kultur budaya pada waktu tertentu. Misalnya saja kaki yang kecil di Tiongkok pada abad ke-18. Sebenarnya beauty standards salah nggak, sih?
"Beauty standards itu sangat subjektif," katanya. "Karena standard kecantikan yang ada sangat berpengaruh kepada perspektif setiap orang, standard cara pandang seseorang, stigma-stigma yang ada, kepada siapa kita membandingkan diri kita dengan orang orang sedang menjadi figur otoritas atau public figure pada masanya, kepada bagaimana kita mau dipandang cantik sesuai dengan culture di dimensi tersebut."
Christie kembali menambahkan, "Kita bisa merasa standard kecantikan dengan kaki kecil di Tiongkok itu sangat konyol, karena kita punya cara panjang yang berbeda dan sudah lebih maju dengan tujuan utama dari adanya standard kecantikan tersebut. Namun untuk mereka pada masanya, itu sesuatu yang membuat mereka sangat cantik bahkan terpandang karena di zaman tersebut, hal itu adalah simbol status sosial orang kaya dan lambang kemakmuran, karena perempuan seharusnya tidak perlu berdiri lama dan bekerja, namun menikah dengan pria kaya."
Lebih lanjut menurut Christie, salah atau tidaknya standar kecantikan, tergantung bagaimana individu melihat tujuan dari adanya beauty standard tersebut, jika sebagai sesuatu yang membuat seseorang lebih menyadari dengan kelebihan dirinya, lalu bisa menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
"Jika kita bisa percaya diri dari kelebihan tersebut, berarti tujuan dari beauty standards itu sesuatu yang powerful. Tapi jika kita menjadikan beauty standards untuk membandingkan kekurangan kita dengan kelebihan orang lain, maka itu menjadi sesuatu yang sangat toxic," ungkap perempuan kelahiran 19 April 1995 tersebut.
Apakah media sosial memiliki korelasi terhadap beauty standards? Jika iya, seberapa berpengaruhnya hal tersebut?
Bagi Christie, sangat berpengaruh. "Karena selebgram, public figure mareka adalah figur otoritas yang punya suara untuk didengar, bahkan menciptakan aturan untuk standard kecantikan yang ada di kehidupan sosial sehari-hari. Seperti misalnya ‘real woman have curves’, mereka membentuk standard tersendiri bahwa kecantikan seharusnya berisi, dan yang tidak berlomba-lomba untuk mengikuti. Karena tidak bisa dipungkiri kita hidup di lingkungan sosial yang membuat kita ingin dinilai baik di mata orang-orang," tukasnya.
Dress Major Minor, aksesori milik stylist
Menurut kamu, apakah sebenarnya di dunia ini perlu beauty standards?
Bagi perempuan lulusan Akademi Seni Rupa Nanyang (NAFA) ini, bukan standar kecantikan yang dibutuhkan, namun tujuan baik dari standar itu yang sangat diperlukan. "Karena ini yang akhirnya bisa membawa beauty standards sebagai sesuatu yang edukatif, inspiratif, dan mengembangkan diri individu menjadi pribadi yang lebih positif," ujarnya.
Apa tips kamu untuk overcome toxic beauty standards?
"Dalam dunia media sosial seperti sekarang ini, kita harus punya awareness untuk tahu kekurangan dan kelebihan kita, dan punya filter atas apa yang kita konsumsi setiap hari tentang figur otoritas yang menetapkan beauty standards," jelasnya.
Hal ini untuk menyinkronkan beauty standards yang cocok dengan kelebihan diri, menurutnya. "Jadi kita tahu apa yang kita ikuti adalah sesuatu yang positif, menjadi percaya diri, dan mengembangkan diri dengan cara yang bisa diterima oleh standard cara pandang kita," tambahnya lagi.
Harapan kamu stereotip kecantikan apa yang sebaiknya ditiadakan?
Mengakhiri pembicaraan, Christie merasa segala bentuk stereotip sebetulnya bukan sesuatu yang positif, karena satu nilai yang dipegang oleh seseorang bukan nilai yang bisa diaplikasikan ke semua orang.
"Jadi tidak ada stereotypes yang perlu ada. Setiap orang harus punya pilihan untuk membuat beauty standards atas dirinya sendiri yang dia yakini itu membawa dirinya ke hal-hal yang positif."
Dress Major Minor, aksesori milik stylist, sepatu pump Clarks
Photographer: Andre Wiredja
Fashion Editor: Michael Richards
Stylist: tbmyudi
Asst. Stylist: Hafidhza Putri Andiza
Beauty Editor: Jennifer Alexis
Makeup Artist: Indah Shafyra
Hair Stylist: Charles Sebastian
Interview: Ayu Utami