Bagi sebagian orang, mengalami gangguan kesehatan mental adalah hal yang tabu. Mereka kurang bisa menerima hal tersebut dan malah menyalahkan pengidap gangguan kesehatan mental karena kurang ibadah atau hanya perasaannya saja. Padahal, mereka butuh bantuan profesional untuk segera mengatasi masalahnya tersebut.
Hal ini pula yang sempat dialami Hana Madness. Sebelum akhirnya memilih seni sebagai bentuk ekspresi dan terapinya, Hana harus melewati banyak fase berat dalam hidupnya untuk survive menghadapi gangguan mentalnya.
Seperti apa perjalanan Hana Madness untuk bisa pulih dari masalah disabilitas mentalnya? Simak berikut ini.
Disabilitas mental yang dialami Hana membuatnya bagaikan pendulum
Pada awal talkshow di Festival Pulih by Popbela, Sabtu, 27 November 2021, Hana menjelaskan tentang disabilitas mental yang diidapnya yang membuatnya seperti pendulum.
"Sebenarnya bipolar itu spektrumnya banyak. Sementara yang aku alami, diagnosa terakhir yang aku idap adalah bipolar dengan lini campuran berupa psikotik dengan waham halusinasi dan delusi. Yang aku rasakan dengan diagnosa ini adalah perubahan mood yang sangat ekstrem, dari depresi, hipomania, ke manic yang sangat-sangat bertolak belakang. Seperti pendulum, aku sulit sekali berada di tengah, kalau bukan di kutub sini, aku ada di kutub satunya," kata Hana.
Ini yang dirasakan Hana saat disabilitas mentalnya muncul
Dengan diagnosa yang dialami Hana, sebenarnya seperti apa, sih, yang dirasakan Hana saat disabilitas mentalnya itu muncul? Hana menjelaskan bahwa ada perasaan yang sangat ekstrem yang membuat orang-orang di sekitarnya bingung.
"Saat aku depresi, aku merasa sekujur tubuhku terasa berat sekali, rasanya seperti ada awan yang gloomy hujan yang tanpa sebab. Hal ini diperparah dengan suara gemuruh yang luar biasa. Kepalaku sakitnya luar biasa. Terus disertai dengan insecure dan anxious. Aku merasa mual, sakit kepala dan benci diri sendiri for no reason. Ada juga fase tiba-tiba ada rasa ingin bunuh diri yang entah datangnya dari mana," jelas Hana.
"Kalau aku lagi manic, aku seperti punya semangat dan energi yang terkadang membantuku dalam hal produktivitas sebagai seorang seniman. Tapi, ada kalanya fase manic ini sedikit membahayakan diriku. Contohnya, aku pernah ada masa gabung dengan geng motor, ke mana-mana aku naik motor dan kecepatanku selalu di atas 80 km/jam. Aku tahu itu berisiko, tapi ada adrenalin di situ," katanya lagi.
Hana mendapatkan pertolongan profesional pertama kali dibantu oleh sahabatnya
Merasa ada yang salah dengan dirinya, akhirnya Hana memutuskan untuk meminta pertolongan profesional dibantu dengan salah satu sahabatnya.
"Akhirnya aku mendapatkan pertolongan profesional saat aku tinggal bersama teman cowok di kosan di daerah Mampang. Dia kemudian menemani aku untuk mendapat pertolongan profesional," jelas Hana.
Memilih seni untuk mengekspresikan diri dan terapi
Menerima apa yang terjadi pada dirinya membuat Hana memilih seni sebagai media ekspresi dan terapi untuk disabilitas mentalnya.
"Sampai akhirnya, aku menyadari bahwa ada beberapa seniman yang bisa menjadikan mental health mereka sebagai sumber inspirasi karya mereka. Aku jadi berpikir, mereka saja bisa begitu, aku pasti bisa juga. Meskipun dalam praktiknya akan berbeda hasilnya, tapi semangatnya tetap sama. Jadi dari sana aku mulai membuat karya sebagai bentuk ekspresi diri," ungkap Hana.
Masih banyak soal disabilitas mental dan karya seninya yang Hana ceritakan di Festival Pulih by Popbela. Kamu bisa menyaksikannya di video berikut ini.