"Beauty standards itu sangat subjektif," katanya. "Karena standard kecantikan yang ada sangat berpengaruh kepada perspektif setiap orang, standard cara pandang seseorang, stigma-stigma yang ada, kepada siapa kita membandingkan diri kita dengan orang orang sedang menjadi figur otoritas atau public figure pada masanya, kepada bagaimana kita mau dipandang cantik sesuai dengan culture di dimensi tersebut."
Christie kembali menambahkan, "Kita bisa merasa standard kecantikan dengan kaki kecil di Tiongkok itu sangat konyol, karena kita punya cara panjang yang berbeda dan sudah lebih maju dengan tujuan utama dari adanya standard kecantikan tersebut. Namun untuk mereka pada masanya, itu sesuatu yang membuat mereka sangat cantik bahkan terpandang karena di zaman tersebut, hal itu adalah simbol status sosial orang kaya dan lambang kemakmuran, karena perempuan seharusnya tidak perlu berdiri lama dan bekerja, namun menikah dengan pria kaya."
Lebih lanjut menurut Christie, salah atau tidaknya standar kecantikan, tergantung bagaimana individu melihat tujuan dari adanya beauty standard tersebut, jika sebagai sesuatu yang membuat seseorang lebih menyadari dengan kelebihan dirinya, lalu bisa menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
"Jika kita bisa percaya diri dari kelebihan tersebut, berarti tujuan dari beauty standards itu sesuatu yang powerful. Tapi jika kita menjadikan beauty standards untuk membandingkan kekurangan kita dengan kelebihan orang lain, maka itu menjadi sesuatu yang sangat toxic," ungkap perempuan kelahiran 19 April 1995 tersebut.